Lebih Dekat dengan Budi Karya, 'Calon' Dokter yang Jadi Menteri

Wawancara Khusus Menhub

Lebih Dekat dengan Budi Karya, 'Calon' Dokter yang Jadi Menteri

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 12 Apr 2018 11:16 WIB
Foto: Istimewa.
Jakarta - Hampir dua tahun Budi Karya Sumadi menduduki posisi Menteri Perhubungan. Dia resmi masuk ke kabinet Juli 2016 lalu menggantikan posisi Ignasius Jonan yang digeser menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Menjadi menteri bukan perkara mudah. Mantan bos PT Angkasa Pura II ini mengaku, salah satu hal yang terberat ialah mengubah paradigma dari pengusaha menjadi regulator. Budi Karya tidak lagi berorientasi pada pelayanan dan keuntungan. Namun, fokus dia saat ini ialah membangun dan melayani masyarakat.

Lantas, bagaimana kegiatan sehari-hari Budi Karya? Apa suka-dukanya jadi menteri?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

detikFinance mendapat kesempatan berbincang dengan Budi Karya di tengah kesibukannya meninjau beberapa proyek beberapa waktu lalu. Begini kutipan wawancaranya.


Bagaimana Rutinitas Anda Sebagai Menteri?

Saya bangun rata-rata jam 5.00 WIB, tentu subuh-an dulu. Hari-hari tertentu tiga kali seminggu saya main pingpong dari 5.30 sampai 7.00. Jam 7.00 baca koran. Mandi. Jam 7.30 ke kantor.

Jam 8.00 di kantor memang lebih banyak rapat dan terima tamu mungkin 75%. Saya memang siang membiasakan selalu tidur 15 menit sampai setengah jam. Jam 13.00 setelah makan saya kerja lagi. Biasanya di kantor jam 18.00 sampai jam 20.00 WIB.

Saya biasanya terima tamu, bisa di kantor, bisa di rumah, bisa di luar. Jadi relatif rutin seperti itu. Sabtu-Minggu, saya satu hari pasti keluar atau lihat proyek. Minimal sehari, kadang-kadang Sabtu-Minggu karena kalau waktu biasa, waktu saya enggak cukup untuk mengkoordinasikan.

Jam Berapa Biasanya Anda Tidur?

Saya tidur rata-rata jam 23.00-24.00 WIB. Kadang-kadang jam 1.00. Jam 22.00 jarang. Jam 3.00 kadang-kadang suka bangun.

Kenapa Anda Sering Kerja di Akhir Pekan?

Satu, saya enggak mau hari-hari weekday bekerja, karena di situ tim staf lengkap kalau ada rapat lengkap, kalau saya keluar kota saya ingin juga teman-teman saya menyisakan hari-hari libur mikirin tentang kerja.

Sektor perhubungan yang namanya kereta api, mau pesawat, bus, Sabtu Minggu kan kerja. Mereka kan pasti batin, 'enak aja gue kerja lu tidur-tiduran'. Kita juga menyertai teman-teman. Saya ke Surabaya berangkat Sabtu pagi pulang Sabtu sore, atau Sabtu pagi pulang Minggu sore. Teman-teman di bandara tahu temannya juga kerja.

Jadi membiasakan kita ada satu kebersamaan, antara kita-kita di kantor dengan lapangan sama. Karena macam di bandara otoritas bandara kerja, kereta api kan kerja. Kita mesti imbangi.

Bagaimana Cara Anda Jaga Stamina?

Satu tentu olahraga walaupun tidak teratur. Main pingpong 3 kali seminggu. Kadang-kadang jalan-jalan kecil. Banyak air putih. Dan ini kan air hangat. Minum madu. Kadang-kadang vitamin.

Dan satu lagi, kadang-kadang sela hari saya ajak teman-teman nyanyi di rumah, Sabtu atau Minggu. Saya sekarang ada seniman binaan. Satu di Surabaya satu di Jakarta. Itu pengamen. Yang Surabaya pas saya makan rawon ketemu mereka. Keren lho. Kemarin juga gitu, ada kegiatan di Stasiun Kota. Ketemu pengamen Suropati. Kemarin acara stasiun mereka iringi.

Dan saya percaya enggak percaya, menyempatkan nyanyi sebentar, lebih lepas, waktu tidur enggak kepikiran online.

Bagaimana Cara Anda Membagi Waktu antara Tugas dan Keluarga?


Keluarga kan istri satu, anak satu sekarang dia di Singapura. Kalau istri pagi dan sore, malam ya. Sabtu atau Minggu, makan lah.

Kalau Sibuk, Istri Sering Marah Nggak?

Ooo kadang marah. Haha... Apalagi pulang jam 21.00-22.00. Yang bagus ini ada Instagram, jadi setiap kali kunjungan pasti ada yang saya share, jadi istri saya tahu, anak saya tahu apa kegiatan saya. Jadi Instagram bermakna. Untuk teman-teman di kantor dia tahu. Istri tahu kalau tau saya kerja, anak tahu. Secara tidak langsung dia tahu masih kerja.

Apa Perbedaan yang Paling Anda Rasakan antara Menjadi Dirut AP II dan Sekarang Saat Jadi Menteri?

Dinamikanya memang lain. Kalau di AP rencana itu dikaitkan bagaimana mendapatkan pendapatan. Level of service. Kalau di pemerintah mikirin spending bagaimana proyek itu terlaksana dengan baik. Dan di perhubungan kerjaan tiga. Pertama sebagai regulator, mengatur. Kedua sebagai pembangun. Ketiga kita juga sebagai operator. Tapi enggak mikirin uang.

Karena di perhubungan ada 3 tugas bersamaan. Tugasnya lebih berat. Kita harus mengatur seseorang yang tadinya kompetensi regulasi, terus berubah menjadi yang bangun kemudian dia jadi operator. Ini dinamika yang tidak mudah. Oleh karenanya saya mencoba menerapkan, pemikiran korporasi. Secara tidak langsung Pak Presiden juga memberikan satu arahan, saat sekarang bukan pemerintah yang bekerja untuk masyarakat, tapi swasta juga dilibatkan. Bahkan dalam porsi lebih besar. Di situ ketemunya, antara apa kompetensi saya.

Lebih Berat Mana antara Jadi Menteri atau Pengusaha?


Karena jenjangnya lain, ya pasti lebih berat sebagai menteri. Di udara, saya mengerjakan Indonesia bagian barat. Tapi kan detil sampai WC saya kerjain. Kalau di sini seluruh Indonesia, ada udara, darat, kereta api, laut. Tapi challenging. Yang mesti kita maknai saja. Semua itu tantangan. Dengan tantangan itu kita bisa kerja lebih semangat. Kalau kerja lebih semangat hasilnya juga optimal. Kalau hasilnya optimal ada satu kebanggaan. Waktu dulu di Soetta, challenge saya paling besar Terminal 3, waktunya padat sekali, pekerjaan itu dari hitung uang sampai operasi. Itu challenging juga.

Sebelumnya, Pernah Terpikir Akan Jadi Menteri Seperti Sekarang?

Saya enggak pernah kepikiran jadi menteri, kerja saja mengalir.

Emang Cita-citanya Apa?

Disuruh jadi dokter, daftar dokter enggak lulus. Karena enggak bisa kimia. Saya daftar di Unair lho. Saya cuma daftar dua, Unair karena kakak saya spesialis sana, sama di Gadjah Mada arsitek.

Tapi memang setengah hati, kimia jelek, fisika juga jelek. Gimana mau lulus. Akhirnya keterima di Gadjah Mada.

Apa yang Ingin Anda Capai dalam Bekerja?

Saya bukannya sok ya, kalau pekerjaan menantang itu menjengkelkan tapi juga menyenangkan. Jengkel kalau waktu dimaki-maki orang, tapi menyenangkan karena ada semangat. Kadang-kadang kalau enggak tantangan kerja bosen.

Apa Ukuran Keuksesan Bagi Anda?

Sebenarnya sukses kan relatif, kalau saya lihat satu barang selesai bagus itu belum sukses. Tapi kalau orang, saya ke Bandara Bandung bagus, layanan bagus rasanya senang. Ada yang harus ditambahi teman-teman perhubungan, oknumlah ya mereka hanya berbasis project. Kamu bangun project untuk apa, utilisasi saat akhir mesti jelas. Dan diadakan saat ini membangun, pas jadi itu terjadi. Kan kita ada proyek mangkrak, makanya saya minta Irjen keliling lihat proyek mangkrak. Bayangin, satu pelabuhan yang tidak diperlukan dibangun, sementara yang lain diperlukan. Ada pikiran, ada ide, ada membangun, sudah selesai bangun. Bangunan itu digunakan orang, orang itu puas. Baru itu sukses.

Bicara Soal Jadi Personel Elek Yo Band, Bagaimana Cerita Awalnya?

Yang maksa saya Pak Basuki (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Pak Basuki sudah bermusik kira-kira 5 tahun, saya kepaksa waktu itu, karena saya Ketua Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) dan disuruh main di depan anak-anak mahasiswa. Kira-kira enggak sampai setahun yang lalu.

Yaudah saya bisa main gitar dikit-dikit, ada yang ngomporin, adik iparnya Mas Pramono Anung. Namanya Pulung. Dua orang itu, Pulung dan Pak Basuki. 'Aku rak iso (saya enggak bisa), nyanyi bareng-bareng aku', dia bengok-bengok (teriak-teriak) sebelah kiriku.

Seneng kan waktu saya jadi mahasiswa, menteri tampil nyanyi ada satu semangat untuk mereka. Hari itu kita nyanyi beberapa lagu. Terus Pak Basuki ngomong, nama bandnya apa? Elek Yo Band (pelesetan dari elek yo ben/jelek ya biar saja). Karena memang elek (jelek). Haha

Latihannya Rutin?

Enggak, kadang-kadang saja. Makanya waktu di Detik saya enggak sempat latihan. Habis kunjungan Pak Jokowi, jam 7.00 enggak bisa tidur. Ketemu sekali latihan. Terus tampil itu di Detik.

Soal Bandara Kertajati Kapan Diresmikan?

Kertajati selesai itu minggu kedua bulan Mei, akan mulai soft opening minggu ketiga Mei, diusulkan kepada Presiden minggu pertama atau kedua bulan Juni untuk grand opening.

Karena kita merencanakan ada paling tidak 5-20 penerbangan ke beberapa kota di Indonesia. Di antaranya Medan, Palembang, Surabaya, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar dan Bali. Tapi kota lain mungkin juga. Pontianak Pekanbaru.

Dan kita mengharapkan haji yang kira-kira minggu kedua bulan Juli sudah bisa dilaksanakan. Dengan menggunakan Airbus 330. Kita merencanakan paling tidak ada dua kabupaten yang dimasukkan di situ Majalengka dan Sumedang, itu kira-kira 7 flight minimal. Tapi kita bisa kembangkan Cirebon dan Kabupaten Cirebon.

Adanya Bandara Kertajati, Bagaimana Nasib Bandara Husein Sastranegara Bandung?

Melengkapi, jadi kalau satu fasilitas ada daerah layanan. Kalau bandara itu jarak 200 km dari kota-kota ada. Di tempat itu memang enggak ada. Karena Husein Sastranegara kan terbatas sekali.

Dia akan menarik 12 kabupaten/kota. Majalengka, Sumedang, Subang, Indramayu, Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kuningan, Ciamis, Karawang, Brebes, Tegal.

Mereka itu kan harus ke Jakarta, kalau Jakarta-Cirebon 4 jam, Bandung 3 jam. Cirebon cuma 40 km dari sini.

Nanti dengan Bandung saling melengkapi. Orang Bandung tetap di situ, Bandung-Bandung Selatan, Cianjur, Garut, Tasikmalaya tetap di Bandung.

Apakah Bisa Dipakai untuk Mudik?

5 kota itu Medan, Surabaya, Balikpapan atau Banjarmasin, Makassar, Bali. Tapi tadi saya ngomong ada beberapa airline ada yang mau 20 flight sehari, 10 flight sehari.

Maskapai Apa Saja yang Sudah Pasti Masuk?

Belum ada yang pasti, tapi mereka sudah survei, biasa kalau survei tertarik. Tapi kalau lihat reserachnya cukup banyak 15 juta orang di situ.

Kapasitas Bandara Berapa?

Sekarang mungkin 5 juta, bisalah 4-5 tahun.

Kemudian mengenai aturan ojek online yang masih ramai, bagaimana?

Jadi pemerintah memfasilitasi agar para ojek pimpinannya berkomunikasi dengan Grab ataupun Gojek mendapatkan satu tarif yang memadai, treatment pembayarannya lebih stabil, sehigga mereka punya kepastian pendapatan.

Itu kan pendapatan, kalau pengaturan operasional?

Bilateral aja, kaya majikan sama pekerja aja. Itu enggak bisa dicampuri pemerintah saja. (zlf/zlf)

Hide Ads