Di 2010, Awal menjabat sebagai President Direktur PT Infomedia Nusantara, sebelum akhirnya menjabat Direktur Enterprise & Business Service PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) sejak 2012.
Menggantikan Direktur sebelumnya, Budi Karya Sumadi, yang kini telah menjabat sebagai Menteri Perhubungan, pria berusia 48 tahun tersebut memiliki tugas berat membawa 13 Bandara di bawah otoritas AP II untuk lebih baik lagi. Terutama Bandara Soekarno-Hatta, Supadio, Kualanamu, hingga Silangit yang saat ini tengah berbenah menyambut sejumlah rencana yang disiapkan oleh AP II. Apa saja rencana tersebut? Berikut petikan wawancara detikFinance dengan pria yang akrab disapa Awal ini di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya memang besar di industri telekomunikasi, 25 tahun saya di sana. Tapi buat saya knowledge base-nya ada di area 3T, yaitu tourism, transportation, dan telecomunication itu areanya hampir sama. Karena di telekomunikasi kita ngomong traffic enginering, di transportation kita juga ada itu, bagaimana menghitung perpindahan, destinasi. Turisme juga begitu. Jadi saya rasa di area itu buat saya bisa memahami dengan cepat.
Artinya basic knowledge-nya di turisme, transportasi, dan telekomunikasi itu hampir sama. Cuma memang area spesifiknya yang berbeda. Transportasi memindahkan orang, memindahkan equipment, memindahkan wahana transportasi. Kalau turisme, memindahkan orang atau turis ke destinasi. Kalau telekomunikasi memindahkan traffic orang. Orang bicara bagaimana suaranya disampaikan dari Jakarta ke Surabaya, dan juga keluar negeri. Kurang lebih seperti itu.
Jadi saya berharap, saya memahami di industri transportasi di Angkasa Pura II bisa lebih cepat.
Lantas apa yang strateginya Anda bisa memahami bisnis bandara dengan cepat, mengingat AP juga memiliki PR membawa misi konektivitas Pemerintah?
Saya sempat memetakan area bisnis ekosistemnya AP II ada tiga. Saya menyebutnya 3A. Airport, di mana itu jadi sumber daya utama kita. Kemudian airlines, yaitu customer kita. Terakhir adalah Arena, yaitu gelanggang bisnis kita. Ekosistem yang mendukung, yaitu pemerintah daerah, stakeholder, pelaku bisnis, pelaku usaha, cargo, travel agent. Itu semua arena ekosistem yang kemudian menjadi bidang yang tidak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan bisnis ekosistem AP II. Jadi saya memahaminya dengan cepat, artinya area saya atau concern saya bertugas di AP II ini ada di 3A itu.
![]() |
Bagaimana Anda melihat industri transportasi udara atau kebandaraan saat ini?
Ini merupakan industri yang rasio pertumbuhannya luar biasa tinggi. Karena konektivitas udara ini sekarang masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi hal itu yang kemudian didorong oleh perkembangan otonomi daerah. Daerah-daerah di luar Jakarta maupun Jawa tumbuh. Dan itu membuat kebutuhan akan transportasi.
Yang lainnya yang sekarang membuat bergerak atau tumbuh adalah pariwisata. Pariwisata menurut saya sudah menjadi core ekonomi buat Indonesia. Karena menurut saya sekarang area yang sudah menjadi concern pemerintah adalah bagaimana mengembangkan industri pariwisata menjadi pendapatan negara. Ini yang kemudian menurut saya, industri transportasi udara, dalam hal ini AP II menjadi pergerakan yang cepat. Belum lagi kebijakan open sky policy yang membuat industri ini punya ruang bertumbuh yang luar biasa besar.
Apa misi yang diemban dari Kementerian BUMN?
Saya rasa apa yang kemudian menjadi tugas saya, Kementerian BUMN menugaskan saya di AP II, pertama dalam konteks menumbuhkan bisnis AP II. Kita punya target usaha, itu menjadi sebuah hal yang harus kita fokus. Karena bagaimana pun BUMN ini kan sebuah badan usaha yang kegiatannya mencari laba. Tapi juga tidak lupa, seperti pesan yang disampaikan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno, BUMN harus menjadi agen pembangunan. Jadi tidak melulu hanya mencari profit, tapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi ada peran BUMN yang mungkin tidak bisa digunakan oleh badan usaha lain. Tapi dalam konteks AP II, saya rasa dari arahan Kementerian BUMN sudah jelas bagaimana sustainability bisnisnya, lalu going concern terhadap kegiatan usaha, dan saya juga punya pemahaman bahwa AP II harus menjadi world class company di dalam posisinya sebagai airport service provider.
Jadi bersaing dengan tingkat dunia? Skala apa?
Yang akan saya kembangkan adalah mengembangkan standar global yang dikelola oleh AP II. Jadi kita bersaing bukan lagi dengan sesama BUMN atau bandara yang ada di dalam negeri. Jadi Indonesia harus kita kembangkan bersama, dengan melakukan benchmark, melihat apa yang ada di sekitar kita. Di kawasan regional misalnya yang paling bagus apa? Terminal 3 Ultimate misalnya harusnya menjadi airport yang bisa bersaing dengan Changi. Kualanamu mungkin lebih pas kita buat posisi bersaingnya dengan Kuala Lumpur.
Jadi itu yang mendorong kita untuk maju. Ada sesuatu yang mendorong kita untuk terus bergerak maju, tidak hanya statis pada kondisi apa adanya. Jadi dinamis seiring dengan situasi dan kondisi dunia bisnis yang terus berubah, pasar yang berubah dan pelanggan yang ekspektasinya terus bertambah. Saya rasa AP II harus bersaing, bagaimana apa yang sudah dilakukan oleh pengelola bandara yang menjadi service airport di luar negeri. Itu bagus untuk kita terus bisa memperbaiki diri, dan bergerak maju. Regional maksudnya ASEAN. Paling tidak ASEAN.
Jadi itu yang saya pikir harus dorong ke teman-teman, ke area 3A tadi harus bersatu padu. AP II juga nggak bisa sendiri. Harus ada dukungan airlines, pelaku usaha, pelaku bisnis seperti apa. Harus sama-sama supaya sepakat membuat Terminal 3 Ultimate bagus. Bisa bersaing dengan Changi. Tapi butuh waktu, karena sekarang sedang jalan. Kan belum selesai.
Prioritas pengembangan bandara saat ini apa?
Dari 13 bandara itu coba kita lihat satu per satu. Yang mungkin tetap perlu kita harus kembangkan adalah Bandara Soekarno-Hatta. Karena kita akan terus mengembangkan, yang sedang dalam proses adalah runway ke tiga. Kemudian ada inisiatif yang akan kita mulai perencanaannya di 2017 adalah terminal 4. Termasuk revitalisasi 1 dan 2.
Jadi urutannya, setelah terminal 3 selesai, kita akan masuk ke revitalisasi terminal 1 dan 2. Kemudian masuk ke runway ke tiga. Kita juga planning untuk desain terminal ke 4. Itu yang membuat prioritas kita untuk di Jakarta.
Bagaimana dengan bandara lainnya?
Kemudian Medan. Bandara mungkin sudah selesai, tapi ekosistem kita harus terus tumbuhkan. Apa saja yang harus jadi daya tarik di bandara. Peningkatan kemampuan keekonomian masyarakat dengan kehadiran bandara di situ apa. Itu harus kita dorong. Kemudian ada Supadio. Itu sedang kita selesaikan.
Kemudian yang jadi concern kita juga adalah destinasi wisata, salah satunya adalah Silangit, yang sudah diserahkan tanggung jawabnya ke kita. Termasuk kita melakukan peningkatan kapasitas, kualitas, sarana dan pra-sarana yang ada. Karena Silangit bandara yang paling dekat dengan Danau Toba.
Di samping itu kita juga punya program yang sejalan dengan program pemerintah pusat. Kementerian Pariwisata misalnya, mempunyai program tourism destination dari China. Pengembangan untuk masuknya turis China sedang kita dorong.
Kita sudah merencanakan. Mudah-mudahan dalam tempo sampai akhir tahun kita akan coba mendesain ulang Bandara Kualanamu Medan dan Supadio Pontianak untuk attract turis China.
Apa yang akan dilakukan mendorong peningkatan turis China tersebut?
Pertama yang kita lakukan adalah melakukan pengkondisian untuk charter flight atau direct flight dari China. Penerbangan langsung dari China beberapa kota yang mungkin akan menjadi pilihan kota yang bisa langsung ke Kualanamu atau Supadio. Lalu yang ke dua, kita mereposisi, branding dan lain sebagainya dengan hal-hal yang bisa dipahami oleh turis China. Lalu sarana pendukung lainnya.
Artinya, kita memang mengondisikan Kualanamu, Supadio, untuk attract turis China, berarti kan kita harus kerjasama dengan stakeholder di sana. Pemerintah daerahnya bagaimana, pengusaha hotelnya bagaimana untuk daya tampungnya, transportasinya, event-event daerah yang bisa kita gerakkan bersama. Apa yang kemudian program-program pemerintah daerah yang bisa kita kolaborasikan bersama. Dan kemudian sarana-sarana pendukung lainnya.
Kondisi sekarang memangnya seperti apa?
Pertama yang mau kita pastikan adalah slot penerbangan direct. Berarti kita juga harus bicara dengan airlines. Apakah airlines punya kemampuan itu.
Kedua, kita akan benahi sarana-pra sarana airport. Tidak hanya untuk China saja, tapi misalnya ada nggak kemungkinan direct flight untuk turis dari Australia ke Sumatera Utara? Ada. Potensinya ada. Tapi kan kita harus pertimbangkan juga dengan airlines.
Kalau pun misalnya direct flight tadi dengan China, misal dari Beijing ke Kualanamu kan kita harus bicara lagi. Bagaimana setelah mereka mengantar turis, schedule flight untuk kembalinya bagaimana. Kan kemungkinan kosong, apa alternatifnya. Mungkin alternatifnya kita bisa bicara kita arahkan untuk mengangkut cargo. Jadi harus dipikirkan mitra atau partner yang berkolaborasi di situ.
Bagaimana dengan kesiapan pemerintah daerah? Langkahnya apa?
Pemerintah daerah juga apakah ada komitmen Pemda untuk menyediakan event yang berkaitan dengan kedatangan turis tadi. Harusnya kan ada. Event apa itu kan juga harus kita koordinasikan. Kemudian tenaga-tenaga pendukung lainnya seperti penerjemah, travel agent, money changer, penyedia transportasi.
Katakanlah misalnya dari China turun ke Kualanamu lalu ke Silangit. Setelah itu mau naik mobil apa harus naik pesawat juga. Kualanamu ke Silangit kan sudah ada. Tapi siapa yang harus membawa tambahan traffic tadi. Ini semua harus dibicarakan, termasuk Supadio.
Misalkan juga yang dari Australia langsung ke Medan. Bisa terjadi juga perbedaan waktu. Misalnya landing di Kualanamu malam jam 12, apa yang harus dilakukan jam 12. Harus ada tenaga kerja yang menangani, groundhandling, transportasi. Jadi banyak yang harus dikondisikan, yang harus disinergikan. Termasuk event pendukung daya tarik untuk mereka datang.
Kemudian yang berkaitan dengan tourism destination airport. Kementerian Pariwisata juga punya program untuk wisata halal. Kota yang sudah ditetapkan untuk jadi destinasi wisata halal ada tiga, Mataram, Padang, dan Banda Aceh. Kebetulan Banda Aceh dan Padang ada wilayah AP II.
Jadi saya rasa ini menarik ya. Ini dunia baru bagi saya. Dunia yang belum pernah saya geluti sebelumnya. Saya 25 tahun di industri telekomunikasi.
Perubahan apa yang ingin dilakukan ke bandara-bandara AP II, mengingat Anda lama di industri telekomunikasi?
Saya rasa setelah 25 tahun di situ bisa saya manfaatkan untuk memodernisasi dan mendigitalkan AP II. Jadi kalau kita bicara konsep smart airport, kita bicarakan masih preliminary idea. Masih ke dalam tahapan yang detail tapi sedang disusun.
Apa saja yang dipersiapkan untuk itu?
Smart airport ditunjang oleh beberapa hal. Yang pertama, adalah smart infrastructure. Dalam konteks ini kita bicara Terminal 3, karena dia yang sudah paling ready. Bagaimana kita bisa menyebut terminal 3 ultimate akan menjadi smart airport kalau infrastrukturnya tidak smart. Teknologi yang mendukung harus masuk ke dalam teknologi yang smart.
Kemudian juga harus ada kontennya. Konten-konten seperti bagaimana orang bisa check-in secara otomatis. Bagaimana orang bisa mendapatkan passenger information system yang lengkap dan tidak perlu pakai announcement. Bagaimana bisa dapat informasi lewat apps. Bagaimana bisa memesan taksi dan sebagainya lewat apps. Bagaimana bisa bertransaksi di Bandara tidak menggunakan physical money. Itu harus ada. Saat ini belum ada.
Jadi misalnya kalau saya sebagai pengunjung di Soetta, saya tidak perlu lagi banyak tanya tentang apa yang harus saya ketahui di Soetta. Karena harusnya orang bisa lihat itu. Misalnya ingin tahu apa saja tenant atau merchant yang ada di Soetta. Berapa jauh dari posisi saya ada saat itu, jadi ada geo tagging-nya.
Kemudian kalau pesan taksi, tidak perlu lagi telepon-telepon. Order saja seperti order Grab atau Uber. Tapi jangan dipersoalkan seperti kontradiksi antara taksi aplikasi atau konvensional. Bukan itu. Kita bicara untuk kepentingan orang di Bandara yang dimudahkan dengan teknologi.
Apa manfaatnya untuk AP II?
Kita sebagai pengelola bandara bisa punya big data. Karena semua ada di apps itu. Kalau saya register apps itu, kemudian saya banyak melakukan transaksi di situ, perilaku saya kan ketahuan. Seperti apa saja transaksi di bandara, menggunakan fasilitas apa saja di bandara. Sampai sekarang kan belum ada. Sekarang belum ada karena belum ada teknologinya, belum ada smart infrastructure-nya. Sekarang kan semua sudah pakai smart device.
Saat ini apps sudah ada, tapi belum konsisten dilakukan. Pemanfaatannya juga belum maksimal. Konten-konten di dalamnya juga terbatas.
Itulah niat saya, karena saya di ICT industry, buat saya yang seperti itu harusnya sudah ada. Tapi kita akan mulai itu. Kita punya modal. Terminal 3 Ultimate sumber utama kita. Artinya menambah value-nya.
Apa lagi yang harus dipersiapkan?
Setelah kita punya smart infrastructure dan smart content, yang harus kita didik adalah membentuk smart community. Apa yang membentuk smart community adalah behaviour atau perilakunya.
Misalnya orang yang biasanya belanja pakai physical money, sekarang harus pakai e-money. Pesan taksi yang harus panggil-panggil, tidak perlu lagi teriak-teriak. Itu juga perlu ada usaha dari masyarakatnya. Artinya pembentukan smart infrastructure tadi harus sejalan dengan smart community. Sehingga satu kesatuan smart airport itu bukan hanya seperti AP II mendigitalkan airport. Tapi juga mendigitalkan community-nya.
Bagaimana mengatasi kemacetan menuju bandara Soetta?
Kalau kemacetan, sekarang kan sudah mulai diatur untuk pick up dan drop penumpang di gedung parkir. Jadi kita buat rekayasa traffic untuk parkir, mudah-mudahan Jumat ini bisa selesai. Terminal 3 juga liftnya kan baru dua yang beroperasi dari empat. Minggu ini tapi mudah-mudahan bisa beroperasi keempatnya. Kalau di luar negeri sudah biasa, saya turun dari pesawat, saya telepon saya jemput di mana, di gedung lantai 3 gedung parkir misalnya.
Soal transportasi online bagaimana?
Soal taksi online kita mau atur. Kita tetap berpegang pada regulasi, taksi online seperti apa yang boleh beroperasi. Tapi bagian dari memodernisasi konsep smart airport tadi, saya rasa ada hal-hal yang bisa kita kolaborasikan. Bagaimana pun ini bagian dari ekosistem digital.
Jadi akan dicari jalan keluarnya seperti apa, pijakannya adalah aturan pemerintah. Kami juga sebagai penyedia jasa di bandara harus bisa mempertemukan kepentingan dari berbagai stakeholder dan kebutuhan penumpang. (wdl/wdl)












































