Dalam sesi wawancara khusus dengan detikFinance, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi memaparkan kedua hal tersebut. Baik dari sisi kondisi terkini,
hingga proyeksi berserta langkah yang akan dilakukan.
Sebagai informasi, pada tahun 2016 target penerimaan yang ditetapkan dalam APBN-P 2016 sebesar Rp 183,9 triliun. Sementara realisasi sampai
dengan 14 Oktober, penerimaan kepabeanan dan cukai baru mencapai Rp 108,26 triliun (58,85%).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dirjen BC Heru Pambudi:
Penerimaan negara tahun ini sedang dalam kondisi yang tidak bagus sehingga harus berujung pada pemangkasan anggaran. Bagaimana dengan kondisi penerimaan bea cukai?
Pada tahun 2016 target penerimaan yang ditetapkan dalam APBN-P 2016 sebesar Rp 183,9 triliun, terdiri dari bea masuk Rp 33,37 triliun, bea
keluar Rp 2,5 triliun dan cukai Rp 148,09 triliun.
Realisasi sampai dengan 14 Oktober penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 108,26 triliun (58,85%) yang terdiri dari bea masuk Rp 23,69 triliun (71,01%), bea keluar Rp 2,26 triliun (90,35%), dan cukai Rp 82,31 triliun (55,58 %).
Apa yang menghambat penerimaan dari bea cukai?
Dalam dua tahun terakhir, Indonesia memang dihadapkan pada kondisi perlambatan perdagangan. Pada tahun ini saja (Januari-September), impor menurun 16,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year), terutama untuk komponen barang modal, bahan baku serta bahan penolong. Dari tiga kelompok tadi, karena itu totalnya di atas 80%. sehingga begitu, impor turun.
Realisasi masih jauh dari target, apa yakin bisa tercapai di akhir tahun?
2016 itu Insya Allah sesuai perencanaan. Pemerintah memproyeksikan capaian penerimaan kepabeanan dan cukai masih sesuai dengan outlook sebesar Rp 180,96 triliun pada akhir tahun.
Apa dasar keyakinan dari DJBC?
Secara alamiah akan terjadi lonjakan penerimaan cukai pada bulan Desember 2016 sebagai dampak akumulasi pembayaran utang cukai hasil tembakau (CHT) yang wajib dilunasi sebelum batas akhir tahun anggaran berjalan berakhir berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. PMK No.20/PMK.04/2015.
Berdasarkan pantauan kinerja penerimaan CHT yang kami lakukan juga menunjukkan terjadinya tren pertumbuhan positif (yoy) penerimaan CHT yang stabil sejak bulan Juni hingga saat ini.
Selain lonjakan penerimaan cukai tersebut, berdasarkan rata-rata tren penerimaan bea masuk (BM) 3 tahunan, kami juga mengantisipasi terjadinya potensi lonjakan penerimaan BM di bulan Desember sebesar kurang lebih 11% dibanding bulan-bulan sebelumnya yang diakibatkan oleh siklus akhir tahun peningkatan impor nasional.
Bagaimana dengan langkah pengawasan dan penindakan dari DJBC?
Di sisa waktu 3 bulan ke depan, Pemerintah dalam hal ini segenap jajaran DJBC, baik di tingkat pusat maupun di tingkat vertikal, akan terus berupaya keras, bahu membahu untuk mengamankan target penerimaan yang telah diamanatkan melalui upaya extra efforts.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui intensifikasi pemeriksaan dan penindakan kepabeanan dan cukai, termasuk di dalamnya menggandeng Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan joint operation.
Hal tersebut dilakukan untuk mendorong peningkatan kepatuhan pemenuhan hak-hak keuangan negara dan guna memberikan dukungan terhadap aktivitas usaha produktif yang legal agar dapat berkembang. Kesemuanya diharapkan akan dapat mewujudkan peningkatan penerimaan negara secara
signifikan.
Secara rata-rata, extra efforts yang dilakukan tersebut memberikan kontribusi sekitar 3,05% terhadap realisasi penerimaan yang dihasilkan. Segenap upaya extra efforts tersebut juga dibarengi dengan langkah koordinatif untuk memantau secara ketat kinerja penerimaan serta menyiapkan langkah-langkah mitigasi yang diperlukan.
Pada Maret 2016, Presiden Jokowi meresmikan Pusat Logistik Berikat (PLB) atau sering disebut Gudang Raksasa. Bagaimana progresnya?
Sangat antusias. Banyak sekali pengajuan untuk mendapatkan fasilitas PLB, tapi kami saring sehingga saat ini hanya 24 perusahaan yang mendapatkan izin. Padahal baru berjalan enam bulan toh, tapi banyak sekali peminat. Karena memang ini sudah ditunggu lama.
Gudang raksasa itu ada di mana saja?
Sekarang sudah ada di Jakarta, Merak, Karawang, Subang, Denpasar, Surabaya, Kepulauan Riau, Medang, Balikpapan hingga Sorong. Sektor yang tersedia juga beragam, yakni pertambangan, minyak dan gas bumi (migas), tekstil, bahan kimia, otomotif, dan makanan dan minuman.
PLB, pada prinsipnya dibuka untuk seluruh sektor. Akan tetapi pada tahap awal, memang diutamakan untuk barang modal dan barang penolong. Nanti akan dilanjutkan juga untuk barang konsumsi.
Banyak Gudang Raksasa ini tadinya berasal dari Singapura, apa tidak ada hambatan?
Begini. Kita itu kan hidup di dalam era globalisasi. Barang itu akan mengalir kemana yang dianggap paling efisien. Tentu indikatornya adalah lebih murah, cepat dan sebagainya. Sehingga semua harus bisa memahami konteks seperti itu. Jadi nggak ada masalah.
Apa Singapura tidak menambah insentif agar Gudang Raksasa itu tidak pindah?
Kalau mereka itu keluarkan itu hak dari pemerintah tetangga kita, yang penting Indonesia bisa kompetitif dengan menurunkan biaya logistik. Orang lain juga akan melakukan yang sama, ya kita lebih efisien lagi.
Contoh tadi, begitu ada PLB, saya mendengar bahwa pengusaha pergudangan di Singapura mulai ditawarkan tarif yang lebih rendah. Tentu pengusaha PLB di sini tak perlu khawatir selama kalkulasi untuk menimbun di sini masih masuk. Karena ada layanan lain dalam satu paket. Bisnis itu bicara keseluruhan, tidak hanya berbicara tarif saja.
Lalu bagaimana dampak terhadap arus logistik nasional, khususnya masalah dwell time?
Karena itu logistic center, maka di pelabuhan transit itu stop and go saja. Karena tidak diharapkan ditimbun di Tanjung Priok misalnya, tapi di Cikarang. Pada waktu itu turun dari kapal itu kan statusnya PLB. Jadi semua urusan custom, karantina dan license itu semua sudah di PLB. Pelabuhan hanya masalah bongkar muat saja.
Oleh karena itu, statistik mengatakan, proses bongkar muat di Priok cuma 1,02 hari untuk barang milik PLB. Jadi datang pergi datang pergi.
Kalau umum kan 3,3 hari. Kalau ini cuma 1,02 hari. Ini sudah minus 2 hari. Keuntungannya, mereka bisa saving cashflow. kalau direct itu ke warehouse produksi mereka yang cerita tadi itu bayar yang diperlukan. Layanan kita itu dasarnya adalah otomasi. Terakhir, klien di PLB itu sekarang reputasinya terjaga.
Apa itu berarti ada pelonggaran pengawasan dari DJBC?
Prinsipnya pengawasan itu dilakukan dari hulu ke hilir. jadi tidak ada sepenggal-sepenggal. Mulai dari kapal datang bawa kontainer, kontainer dibongkar, kontainer ditimbun, kontainer keluar dari pelabuhan, kontainer diangkut sampai ke PLB kita awasi dan keluar dari PLB diawasi.
Contoh, dari Tanjung Priok ke Cikarang. Pengangkutannya kita segel. Sedangkan di Cikarang itu sendiri, kita mengawasi baik secara fisik dan monitor. Ada CCTV juga. Jadi walaupun tidak di sana kita bisa lihat dia lagi ngapain, semua elektronik.
Kita juga sekaligus mengawasi pajak. Inventori tadi terkoneksi dengan baik itu dan pajak bisa melihat. Kenapa DJP diajak, karena DJBC dan pajak akan bersinergi. Dokumen bea cukai akan dikawinkan dengan pajak. Sehingga ini semua bisa menjadi alat kendali yang efisien dan efektif.
Bagaimana proyeksi Gudang Raksasa ini ke depan?
Nanti ke depan, ini ada bisnis lanjutan. Seperti Go Food. Sehingga PLB itu bisa one stop service. Di samping dia menimbun juga bisa ngantar.
Jadi ada orang yang mau ekspor, dia telepon PLB yang isinya kapas. Dia lihat, tes dan kualitas masuk. Tolong dong kirim pabrik di Jawa Tengah. Jadi saya sebagai pengusaha nggak perlu pusing-pusing tracking dan kontainer.
Keinginan pemerintah bahwa, Indonesia diharapkan menjadi logistic center untuk suplai barang ke market kita, kawasan ASEAN. Bahkan kita berharap Indonesia menjadi logistic center untuk internasional. (mkl/drk)











































