Mengintip Kondisi Kelistrikan di Papua Hari Ini

Wawancara Khusus

Mengintip Kondisi Kelistrikan di Papua Hari Ini

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 27 Okt 2016 07:36 WIB
Mengintip Kondisi Kelistrikan di Papua Hari Ini
Foto: Michael Agustinus
Mimika - Papua adalah daerah yang pembangunannya paling tertinggal di Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat 'Nawacita'-nya telah menyatakan akan membangun dari pinggiran, supaya rakyat di daerah-daerah tertinggal bisa meningkat kesejahteraannya, tidak jomplang dengan kota-kota besar.

Sebagai implementasi dari Nawacita, PT PLN (Persero) sejak Januari 2016 telah mencanangkan 'Maluku-Papua Terang 2019'. Dalam kunjungannya ke Papua pekan lalu, Jokowi meresmikan infrastruktur-infrastruktur kelistrikan yang diharapkan menjadi tonggak pembangunan kelistrikan di Papua. Jokowi juga secara khusus meminta PLN membuat Papua terang benderang.

Untuk mengetahui kondisi kelistrikan di Papua, tantangannya, dan upaya-upaya yang dilakukan oleh PLN supaya Papua bisa terang benderang seperti Jawa, detikFinance mewawancara khusus Direktur Bisnis Regional Maluku Papua PLN, Haryanto WS, di Kabupaten Mimika, Papua, pada Rabu (26/10/2016). Berikut petikannya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bisa diceritakan secara umum bagaimana kondisi kelistrikan di Papua?
Pengembangan kelistrikan itu kan sangat tergantung dari besaran beban, integrasi sistemnya. Besaran itu memengaruhi teknologi yang digunakan. Sistem yang besar dengan beban yang besar beda teknologinya dengan sistem yang kecil dengan beban yang kecil. Contohnya di Indonesia Timur, karena ini kecil-kecil maka pilihannya nggak banyak untuk teknologi pembangkit apa yang cocok di sini, khususnya yang cepat dan murah. Mau bikin PLTU, dulu nggak ada yang kecil-kecil, adanya minimal 50 megawatt (MW)-100 MW, apalagi sekarang sudah cenderung ke 1.000 MW, yang kecil-kecil itu pabrikan besar nggak produksi.

Maka pilihan paling cepat dan paling reasonable ya pakai diesel, PLTD. PLT Biomassa itu baru sekarang-sekarang ada. PLTS baru sekarang harganya murah, dulu mahal sekali, lebih mahal dari PLTD. PLTMH juga baru belakangan menggeliat, dulu sangat jarang. Itu kondisi yang agak kurang menguntungkan di daerah-daerah Indonesia bagian timur.

Kemudian integrasinya. Bebannya kecil-kecil dan tersebar jauh. Kalau kecil tapi dekat masih bisa terintegrasi dengan transmisi atau jaringan 20 kV. Oleh karena itu harus dibangun sistem yang terpisah-pisah, sistem-sistem isolated. Itu yang juga menyulitkan dalam pembangunan kelistrikan. Sistem Jawa-Bali itu dulunya ya seperti ini, tapi tumbuh menjadi besar kemudian bisa diikat dengan jaringan transmisi.

Mengapa PLTMG (pembangkit listrik tenaga mesin gas) yang dipilih untuk menambah pasokan listrik di Papua?
Itu yang cepat, sesuai kebutuhan. Kebetulan di Papua ini ada Lapangan Tangguh, pemerintah daerah dapat alokasi gas 20 MMSCFD, itu kurang lebih 100 MW. Kita akan serap untuk menyuplai pembangkit-pembangkit di Papua. Program PLTMG di Papua ini sejalan dengan alokasi gas di Papua, kemudian juga keberadaan gas di Papua. Di Sorong, 90% pembangkit PLN pakai gas.

Jadi 253 MW yang bagian dari proyek 35.000 MW di Papua itu PLTMG semua?
Iya, PLTMG semua. Bangunnya antara 1-15 bulan. Begitu PLTMG ini jadi, kalau tidak ada lonjakan beban yang signifikan, kita sudah siap mengadakan PON (Pekan Olahraga Nasional) 2020 di Papua.

Total ada berapa desa di Papua yang belum berlistrik?
Maluku dan Papua itu saya punya kurang lebih 170 sistem yang terpisah di berbagai lokasi, di Papua sendiri 110 dan sisanya Maluku. Ada yang cuma 20 KW di 1 kecamatan, kalau di Jawa cuma 1 rumah itu. Di sini paling besar sistem di Jayapura, yaitu 70 MW. Itu juga nyalanya sebagian besar tidak 24 jam, mungkin hanya 6 jam. Sekitar 71 dari 110 sistem itu nyalanya masih 6-12 jam. Hanya 40-an sistem yang sudah 24 jam, terutama di kota-kota besar. Itu pun baru menjangkau rasio elektrifikasi sekitar 45%, masih ada 364 ibu kota kecamatan atau sekitar 3.500 desa yang belum berlistrik.

Jadi dari 12.000-an desa di seluruh Indonesia yang belum mendapat fasilitas listrik dengan baik, 3.500-an itu di Papua?
Data saya sementara mengatakan seperti itu. Nanti akan kita lihat dengan kita datangi, apakah betul belum berlistrik, mungkin sudah berlistrik mandiri, atau dapat dari Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, atau dapat dari Pemda. Tapi PLN belum hadir di situ.

Apakah ada gangguan keamanan dalam pembangunan infrastruktur kelistrikan di Papua?
Selama ini tidak ada, Insya Allah ke depan tidak ada. Ini kan kita kerjakan juga untuk kepentingan rakyat.

Berapa rata-rata biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN di Maluku-Papua?
Maluku itu fuel mix-nya (bauran energi) paling jelek se-Indonesia. Hampir 98% pakai BBM, hanya terbantu karena di Tidore PLTU 2 x 7 MW sudah mulai beroperasi. Papua sedikit lebih bagus, sekitar 75-80% yang dari BBM karena ada PLTG di Manokwari dan PLTA. BPP di Papua itu sekitar Rp 2.300/kWh, di Maluku itu Rp 2.900/kWh. Paling tinggi se-Indonesia di Maluku itu. Harga jual rata-ratanya Rp 945/kWh. Jumlah pelanggan sekitar 500.000.

Kita lagi berjuang supaya BPP di Maluku-Papua itu bisa turun dengan menggunakan PLTA, PLTMH, PLTU skala kecil, dan PLTG. Di Papua ini perbedaan BPP itu sangat variatif. Di Wamena itu harga BBM plus ongkos angkutnya sudah Rp 13.000/liter atau sekitar Rp 4.000/kWh, belum biaya pemeliharaan, biaya pegawai.

Pertamina kan baru-baru ini ditugaskan menjalankan Program BBM Satu Harga, apakah biaya angkut solar untuk PLTD PLN di Papua bisa jadi lebih murah?
Kita masih tanda tanya, itu berlaku buat PLN nggak? Selama ini nggak boleh. Tantangan kita dalam melistriki 14 kabupaten di pedalaman Papua adalah bagaimana mentransportasikan BBM ke sana supaya harganya bisa lebih murah. Kemudian juga bagaimana membangun pembangkit yang lebih murah dari PLTD di sana.

Kira-kira energi alternatif apa yang memungkinkan untuk dipakai di 14 kabupaten di pedalaman Papua itu?
Tergantung, ada daerah yang beruntung punya potensi air, seperti di Kabupaten Deiyai. Kita belum punya data potensi energi di 14 kabupaten itu. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads