Lewat Program Ini, FAO Ajak Anak Muda Jadi Petani

Wawancara Khusus Kepala Perwakilan FAO

Lewat Program Ini, FAO Ajak Anak Muda Jadi Petani

Muhammad Idris - detikFinance
Selasa, 11 Okt 2016 11:21 WIB
Foto: Muhammad Idris-detikFinance
Jakarta - Berprofesi sebagai petani bukan pilihan menarik bagi anak muda zaman sekarang. Pendapatan yang kecil menjadi salah satu alasan kalangan muda lebih memilih mengadu nasib di kota ketimbang menggantungkan masa depan di pertanian.

Menurut Kepala Perwakilan FAO (Food and Agriculture Organization of The United Nations/Badan Pangan PBB) untuk Indonesia dan Timor Leste, Mark Smulders, meninggalkan pertanian konvensional dan beralih ke intensifikasi lahan pertanian jadi salah satu cara menarik anak muda menjadi petani.

"Karena pertanian tidak menghasilkan banyak uang, orang muda merantau ke wilayah urban. 54% penduduk tinggal di perkotaan. Padahal, saat ini petani di Indonesia usianya sudah mendekati 50 tahun, ini hampir mendekati umur terakhir untuk petani yakni 57 tahun. Ini terjadi di banyak negara, bukan hanya Indonesia," kata Smulders kepada detikFinance, saat ditemui di kantor perwakilan FAO, Menara Thamrin, Jakarta, Jumat (8/10/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, FAO sudah melakukan beberapa proyek percontohan intensifikasi pertanian, paling banyak dilakukan dengan metode mina padi atau menanam padi bersamaan dengan beternak ikan. Meski sudah dikenal sejak lama di Indonesia, nyatanya tak banyak petani mengaplikasikannya.

"Program intensifikasi pertanian dengan mina padi bisa menghasilkan pendapatan yang bagus. Pertanian tradisional dengan budidaya ikan. Jadi petani mendapatkan pendapatan di luar panennya," ujar dia.

Dari percontohan mina padi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, hasil panen gabah pun meningkat menjadi 9,3 ton sekali panen, dari sebelumnya 6,5 ton per hektarnya. Di sisi lain, petani juga mendapat pendapatan tambahan dari penjualan ikan air tawar.

Selain mina padi, FAO yang berada di bawah PBB ini sudah beberapa tahun belakangan mencoba teknik pertanian konservasi untuk lahan jagung di NTT yang didominasi lahan kering.

Pertanian dengan teknik konservasi atau pengelolaan tanah di lahan marginal sudah meningkatkan jumlah panen jagung dari sebelumnya 2,4 ton per hektar menjadi 4,4 ton per hektar. (drk/drk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads