Cerita Bos RS Mayapada Saat Mati Listrik Massal

Wawancara Khusus Anak Bos Mayapada

Cerita Bos RS Mayapada Saat Mati Listrik Massal

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 10 Agu 2019 12:08 WIB
Cerita Bos RS Mayapada Saat Mati Listrik Massal
Foto: Vadhia Lidyana
Boleh diceritakan bagaimana Pak Jonathan memulai karir dari usia berapa dan bagaimana prosesnya?
Saya kembali ke Indonesia pada tahun 2009, 10 tahun yang lalu. Saya waktu itu baru lulus dari National University Singapore (NUS). Saya waktu itu sebenarnya ingin kerja dulu di luar negeri. Ingin kerja dulu lah dimana mungkin di perbankan atau dimana, saya ingin dapat jam terbang dulu. Tapi dulu ayah saya bilang untuk saya segera kembali ke Indonesia dan dan berkarir di grup kami. Saya pun mengikuti perkataan ayah saya, dan saya mulai dari perbankan. Tapi ya selama di perbankan itu buat kita berkreativitas untuk bergerak itu lebih terbatas. Karena bank Mayapada sudah ada, dan sudah established. Mau saya apakan lagi? Nilai tambahnya menurut saya itu kurang besar. Dan saya sudah keliling juga di grup usaha kami, saya sudah masuk ke media juga di Forbes, saya masuk pada project itu, dan kemudian saya melihat sebetulnya RS itu lumayan interesting dan yang saya bicara sebelumnya itu potensinya ada. Saya pikir ini bisa memberikan nilai tambah yang lebih daripada apa yang saya lakukan di perbankan.

Apakah memilih Mayapada Healthcare karena memiliki latar belakang pendidikan medis?
Tidak ada sama sekali. Jadi sangat unik dan benar-benar harus belajar. Tapi saya lihat dalam industri kesehatan ini of course harus memiliki basis daripada industri RS. Tapi menurut saya lebih banyak kepada melatih hubungan dengan para dokter yang merupakan inti dari RS. Apalagi, dokter dan profesor itu kan jauh lebih tua daripada saya juga. Ya makanya saya banyak belajar bagaimana mengejar, bagaimana bergaul dengan mereka, berinteraksi dengan mereka, dan caranya bagaimana menjelaskan kepada RS para dokter dan profesor untuk bergabung dengan RS Mayapada. Tapi tentunya dalam direksi Mayapada Hospital juga ada yang latar belakangnya dokter, mereka ahlinya. Tetap saja saya sebagai perwakilan keluarga harus mengawasi.

Saya pun masih muda, jadi saya memastikan bahwa saya dikelilingi orang yang lebih pintar dari saya, saya tidak menyangkal hal tersebut. Karena tentunya mereka sudah punya pengalaman yang jauh lebih banyak, terutama dalam industri kesehatan. Saya banyak belajar kepada mereka.

Sebagai anaknya Bapak Tahir, apakah ada tantangan ada beban yang dipikul ketika memulai berbisnis karena ayah seorang yang mendirikan grup ini?
Pasti bebannya besar. Karena satu adalah Pak Tahir, beliau mempercayakan banyak hal kepada saya. Jadi hal pertama itu tanggung jawab yang lumayan besar. Waktu itu pun saya baru berusia 22 tahun. Saya sangat nervous, stress karena tanggung jawabnya besar sekali dan ini mengefek banyak karyawan. Hal ini berakibat kepada staf-staf semua. Jadi saya harus memastikan bahwa semua decission yang saya buat itu yang terbaik untuk perusahaan dan karyawannya. Jadi yang bergantung pada keputusan-keputusan saya juga banyak. Jadi otomatis itu responsibility-nya besar. Dan dengan responsibility yang besar dan saya masih muda pun ya seram juga. Itu saya tidak bohong, masuk pertama tanggung jawab saya sudah besar, karena biasanya kan orang masuk pertama itu mulai dari sedikit-sedikit dulu kan. Saya langsung saja ini diberikan tanggung jawab besar untuk menangani suatu hal dengan keputusan saya. Saya ketika memikirkan hal-hal itu beberapa kali untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil sudah sangat benar.

Di usia 22 tahun itu menjabat sebagai apa di Bank Mayapada?
22 tahun itu saya pertama kali masuk sebagai staf audit di bank Mayapada. Karena waktu itu Pak Tahir bilang dari audit itu kita bisa mengetahui opreasional daripada sebuah perusahaan. Jadi ada tujuannya ke situ.

Ketika harus mengambil keputusan-keputusan itu masih meminta saran kepada Pak Tahir?
Pasti pertamanya saya masih banyak berkomunikasi dengan Pak Tahir, itu kan saya masih pertama kali. Tapi sekarang ini rata-rata Pak Tahir sudah mendelegasikan kepada saya, otomatis saya juga pasti menginformasikan juga pada beliau. Bukannya beliau tidak tahu apa-apa, tapi otomatis dengan hal-hal strategi itu dia juga tahu perkembangannya seperti apa di dalam RS.

Apa sih tips-tips dalam menjalankan bisnis dari seorang Jonathan Tahir?
Tips-tipsnya, saya jujur saja masih muda masih belum tahu memberikan tips apa. Tapi bagi saya adalah mungkin saya mengambil pelajaran dari apa yang Pak Tahir telah mengajarkan kepada saya. Satu adalah kita itu tidak boleh takut untuk make the right decission. Jadi apapun keputusan yang asalnya benar, itu kita jangan takut untuk mengambilnya. Kalau keputusannya salah itu bisa memberikan efek terhadap orang, nah itu kita boleh takut. Tapi if you doing things right, and you doing for the right reason, dont be afraid to make decission. Mungkin itu tidak popular, tapi kalau itu sebenarnya untuk hal yang benar, kita tidak boleh takut. Jadi saya pikir itu satu hal yang sangat penting.

Jadi dalam bisnis itu kan ada kesempatan untuk kita nakal, nakal, nakal, tapi kita itu, saya itu selalu diajarkan untuk mengambil keputusan yang benar. Do the right decission, jadi kita jangan penakut. Kalau kita dalam industri yang lain ada yang nakal ya kita boleh takut, tapi kalau kita berbuat yang benar saya pikir kita tidak perlu takut. Jadi itu banyak membantu saya untuk make the right decission. Saya berpikir kalau ini keputusannya untuk hal yang benar ya kita berani saja, kita lakukan saja. Dan kedua adalah Pak Tahir juga bilang it's okay to make mistake. Dan belajar dari kesalahan, saya pikir ini sangat penting. Kalau kita tidak pernah salah dalam hidup artinya kita tidak tahu ini salahnya seperti apa. Jadi dulu saya sangat gugup mau A, mau B, mau C itu kan tidak tahu. Jadi kita jangan takut untuk mengambil keputusan yang benar. Lalu, kedua adalah jangan takut dengan kegagalan, itu sangat penting untuk memberanikan diri untuk mengambil keputusan. Dan kemudian adalah belajar daripada kesalahan tersebut.

Tantangan terbesar dalam menjalankan bisnis?
Saya pikir tantangan terbesar itu saya harus memastikan bahwa Pak Tahir ini kan sudah achieve berbagai hal. Tugas saya itu satu adalah, pasti saya tidak boleh membuat perusahaan ini berada di bawah daripada apa yang saya terima. Itu satu. Kedua menurut saya bukan hanya cukup untuk menjaganya. Otomatis hal terberat adalah untuk bagaimana bisa menumbuhkan lagi. Itu hal terberat kan. Kalau kita mendapatkan sesuatu dan kita taruh di bawah tanah kan aman saja, tapi bisnis kan tidak bisa ditaruh bawah tanah. Bisa saja turun. Jadi otomatis hal yang tersulit bagi saya adalah memastikan bagaimana Mayapada Group itu terus berkembang, bukan hanya stagnan. Kalau kita hanya stagnan dan yang lain berkembang artinya kita menurun kan? Jadi beban terberat itu memastikan grup Mayapada untuk terus berkembang. Dan otomatis ini merupakan grup yang lumayan besar jadi bebannya lumayan tinggi.

Bagaimana rasanya menjadi anak dari salah satu orang terkaya di Indonesia?
Kalau orang kaya pasti banyak. Tapi mungkin saya bilang Pak Tahir adalah orang yang mampu. Saya pikir ini satu adalah bagus karena ini bisa memberikan kita oportunity atau kesempatan untuk melakukan berbagai hal yang memberikan dampak positif kepada Indonesia. Saya pikir itu membuat kita memiliki suatu platform dan kemampuan untuk bisa berbuat baik untuk negara dan juga masyarakat. Pak Tahir itu datang dari kosong, kakek saya dulu itu kan dagang becak di Surabaya. Jadi Pak Tahir itu memang backgroundnya dari kosong. Dan di sana pun dia beberapakali mencoba buka usaha dan sudah pernah bangkrut juga. Dan benar-benar Pak Tahir merasa ini adalah sebuah belas kasihan dari gusti Allah untuk bisa memberikan sesuatu kepada Pak Tahir. Jadi bagi dia itu Indonesia memberikan semuanya kepada dia. Mengapa sekarang ini beliau sangat aktif dalam kegiatan amal, kegiatan filantropis.

Jadi saya pikir sebagai orang yang mampu itu bisa memberikan kita sebuah platform untuk berbuat sesuatu dalam kebaikan. Kita diberikan sesuatu itu ya kita harus melakukan kebaikan. With great power comes great responsibility. Pak Tahir diberikan sesuatu yang lebih dari orang lain, otomatis dia juga harus melakukan sesuatu yang lebih dari orang lain. Jadi bagi saya itu Pak Tahir kan banyak beramal, ada orang bertanya pada saya. Kamu keberatan nggak sih, kok bantu orang banyak banget sih? Pak Tahir duitnya banyak banget buat orang? Bagi saya itu nggak pernah masalah. Asal tujuannya adalah untuk membantu orang, membantu indonesia, saya tidak punya hak itu mengatakan Pak Tahir, jangan, itu saya tidak ada hak sama sekali. Karena ini adalah suatu hal yang membuat kebaikan negara. Jadi itu suatu hal yang sangat normal untuk dilakukan, dan sebagai anak itu tidak punya hak untuk mengatakan jangan, kurangin saja, tidak perlulah. Atau mungkin mengatakan Indonesia kan sudah cukup kaya. Itu saya tidak punya hak untuk mengatakan hal itu.

Tapi ada tidak keinginan untuk menjadi seperti Bapak Tahir yaitu pengusaha yang dermawan?
Pasti dong, Pak Tahir melakukan ini semua juga pasti ingin memberi contoh juga, satu adalah untuk memberi contoh kepada masyarakat bahwa kita harus berbuat baik kepada Indonesia. Kedua otomatis contoh itu juga teraplikasikan untuk keluarganya juga. Pak Tahir selalu mengatakan pada anak-anaknya bahwa kita harus berguna untuk bangsa kita.

Di usia 22 tahun sudah diminta Pak Tahir untuk kembali ke Indonesia dan bekerja di Mayapada, apakah Pak Tahir memang mendorong anak-anaknya untuk jadi pengusaha dan meneruskan usaha bapak?
Sebenarnya di dalam tradisi Tionghoa itu ada kecenderungan untuk putra itu melanjutkan bisnis. Karena saya sebagai putra satu-satunya, memang ada beban juga untuk saya masuk ke dalam usaha keluarga. Tapi Pak Tahir pun tidak pernah melarang, dan juga tidak pernah memaksa untuk melakukan ini. Jadi meskipun saya, dan kakak saya mengurusi grup usaha family pun tapi Pak Tahir tak pernah melarang kami untuk melakukan hal yang lain atau hal yang baru.

Jadi kalau mau mencoba usaha yang baru, di luar Mayapada Group diperbolehkan?
Sangat oke, Pak Tahir pun sangat menganjurkan, kalau kita mau beliau sangat mendukung.

Pak Jonathan ada rencana membuka usaha baru, di luar Mayapada Group?
Kita ada pemikiran tapi so far belum bisa saya umumkan dulu. Tapi pasti sudah ada rencana. Seperti yang saya bilangb sebelumnya, beban saya adalah bagaimana bisa menumbuhkan Mayapada. Otomatis untuk menumbuhkan yang sudah ada, tapi juga menumbuhkannya dengan hal-hal yang belum ada.

Pernah merasa ada hambatan ketika membawa nama yang besar? Dan apakah pernah mengalami hal-hal yang tidak enak dari orang lain karena Pak Jonathan membawa nama besar Pak Tahir?
Mungkin kalau saya bicara selama ini kita keluar membawa nama Mayapada, mungkin selama ini kita masih beruntung karena tidak ada hal negatif. Karena kita di media pun tidak pernah terimplikasi kasus apa pun. Tidak pernah implikasi, rata-rata kita sangat beruntung bahwa grup kita terlihat dari luar itu positif. Jadi otomatis saya lihat ini sangat positif untuk kita, sangat membantu, karena kita pun tidak pernah mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Jadi kita tidak pernah terimplikasi kasus apapun gitu nggak pernah.

Jadi saya pikir itu jadi masalah hambatan sih nggak ada tapi tentu saya pastikan nama Mayapada itu bisa kadang buka jalur, terus tapi yang harus kita lihat adalah kita bisa membuktikan bahwa kita itu mampu juga. Nama bisa membuka pintu, ya jelas bisa, tapi kalau kita, misal mau rekrut Profesor A, ya mungkin dia tahu ini grup Mayapada, ini grup pak Tahir, tapi otomatis saya juga harus bisa menjelaskan bagaimana visi dan misi dari grup mayapada itu sendiri. Bagaimana kita bisa melayani para pasien, ini semua banyak hal.

Jadi saya lihat itu nama Mayapada bisa membuka pintu. Tapi untuk kita bisa masuk dan bisa sukses dalam ruangan itu ya kita harus bisa, harus bisa menjalankan sendiri, tidak sekadar nama.

Pernah nggak menghadapi kata-kata orang yang, ah anda kan anak Pak Tahir pasti lebih mudah, dan segala macam, pernah tidak?
Pasti ada dong, pasti pernah. Tapi ya kita tahu bahwa setiap orang itu pasti ada kesulitan sendiri lah. Kita tahu bahwa setiap orang itu ada tantangan dan kesulitan sendiri. Dan saya pun sebagai anak Pak Tahir pasti ada tantangan juga. Tapi yang kita bicara adalah semua harus berusaha, kan nggak ada orang yang sudah diberikan semuanya dari hari pertama, kan harus ada usaha juga.

Ketiga kakak Pak Jonathan semua terlibat dalam Mayapada?
Ya, semua terlibat di dalam Mayapada juga. Yang pertama itu di perbankan, yang kedua di tech, tech itu kita ada beberapa start up tapi ada juga bebrapa investment keuangan, ketiga di hotel.

Pesan untuk pemerintahan 5 tahun ke depan?
Pesan saya adalah, satu itu untuk perekonomian negara yang maju ini kita membutuhkan namanya FDI, foreign direct investmen. Jadi permodalan asing harus masuk ke Indonesia, itu sangat penting untuk bisa menumbuhkan ekonomi. Tapi tidak cukup hanya masuk ke dalam bursa market. Mereka mesti direct, bangun pabrik, bangun tol, bangun infra, itu direct. Jadi kalau kita dengan sekarang ini ada krisis trade war itu ya impact-nya itu bisa lebih terjaga. Kalau mereka masuknya hanya lewat stok portofolio, kalau ada krisis itu mereka tarik uangnya gampang, dalam menit bisa gampang. Tapi kalau mereka bangun tol, mereka bangun pabrik, mereka bangun perindustrian itu tidak bisa ditarik balik, itu menjadi aset Indonesia.

Jadi mungkin kalau saya ada pesan itu adalah pemerintah bisa mengakomodir para investor-investor asing untuk masuk ke dalam Indonesia. Satu dalam perizinan, jadi pak Jokowi kan selalu ngomong harus masukkan investasi, perizinan itu perlu. Satu perizinan dari pemerintah pusat, dan kedua perizinan dari Pemda itu juga sangat penting. Kadang ada disconnect antara kedua ini.

Kedua adalah legalitas atau kepastian terhadap peraturan, kepastian hukum itu saya pikir sangat penting. Kita seringkali lihat kalau ada kasus, asing melawan Indonesia, pasti yang menang di Indonesia ya Indonesia terus. Jadi asing itu harus merasa uang investasi yang mereka masukkan itu aman, jangan diganggu. Jangan sampai mereka ketemu partner yang jelek itu nanti bisa dimakan. Jadi kepastian hukum itu sangat penting, dan harus jelas jangan tergantung hakim A, hakim B, itu bisa different interpretasi. Kalau ada beberapa kali kasus hukum, berdasarkan riset itu rata-rata hampir mayoritas perusahaan lokal menang terus. Ya saya nggak usah ngomong lah karena apa menang. Tapi faktanya kan perusahaan asing jarang menang.

Jadi mereka juga kadang takut kalau mau masuk ke Indonesia tapi peraturannya tidak benar. Rule of law-nya nggak jelas, ini harus diperhatikan. Jadi saya harap kalau pemerintah mau memajukan negara ini, satu harus menerima lebih banyak lagi permodalan dari asing, dan kedua harus memastikan bahwa modal mereka yang masuk ini aman.

UU Ketenagakerjaan yg ada saat ini dianggap menghalangi investasi, kalau Pak Jonathan sendiri setuju untuk revisi atau setuju dengan para pekerja agar UU ini tidak diubah?
Saya pikir sebetulnya dari dua sisi saya mengerti dua sisi ini dari mana. Otomatis saya sebagai pengusaha ada lebih mengerti permasalahan ini. Saya melihat paling aman ini kita itu jangan bisa selalu melihat adalah kondisi Indonesia bagaimana. Tapi kita membandingkan dengan sekeliling. Satu hal yang sempat saya tahu sering dibahas itu masalah pesangon untuk karyawannya yang dilepaskan.

Itu rata-rata Indonesia itu jauh lebih tinggi daripada negara tetangga. Jadi otomatis ini juga berhubungan dengan investasi. Otomatis perusahaan asing yang ingin berinvestasi, melihat kita itu satu ketenagakerjaan ini kurang kondusif. Mereka itu sebetulnya berani untuk membayar orang mahal, tapi harus di match dengan kapabilitas, dengan abilities daripada sebuah pekerja. Jadi ada ekuilibrium, cost nya segini, skillnya segini, dan harus ada titik tengah. Menurut saya hingga sekarang titik tengahnya masih belum ketemu. Dimana ada miss match cost expectations dan juga terhadap actual qualifications daripada sebuah labor. Jadi saya melihat ada sebuah miss match. Saya pikir kita harus bisa merancang sesuatu, saya jujur saja bukan sebuah ekonom atau pakarnya. Tapi kita juga harus merancang sesuatu yang bisa kompetitif dengan negara tetangga. Karena kalau kita tidak kompetitif dengan negara tetangga, investor-investor di luar itu tidak akan masuk ke Indonesia.

Mereka akan masuk kepada negara seperti Vietnam, dimana labor launch nya jauh lebih jelas dan jauh lebih kondusif. Kita sekarang kalau ada karyawan yang nakal, mencuri, mau pecat harus bayar dia uang. Menurut saya itu tidak masuk akal. Jujur saja saya bilang ini tidak masuk akal, kalau sudah mencuri uang perusahaan kalau kita mau melepaskannya masih harus membayar dia lagi. Saya lihat itu ada sesuatu yang mungkin kurang masuk akal. Tapi pasti ada lah pakar yang lebih mengerti tapi mungkin poin saya adalah kita itu harus bisa lebih kompetitif. Kita harus tau negara tetangga itu standarnya bagaimana dan kita tidak boleh beda sendiri. Satu kata yang penting sebenarnya dalam era globalisasi dan digitalisasi adalah relevance.

Kalau kita tidak relevance, pasti akan punah. Kalau kita tidak memberikan produk yang tidak relevance ya tidak ada yang mau. Misalnya taunya sekarang yang sedang ngetren. Kalau kita menjual produk yang tidak tren, pasti tidak ada yang mau beli. Kalau kita menjual produk yang tidak relevan tidak ada yang mau beli. Sama seperti Indonesia. Indonesia kan menjual diri untuk investasi, menjual Indonesia kepada asing. Kalau kita tidak relevan dengan negara-negara tetangga kita, pasti tidak ada yang mau masuk ke Indonesia. Jadi saya bukan mau komentar apa yang benar apa yang salah, tapi kita harus bisa relevan terhadap negara-negara kita. Misal saat ini salah satu negara yang besar kan adalah Tiongkok, Tiongkok itu banyak memasukkan uangnya ke Vietnam. Karena mereka lebih jelas, labor launch-nya lebih jelas, itu fakta, ini bukannya saya bikin sendiri.

Jadi kalau kita mau mendapatkan investasi asing ya kita harus kompetitif. Sekarang kan banyak yang komplen, ini kalau ada perusahaan China, atau perusahaan asing yang masuk ini pasti pakai tenaga asing semua. Saya menganggap itu sebagai sebuah concern, tapi ada alasannya. Alasannya adalah mereka tahu apa yang mereka dapatkan dari pegawai-pegawai yang mereka bawa sendiri. Mereka sudah tahu dapat apa dan tahu cost-nya apa. Mereka sudah tau di Indonesia ini cost-nya berada dan jujur lebih mahal, tapi mereka belum tahu kualitas dari produknya apa. Kan kita dalam bisnis ini tidak bisa jika tidak ada kepastian. Kalau ketidakpastiannya itu sangat besar itu sebuah risiko yang sangat besar terhadap bisnis. Pasti kita mau cari sesuatu yang lebih proven, lebih terbukti. (fdl/fdl)

Hide Ads