Ide Cemerlang Pengusaha Belia Bikin Fashion Ramah Lingkungan

Wawancara Malinda Amalia

Ide Cemerlang Pengusaha Belia Bikin Fashion Ramah Lingkungan

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 03 Apr 2019 08:19 WIB
1.

Ide Cemerlang Pengusaha Belia Bikin Fashion Ramah Lingkungan

Ide Cemerlang Pengusaha Belia Bikin Fashion Ramah Lingkungan
Foto: Malinda Amalia/Herdi Alif Alhikam
Jakarta - Ide membuat usaha bisa jadi dari mana pun. Termasuk kegelisahan diri terhadap apa yang terjadi di masyarakat.

Hal itu terjadi pada anak muda Malinda Amalia yang menangkap kegelisahannya akan lingkungan hidup dalam bentuk usaha fashion. Linean namanya, usahanya ini menggunakan bahan ramah lingkungan dalam pembuatan produknya.

Konsep slow fashion movement adalah hal yang dia bawa dalam bisnis fashionnya ini. Konsep tersebut menentang konsep pabrikan fashion besar di dunia yang tidak memperdulikan lingkungan sekitarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan merek Linean-nya ini, Malinda juga berhasil memenangi kompetisi Wirausaha Muda Mandiri 2018 yang dihelat oleh Kementerian BUMN akhir tahun lalu.

Di sela-sela acara Indonesia Future Fest (IFF) 2019 di FX Sudirman Jakarta Jumat pekan lalu (29/3/2019), Malinda berbagi cerita bisnisnya kepada detikFinance. Berikut ini wawancara lengkapnya :
Linean itu apa?
Jadi aku bikin Linean ini sejak Januari 2017, brand kita ini kearah eco-friendly gitu, kita membawa apa yang namanya slow fashion movement gitu. Kayak kalau fast fashion movement gitu seperti H&M, Zara, dan lainnya itu kan pembuatannya tuh selalu kayak bikin terus tapa lihat sekitarnya, seperti limbahnya ataupun pekerjanya. Mereka bahkan pernah kasus seperti di Bangladesh, pekerjanya cuma dibayar Rp 1.000/hari, tapi bikin bajunya massif gitu.

Dari brand aku sendiri kita melihat sekali kasus seperti itu maka kita mencoba untuk berpindah menuju ke slow fashion movement, di mana kita pikirin mengenai limbahnya. Contoh bahannya kita bikin pakai serat tanaman rami, linen. Ke depannya pun kita akan kembangkan bahan ramah lingkungan lain, eco katun, dan bahan eco friendly lain.

Bukan hanya bahannnya aja, limbahnya pun kita tetap perhatikan, misalnya ada sisa bahan potongan gitu kita buat jadi aksesoris seperti tempat sedotan logam, kita bikin totebag, atau tempat make up. Jadi kita pikirin sekali limbahnya ini agar nggak cuma kebuang gitu aja.

Linen ini karakteristiknya bagus gitu, ketahanannya juara. Dari dulu bahkan zamannya Cleopatra di Mesir pun mereka pakai Linen, mumi pun diurapi pakai Linen. Karena ketahanan, anti bakteri, dan bisa menyesuaikan suhu juga. Jadi ada nilai yang kita angkat untuk product knowledge ke customer, kalau disini kita jual barang yang bagus buat customer tapi ramah lingkungan juga gitu. Kita pun dalam pewarnaan juga menggunakan warna alami, misalnya secang, tingih terus natural dying.

Jadi slow fashion movement ini mengubah pola pikir masyarakat di mana kita mau masyarakat berpikir berapa kali mereka harus belanja dan berapa kali harus pakai ini karena ini merubah lingkungan juga gitu, dan beberapa forum di luar negeri sudah kecam para fast fashion ini untuk lebih melihat lingkungan.

Contohnya ada peneliti bilang kalau di 2045 aja, butuh setidaknya empat bumi untuk menampung limbahnya para fast fashion itu, dan itu aja untuk Amerika aja. Itu dia concernnya para fashionpreneur mau shifting ke slow movement.

Kita pun sesuai dengan para pekerja kita gitu kan kita bayar dengan baik kita treat dengan baik, karena kalau pabrikan besar itu sering tidak melihat para pekerjanya, bahkan di Bangladesh sampai ada gedung yang runtuh cuma gara-gara pihak pabrikan nggak mengurusi para pekerja dan tempatnya gitu. Sampai ada yang sakit dan meninggal juga lho.

Pernah menang kompetisi BUMN, boleh diceritakan?
Iya jadi kita ikut namanya kompetisi wirausaha mandiri gitu, applicantnya 16 ribu orang, kemudian diseleksi sekitar 66 orang dan diseleksi lagi sampai ada pemenangnya. Alhamdullilah si Linean ini menang juara satu, lalu di sana aku sempet dikarantina gitu dengan Kementerian BUMN dan Bank Mandiri, kita dikasih knowledge mengenai bisnis dan sempet dipertemukan dengan beberapa pengusaha muda sukses juga kita. Itu tahun lalu akhir tahun 2018 sekitar September, waktu itu Linean udah mau jalan setahun.

Kenapa berpikir bikin slow fashion movement ini?
Karena memang beranjak dari lingkungan aku sih, banyak nih yang ajak pakai barang yang ramah lingkungan dong kurangi plastik, jangan pakai sedotan, dan sebagainya. Terus ada juga temen yang mikir kayak bikin bisnis bareng yuk, dia itu fashion designer dan aku basicnya IT dan Statistik, yaudah kita kolaborasi, dia urusan creative directornya aku lebih ke part bisnis.

Karena kita interest sama hal-hal eco friendly, kita nggak mau egois sama bumi dan mau pikirin untuk manfaatkan seoptimal apapun meski limbah sekalipun makanya kita coba pikirkan bahan apa ya yang bisa dukung eco friendly gitu? Terus kami ketemu sama salah satu temen yang bergerak di fashion consulting dan dia tawarin pakai bahan Linen. Alhamdullilah setelah menjajaki wirausaha muda kami pun dapat investor disana, nah dari situ bikin kita berkembang deh.

Dalam berbisnis kita itu mau menjadi penjawab masalah sosial, misalnya Gojek Grab dia kan memecahkan masalah sosial di masyarakat kayak macet-macetan pengen cepet mereka bikin ojek online, even Nadim Makarim juga dia maunya disebut sebagai sosiopreneur kan bukan entrepreneur. Nah kita concernnya ke sana, kita mau jadi problem solver gitu di masyarakat, nah masalahnya itu dia kita bisa menjaga bumi dan tidak egois sama lingkungan.

Oh ternyata fashion itu nggak melulu yang di produksi terus, fashion tuh bukan yang orang beli cuma karena suka, fashion dibeli tuh ternyata karena ada meaningnya gitu ada product knowledgenya di dalamnya, bahwa ini tuh baju mereka bisa mau dikemanain atau mau diapain sama baju ini. Gimana caranya kita berikan product knowledge ke pasar agar mereka nggak cuma beli aja tapi mencintai isi produknya.

Produknya apa saja sejauh ini?
Kita ada atasan, outer, celana, totebag, tempat sedotan, tas make up. Terus kita juga sekarang ada juga tanaman. Bisnis model Linean sendiri akan mengarah ke ecofriendly.

Jualan di mana, masih online atau sudah ada toko?
Kita masih kerja sama dengan beberapa e-commerce juga, seperti Clara Magazine, GanaGani and Co. salah satu pemenang e-commerce Asian's Top Model, dan Pasaraya Store. Selain itu kita punya Instagram kita dan website. Kita pun sedang progress ke online store, saat ini masih goes online aja.

Produk sudah sampai mana aja, masih lokal atau sudah sampai internasional?
Kita sudah sempet kolaborasi, jadi sudah ada reseller yang ke London dan Singapura juga terus kita rencananya mau buka di HG Land Singapore offline di sana, karena di sana sudah ada channelnya maka kita sudah mau gunakan mulai bulan Mei. Kalau di Indonesia kayaknya akhir tahun.

Karena kalau disini kita harus sesuaikan segmentasi gitu kan, karena Linean itu rangenya Rp 300 ribu sampe sekitar Rp 3 juta gitu, jadi makanya kita harus menyesuaikan segmentasinya. Kalau kita jual tidak sesuai segmentasi malah tidak laku gitu, misal lets say kalau aku jual di Jakarta Selatan mungkin akan laku gitu, misal Senayan City atau Pacific Place. Jadi kita sedang demografikan dulu titiknya di mana, karena di HG Land kan sudah pasti kan memang segmentasinya untuk fashion di sana.

Secara bisnis, apakah usaha ini menguntungkan?
Sangat menguntungkan sekali, sebenarnya kalau menguntungkan itu karena brandingnya bisa baik atau nggak ya seperti kalau punya produk premium maka product knowledgenya harus nyampe. Kayak misalnya, kok bisa sih Supreme harga gila gitu kenapa banyak orang beli? Karena memang mereka bisa branded. Menguntungkan, ya kita bilang menguntungkan apalagi kalau produk yang lumayan rumit karena kita beda sama yang lain.

Untuk mengukur keuntungan sendiri, seberapa besar sih pemasukannya dan apakah mencapai target?
Banget tercapai banget, waktu kita menang itu kan mulai banyak media yang liput dan nama kita dibicarakan jadi exposure juga kan naik. Banyak hal kolaborasi, seperti yang e-commerce Asian's Next Top Model itu ngajak kolaborasi, terus ada juga majalah fashion yang sering expose Dior, H&M dan segala macam kita diajak kolaborasi. Dari yang kita shifting angkanya berkisar di Rp 50 juta pelan-pelan naik ke arah Rp 100 - Rp 150 juta, signifikan lah dari tahun ke tahun.

Apalagi kalau kita bikin di HG Land nanti kita optimis bakal terus naik, jadi kemarin juga kan yang wirausaha muda itu kita sekitar bulan September jadi hingga ke Desember di akhir tahun itu kenaikannya drastis banget dimana karena ada exposure itu.

Pendapatan berapa?
Terakhir kita di angka Rp 230 juta/bulan. Maksudnya bila dihitung modal karena bahan Linen itu masuknya mahal dia kedua paling mahal setelah sutra.

Berapa memang hitungan modalnya?
Percentagenya, kalau hitungan harga sih kaya sekitar dari penjualan. Misal jual Rp 3 juta, 30% itu cuma untuk bahan karena memang masuknya mahal. Tapi kita ngakali dengan beberapa produk itu untungnya sengaja kecil aja, tapi beberapa top product kita untungnya besar. Jadi bisa subsidi silang.

Kita pun selalu fokus ke branding gitu, di Instagram photoshoot dan sebagainya. Malah brand kita jadi sering dibeli artis gitu, selain itu kita kerja sama dengan fashion stylist kolaborasi gitu. Sejauh ini masih zero marketing.

Nah fashion stylist biasanya handle artis-artis, kayak Andien, Lala Karmela, yang setiap tampil butuh baju dan nggak mungkin beli makanya kita kolaborasi sama mereka. Mereka selalu loan ke kita, dan kita memang sengaja sediakan sampling untuk mereka loan peminjaman buat shoooting tv, iklan, video klip dan lain-lain.

Tips-tips bisnis untuk masuk dunia usaha?
Pertama aku tuh nggak punya basic fashion bussines ya, cuma aku tuh sempet kerja dengan Mas Gibran anaknya Pak Jokowi untuk bisnis restorannya dia Markobar, terus aku berkecimpung di dunia e-commerce, aku berkecimpung disana. Dari sana aku bisa pelajari bussines model jaman sekarang seperti apa.

Kalau menurut aku adalah walaupun nggak tau bussines model seperti apa coba kalian itu berkerja dulu dengan orang gitu kalian mempelajari dulu bagaimana sih cara atasan ngetreat pegawainya gimana sih cara membangun kantor sendiri perusahaan sendiri. Aku pun rata-rata berkerja memang di start up gitu awalnya, di perusahaan kecil.

Nah kalau perusahaan kecil itu kan visi misi mimpinya besar kan lagi menggebu-gebu kalau kita misalnya kerja di perusahaan besar pastinya kita cuma ikuti regulasi yang atas kan kita nggak bisa terlalu involve, ketika kita kerja di start up itu banyak banget pengalamannya. Apalagi kita juga kan reaching langsung ke klien mereka gitu, misal apa vendor produksi apa partner client. Jadi kita bisa generate networking juga kalau kerjanya di startup.

Jadi kalau menurut aku nggak ada salahnya kerja dulu sama orang pelajari bisnis model dari segi FnB, Fashion atau apapun. Kalau ada yang cocok baru kita trial and error gitu ibaratnya.

Di awal tuh banyak temen aku bikin fashion brand tiga bulan selesai nggak ada kabarnya lagi, kenapa? Karena biasanya mereka itu bikin masif dulu di awal. Sedangkan aku bilang mulai dari Linean buka kita cuma punya barang sedikit, sekitar 100 quantity. Tapi masing-masing sekitar 8 model, lalu kita jual nih beberapa nggak laku kan, tapi yang laku kita jual kita repeating buat lagi produksi lagi.

Lalu kita move on per tiga bulan, setelah season pertama nggak laku, kita evaluasi kenapa sih nggak laku apakah terlalu basic atau apa, atau harganya nggak cocok. Abis evaluasi kita move on, karena quantity nggak banyak jadi modal bisa kita puterin dari season satu. Terus ketika di season dua ternyata malah yang season satu laku keras, jadi kita nggak pernah tau bisa aja yang nggak kejual sebelumnya demandnya ternyata tinggi gitu, karena memang harus terus move on kalau fashion berganti model.

Di awal itu kuantitas nggak usah terlalu banyak dulu agar fleksibel dan mudah move on ke hal lain untuk evaluasi gitu makanya Linean terus jalan karena kita evaluasi terus dan kulik lagi. Aku sering liat temen bikin bisnis fashion di awal usahanya dia berani bikin masiv bahkan samapai ada yang 1000 pieces yang dia produksi, sedangkan pas itu semua nggak kejual kaya hopeless aja mereka tuh kayak orang bangkrut aja gitu.

Makanya kita harus cek pasar dulu, cek ombak dengan cara seperti itu, dikit-dikit dulu aja. Kalau udah tau pasarnya baru dikencengin mana barang yang laku.

Dan juga menurut aku pertama kali bikin bisnis itu harus bener-bener terjung ke lapangan sih ke tempat paling bawah sekalipun. Harus terjun cari bahan, cari penjahit, harus tau ngukur-ngukur bahannya atau misalnya gimana marketingnya dan lain-lain. Yang aku pelajari dari bos-bos aku sebelumnya, saat mau bikin perusahaan karena mereka punya uang di mana bisa menghire orang mereka yaudah percayakan semua ke orang itu tanpa mereka tahu apa pekerjaan orang yang dia hire, misalnya sesimpel bikin baju. Kalau dia nggak tahu stepnya bikin baju, kaya mesti ke tukang jahit dulu atau milih bahan, ketika si pegawai yang dia percaya ini keluar, dia nggak bisa ngajarin ke pegawai baru gitu.

Kalau aku dan partner aku, kita mau tau sama lain kaya aku harus tau desain kayak apa dan dia harus paham bisnis kaya apa. Lalu kita di season dua sudah bisa hire orang dan bikin kantor sendiri. Step by stepnya kita harus terjun ke lapangan dulu.

Jadi, harus kerja dulu meski di tempat sekecil apapun buat belajar bisnis model, lalu harus siap terjun ke lapangan, dan terakhir nggak usah stok banyak di awal biar bisa jalan terus karena bisnis kan naik turun.

Hide Ads