Beberapa langkah dari lobi gedung berlantai empat, di sana ruangan Direktur Utama berada. Sedikit kaget, ruangan Agus Suherman, Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) tidak terlalu besar dan jauh dari kesan mewah.
Tibalah saat mata mulai terbelalak ketika berkeliling melihat kegiatan bisnis di atas lahan BUMN perikanan ini. Ratusan kapal yang membawa hasil tangkapan dari berbagai wilayah perairan RI tengah tertambat ke dermaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus menjelaskan kegiatan bisnis Perindo dan segudang rencana pengembangannya di atas menara suar. Kemudian Ia memandang ke laut lepas sambil berkata, "Laut adalah masa depan RI," ucap pria berusia 40 tahun itu.
Perindo sempat tercatat sebagai BUMN βdhuafa' tanpa mampu menghasilkan laba sebelum 2013. Namun kini situasi berubah. Berikut ini petikan wawancara Agus kepada detikFinance bagian ketiga.
Kegiatan bisnis baru Perum Perindo yaitu pengolahan hasil tangkapan. Apa saja produk yang dihasilkan?
Ini adalah upaya Perum Perindo untuk menjadi agen pembangunan dan terus mengembangkan sistem bisnis perikanan. Sudah disepakati untuk dilakukan transformasi bisnis dari bisnis jasa layanan jasa, menjadi bisnis yang lebih produktif.
Dari sekadar tukang pungut uang jasa di pelabuhan, kemudian menjadi perusahaan yang berproduksi. Nah, salah satu yang ditetapkan dalam rencana perusahaan adalah produksi olahan hasil perikanan dan laut.
Perum Perinakan Indonesia kini memiliki tim produksi yang ditunjang tim marketing yang terus menghasilkan produk-produk makanan olahan yang diminati masyarakat. Di sisi lain, kami juga menerima tawaran kerja sama dari pemerintah daerah maupun KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dalam hal pemanfaatan unit-unit produksi mereka yang memiliki mesin-mesin olahan. Misalnya di Muara Jambi, kami kerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk memanfaatkan unit pengolahan fillet ikan.
Tidak kalah pentingnya, produksi makanan olahan ini juga melibatkan warga masyarakat setempat. Dalam produksi bandeng crispy di Jawa Tengah dan Karawang kami mengambil produk dari masyarakat, dan kami yang memasarkan. Jadi bisnis produksi dan perdagangan makanan olahan hasil ikan dan laut itu, antara lain juga wujud dari program kemitraan kami dan warga setempat untuk besar dan tumbuh bersama.
Dengan adanya unit processing ikan ini hasil dari masyarakat kita tampung kemudian kita olah. Ke depan harapannya kita bisa menembus tataran ekspor. Akhir 2013 kita mulai proses dan sekarang sudah mulai stabil sudah mulai produksi rutin meski masih tersebar lokasinya.
Itemnya banyak ada 22 item di antaranya yang ada di sini baso udang, kue ikan goreng, row roll (roll ikan), scallop ikan, tahu baso kepiting, premium salmon, pangsit ikan, dan tahu baso ikan.
Ada juga siomay ikan, galatin ikan, nugget ikan, cumi kupas, fillet patin, bandeng crispy, dan bandeng tanpa duri. Abon ikan ini misalnya produksi dari Jambi. Harganya Rp 20.000 bisa lima kali makan. Kita ambil dari lokasi Rp 16.000 hanya untuk transport saja. Pengiriman terakhir 176 bungkus.
Di samping kita jual produksi udang sendiri, kita tampung hasil dari masyarakat kemudian kita olah. Bisnis di masyarakat berkembang, dengan sendirinya bisnis bergerak di daerah itu. Cabang yang sudah ada proses pengolahannya itu Jambi, Riau, sedangkan di tempat lain kita ambil tangkapan produksi saja.
Punya berapa kapal angkut saat ini? Ada rencana penambahan?
Kapal angkut yang kita operasionalkan ada tiga dengan kapasitas 300 ton. Pada November 2015 nanti kami bekerjasama dengan PT IKI dan PT PANN akan memberdayakan 6 kapal Minajaya dengan kapasitas 210 ton per kapal.
Kapal ini kami maksudkan untuk menampung hasil tangkapan nelayan di daerah-daerah terdepan seperti Waman-Merauke, Saumlaki, Tahuna, Natuna, Simelue dan Sabang. Kapalnya tangguh, istimewa, kecepatannya masih bisa 6-8 knot dengan kapasitas 210 ton.
Kapal tersebut sudah masuk wilayah terpencil?
Sudah. Kami lakukan di Natuna dan Anambas, di wilayah perairan Sumatera. Selain itu juga di Wanam dan Merauke.
Di bidang SDM dikatakan menjadi bagian dari transformasi bisnis, apa terobosannya?
Dua tahun terakhir ini, Perum Perindo banyak membuka lowongan pekerjaan baru. Sungguh mengejutkan, lamaran yang masuk sangat banyak. Jauh di luar perkiraan kami.
Tiap hari, datang surat lamaran berkarung-karung ke kantor Perum Perindo. Ini sangat menguntungkan karena kami akhirnya bisa memilih sarjana perikanan dan ilmu kelautan terbaik untuk memperkuat tim baru yang memang dibentuk untuk mengembangkan perusahaan dan melaksanakan transformasi bisnis.
Tim ini kami sebut brigade muda. Mereka terdiri dari anak muda, siap ditempatkan di mana saja dan siap mengembangkan bisnis baru sesegera mungkin.
Ada salah satu anggota brigade muda kami yang siap membawa kapal penangkap ikan baru hingga ke Papua. Ada yang sendirian langsung mengurus bisnis baru kami dalam hal perdagangan rumput laut di Kalimantan.
Ada yang langsung mengelola pabrik fillet kami di Jambi. Kemudian ada yang mengawasi perdagangan ikan di daerah-daerah seperti Anambas dan Wanam yang mungkin mendengar nama daerahnya pun mereka belum pernah.
Tentu kami tidak berangkatkan begitu saja. Sebelumnya semua anggota brigade muda itu dibekali dengan training-training yang antara lain melibatkan tim dari luar perusahaan. Seorang doktor lulusan Tokyo University Jepang juga saat ini bergabung menjadi salah satu kepala divisi.
Apa tugas anak-anak muda ini?
Ada ruangan di kantor ini yang bahkan tadinya kosong tidak ada karyawannya. Sekarang diisi anak-anak muda semua. Anak-anak ini saya sebar. Ada yang di Karawang, Merauke, Tahuna, Simeleu, dan Sabang.
Itu masih unit produksinya dan menghasilkan omzet bagus, sedangkan yang sudah berhasil menjadi cabang dengan putaran bisnis rutin di Karawang. Dengan sendirinya dia mandiri. Dia bisa memberikan gaji timnya dan memberi kontribusi bagi kegiatan bisnis kita.
Saya katakan ke mereka, cara kita membuka areal terpencil adalah dengan hadir di sana. Di lokasi tambang ikan di Jambi, saya kirim tiga orang anak muda dan nggak boleh nyerah.
Mereka sempat tidur di masjid. Saya tekankan produksi harus kontinyu. Mau satu ton, tiga ton, harus kita garap. Tahap-tahap awal kan nggak mungkin langsung return tapi sekarang mereka sudah bisa gajian sendiri kurang dari satu tahun.
Pembudidaya di sana berlimpah. Orang-orang bisa diajak kerja di sana. Kalau lokasi tersebut sudah terbuka, lalu swasta masuk ke sana ngga masalah.
Anak-anak muda ini dilepas sendiri ke daerah untuk kembangkan bisnis, bagaimana hasilnya?
Hasilnya bagus. Misalnya seperti Karawang itu cabang baru tetapi sudah bisa berikan laba untuk tahun ini kita target Rp 7 miliar untuk kegiatan budidaya tambak udang.
Kemudian kami ingin bangun cabang baru di Jepara itu yang melingkupi Pati dan Rembang. Kegiatan usahanya mulai dari pembenihan ikan dan udang serta usaha tambak.
Total anak muda yang sudah saya rekrut yaitu 60 orang. Itu ada Devita, satu lulusan Fakultas Perikanan dan Kelautan Undip IPKnya 3,94. Mereka juga di sini melalui tantangan yang berat dan ada seleksi alam. Belum lagi nanti mereka ke daerah. Betul-betul butuh yang punya kemauan keras, semangat kerja yang tinggi.
Karyawan tetap saya sudah bertambah 60 orang. Kemudian setiap satu kapal kita menampung 16-20 ABK. Setiap 10 hektar lahan tambak kita menampung satu teknisi dan lima feeder atau pemberi pakan.
Karyawan tidak tetapnya sudah banyak sekali. Sudah tumbuh dibanding dulu hanya 300 orang sekarang sudah 1.500 orang. Kita kerja dengan masyarakat juga.
Kenapa anak muda?
Pertama, saya pernah muda. Jadi itung-itungan tenaga itu ngga berhitung. Kedua, mereka akan fokus pada capaian yang mereka raih. Mereka ini anak-anak yang punya cita-cita membesarkan perikanan.
Kita ingin menunjukkan bagaimana sektor ini betul-betul bisa memberikan kontribusi besar bagi negara dan bangsa. Indikatornya apa? Kalau BUMN ini besar. Kalau BUMN ini biasa-biasa saja ya nggak akan ada apa-apa. Saya juga bentuk divisi baru yaitu divisi perdagangan dan pengolahan.
Apa tujuan bentuk divisi perdagangan dan pengolahan?
Ada tangkapan dari nelayan yang kita beli. Bagaimana supaya tangkapan yang dibeli, kita oleh lagi kemudian kita jual. Harapannya ke depan hasil-hasil tangkapan, ikan budidaya begitu sudah sampai ke titik stok berlebih kan harga turun. Ya kita tahan stok sampai harga bagus. Itu kenapa kita bangun cold storage besar 5.000 ton dan 10.000 ton.
Adakah langkah pembinaan petambak dan nelayan yang menjadi mitra?
Seperti saya sampaikan sebelumnya, Perum perindo bekerjasama dengan petambak lokal dalam pengembangan bisnis baru. Selain dalam hal produksi makanan olahan, juga dalam hal budidayanya.
Kami mengajak para petambak dan warga lokal ikut bekerja dan mengelola tambak-tambak kami. Selain itu, Perum Perindo juga mendatangkan tenaga ahli untuk memberi pelatihan kepada petambak untuk mengolah hasil tambak dan kami yang memasarkan produknya.
Bagaimana polanya kemitraanya?
Masyarakat harus tumbuh besar bersama kami. Ada kemitraan contohnya petambak punya lahan. Lahannya kita garap secara korporasi, jadi budidaya ada SOP-nya.
Kasih pakan ada jamnya, ke tambak harus pakai sepatu boot, harus ada penghalau burung, pagar keliling dan lainnya. Petambak kita kasih injeksi bulanan kalau tambak udang itu Rp 1 juta per orang.
Kemudian mereka kita kasih feeder atau petugas pemberi pakan ikan. Kemudian selesai dalam 4 bulan itu mereka kita kasih bonus dari kegiatan panen itu. Rata-rata mereka dari bonus itu dapat Rp 8-12 juta. Kita sisihkan 3-5% untuk bonus petambak. Total petambak udang dan ikan di Karawang sudah 30 orang.
Perkembangan aktivitas nelayan di Merauke pasca IUU Fishing dan Perindo masuk saat ini bagaimana?
Bagus. Dulu sebelum kita masuk ke saja harga ikan itu Rp 3.500/kg. Ketika kita masuk, didukung oleh Bupati Merauke. Bupati buat SK harga ikan naik dua kali lipat jadi Rp 6.500/kg.
Ternyata di masyarakat (nelayan) inginnya naik lagi menjadi Rp 11.000/kg. Setelah kita hitung-hitung kita masih oke. Sekarang kita sedang create membangun koperasi Tifa Samudera di sana.
Koperasi tugasnya membeli ikan nelayan terus nanti koperasi kita kasih tabungan. Misalnya dari harga Rp 11.000/kg ternyata harganya bisa lebih tinggi, nanti koperasi kita kasih Rp 1.000 atau Rp 2.000/kg atas jasa pembelian itu.
Nelayan yang tergabung itu bisa punya tabungan. Itu mau pertama kali di Wanam. Koperasi hrapannya bisa saling mengisi kebutuhan sesama nelayan dan ada kegiatan pelatihan dan semacamnya.
Berapa kapal yang ada di Merauke saat ini?
Saat ini ada tiga kapal. Terus nanti kita berangkatkan lagi dua di pertengahan November. Kalau nanti kapal tambahan sudah masuk sana, bisa rutin kirim. Ada tiga orang anak muda saya tempatkan di sana. Dua di atas kapal dan satu di darat. Merauke sudah kami garap sekitar 5-6 bulan lalu.
Kita akan menjadi yang terbesar di Asia. Jepang bisa kita kalahkan. Pokoknya kita produsen terbesar untuk ikan dan pelabuhan terbesar. Perairan besar begini kok.
(ang/ang)