Strategi Menhub Genjot Penerbangan dan Pariwisata RI

Wawancara Khusus Menteri Perhubungan

Strategi Menhub Genjot Penerbangan dan Pariwisata RI

Dana Aditiasari - detikFinance
Selasa, 06 Des 2016 07:16 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Pemerintah punya target ambisius membawa 20 juta turis mancanegara berkunjung ke Indonesia di tahun 2020. Kementerian Perhubungan punya andil besar untuk memastikan target tersebut bisa tercapai.

Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, ketersediaan layanan tranportasi terutama tranportasi udara yang andal, bisa menjadi gerbang peningkatan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.

Namun demikian, masih banyak tantangan untuk mencapai target tersebut. kepada detikFinance, Budi menyebut, tantangan utama yang harus dipecahkan adalah mengurai kepadatan lalu lintas udara di Bandara Soekarno Hatta agar memiliki ruang yang cukup untuk melayani lebih banyak penerbangan rute internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana caranya? simak wawancara khusus detikFinance dengan Budi Karya Sumadi, Jumat (2/12/2016) lalu:

Strategi Menhub Genjot Penerbangan dan Pariwisata RIFoto: Rachman Haryanto

Bagaimana upaya anda mengembangkan industri penerbangan Nasional?
Ada banyak hal, pertama adalah membagi pelayanan udara. Ada yang (melayani rute) nasional dan ada yang internasional.

Yang nasional kami harus jangkau titik terjauh di Pegunungan Papua, pedalaman Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya. Kami ingin dana-dana itu akan kami dedikasikan ke pelabuhan terujung. Dana kami terbatas, makanya beberapa bandara kami berikan kepada AP I dan II supaya uang kami sampai ke sana.

Karena hampir setiap hari, kami menerima bupati minta dibangun bandara, minta ditambah flightnya segala macam, karena mereka mau ke ibukota mesti dua hari, mesti perjalanan sekian jam. Itu yang pertama.

Yang kedua, adalah bagaimana kami efisienkan membuat pola hub and spoke.

Jadi menurut anda, industri penerbangan nasional masih belum efisien?
Ada satu contoh yang sekarang ini penerbangan mengikuti, di situ ada traffic ya semua ke sana. Semua ke Jakarta, dari kota kecil ke Jakarta semuanya. Ini membuat Jakarta penuh tapi tak produktif.

Dari Pangkalan Bun, Muara Bungo, semuanya ke Jakarta.

Lalu, apa yang akan anda lakukan?
Bandara yang besar seperti Jambi, Medan, atau di timur, Balikpapan harus jadi, sub hub masing-masing, sehingga nggak semua ke sini (ke Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta).

Nah dengan demikian bisa membuat Jakarta lebih longgar dan bisa digunakan untuk internasional.

Dan juga dari Jawa ke Sumatera, atau Sumatera ke Jawa, semua inginnya transitnya di Jakarta. Padahal kalau diteliti, ada penumpang yang ingin direct. Dari Kuala Namu ke Yogya, atau dari Palembang ke Bali. Atau ke Solo.

Jadi kami satu sudah bisa bangun Solo sebagai hub di Jawa. Jadi dari Solo itu bisa ke mana-mana, bisa ke Palembang, Pekanbaru, Kuala Namu, Jambi. Semua kota-kota di timur dan barat dia bisa lakukan. Sehingga orang itu naik pesawat kecil atau naik kendaraan dari Jawa Timur-Jawa Barat ke sana (Solo), sehingga tidak perlu ke Jakarta, sehingga waktunya lebih pendek.

Di Palembang mungkin akan calonkan Palembang, sebagai pusat penerbangan tertentu, selain Medan. Kalau Medan kan untuk utara, tapi yang di selatan kan juga butuh, kami buat yang sama. Medan kan sudah mulai ke Bali.

Dengan pembagian layanan antar bandara ini, dampak apa yang anda harapkan?
Ini bisa membuat lalu lintas dari penerbangan lebih efisien. Sama dengan laut, udara juga punya urusan dengan hub atau sentra penerbangan di Bali dan Jakarta. Kita tahu itu adalah 2 kota yang diminati penerbangan internasional.

Nah oleh karenanya dengan cara tadi kami akan kurangi kepadatan Jakarta dan Bali.

Bali sekarang ini, masa ATR mesti parkir di Bali. ATR kalau mau parkir ya di Banyuwangi atau Labuhan Bajo. Supaya di sini ada pesawat lebih besar yang bisa parkir.

Nah yang di Jakarta juga gitu. Kami minta Bombardier jangan di situlah, di tempat lain.

Tanpa upaya ini, kerugian apa yaang akan dialami Indonesia?
Sekarang (di Bandara Soekarno Hatta), internasional itu cuma 15% (dari keseluruhan rute). Bali meningkat lebih besar, kira-kira 40%.

Nah ini menggambarkan bahwa Jakarta hanya bisa menghubungkan dengan 35 titik (kota di dunia). Ini dampaknya pada turis, pada kebesaran Soekarno-Hatta.

Bila upaya anda berhasil dan Bandara Soekarno Hatta lebih lengang dari penerbangan domestik, apa dampaknya untuk industri pariwisata?
Kita upayakan dari Soekarno-Hatta itu bisa ke India, Srilanka atau kota-kota di Eropa itu mesti ditambah. Supaya, kemampuan orang jadi turis, bisnis. Misalnya orang dari Polandia ingin ke sini (ke Indonesia), sehingga orang-orang Eropa timur itu punya jangkauan ke tempat kita.

Ini memang tak gampang, sama seperti di Laut. Kami harus mendisiplinkan orang-orang kita, bagaimana mencukupi secara kuantitas tertentu.

Oleh karenanya, Soekarno-Hatta, Bali, Surabaya, landasannya kami perbaiki. Terus terminalnya kami perbaiki, supaya bisa memiliki kapasitas dan kemampuan setara seperti yang ada di Jakarta. Kami sangat intensif melakukan improvement di situ. (dna/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads