Memang ada penurunan bunga kredit, namun tidak secepat yang diharapkan. Padahal diketahui, suku bunga kredit sangat dibutuhkan untuk mendorong laju perekonomian.
Tidak hanya pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan berbagai kebijakan agar bisa mendorong penurunan suku bunga kredit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut petikan wawancara detikFinance dengan Wapres JK di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jumat (28/10/2016).
Pemerintah menginginkan bunga kredit single digit tahun ini, sementara waktu yang tersisa hanya dua bulan. Apa bisa terealisasi?
Seperti yang anda tahu, bunga kredit Indonesia beberapa waktu lalu adalah yang tertinggi di Asia. Karena itu kita menurunkan dengan benchmarking seperti Thailand. Thailand hanya 7%.
Akhir tahun ini diperkirakan kita akan bisa 9%. Dengan cara menurunkan suku bunga acuan BI (BI-7 days repo rate). Kemudian deposan besar dalam hal ini lembaga pemerintah harus jangan mempersaingkan hingga memberikan bunga yang tinggi. Sudah ada aturannya di Kementerian Keuangan. Mereka hanya boleh 100 bps dari sekarang kan 4,75%. Jadi paling tinggi mereka 6%. Artinya kredit bisa 9%.
Apakah bank mau menurunkan bunga kredit?
Kalau mereka tidak mau, ya mereka tidak bisa bersaing. Karena kalau bank pemerintah depositonya sudah ditetapkan, yaitu hanya boleh 1% di atas bunga acuan BI. Kalau ditambah 3% itu sudah 7,75%. Cukup lah itu.
Dengan posisi sekarang, apakah bank sebenarnya sudah untung?
Sudah. Zaman dulu gilanya kredit mikro 23%. Kredit korporasi 10-12%. Jadi justru pemerasan yang luar biasa terjadi. Justru ketidakadilan yang terjadi. Makanya kenapa kita turunkan itu.
Tahun ini secara year to date, penyaluran kredit masih sangat lemah. Artinya permintaan swasta nggak besar, bagaimana menurut Anda?
Karena dalam kondisi begini, ekonomi dunia melemah. Kalau anda diberi uang Rp 1 triliun hari ini, anda mau bikin apa? Tidak mudah. Bikin hotel, penuh. Bikin ekspor, apa yang bisa mau lancar kecuali yang jangka panjang seperti mesin dan tekstil. Tapi yang namanya batu bara, mining, sawit, karet menurun, akibat (permintaan) China menurun.
Jadi memang peningkatan kredit menurun. Properti juga tidak sehebat dulu. Itu semua secara ekonomi orang menahan investasinya. Akibatnya laju kredit menurun. (hns/drk)











































