Utak-atik Aturan Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja

Wawancara Eksklusif Menaker

Utak-atik Aturan Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 24 Feb 2020 12:15 WIB
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah
Menaker Ida Fauziyah. Foto: Citra Nur Hasanah / 20detik
Jakarta -

Pemerintah telah menyerahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 12 Februari 2020 lalu.

RUU yang menyatukan 82 UU tersebut dibuat pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan investasi serta penciptaan lapangan kerja.

Namun, beberapa aspek yang tertuang dalam RUU Cipta Kerja tersebut menimbulkan kontroversi, terutama dalam aspek ketenagakerjaan. Hal itu terbukti dengan sejumlah unjuk rasa yang digelar serikat buruh menyuarakan penolakan akan ketentuan baru soal ketenagakerjaan dalan RUU tersebut.

Namun, menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, banyak pasal yang perlu pemahaman lebih dari masyarakat salah satunya soal ketenagakerjaan.

Ida menegaskan, baik aturan baru soal pesangon, jam kerja, upah minimum, mekanisme pekerja kontrak dalam RUU Cipta Kerja dibuat murni untuk meningkatkan kualitas pekerja Indonesia demi mendukung pertumbuhan investasi.

Berikut ini wawancara selengkapnya:

Menaker dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dibalik kontroversi Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja?
RUU Cipta Kerja ini dikoordinasikan Pak Menko. Itu bagian kecil dari RUU Cipta Kerja. Jadi banyak norma yang diatur dalam RUU Cipta Kerja.

Kalau kita menyimak paparan dari para aktivis buruh, kurang lebih ada 5-9 pasal yang mereka persoalkan, yang mungkin mereka menafsirkan dari sisi mereka, tapi kalau dari sisi pemerintah apa maksudnya? Misalnya dari soal pesangon yang sangat merugikan para buruh. Kalau dari latar belakang pembahasan di internal pemerintah sendiri sebetulnya apa penjelasan soal pesangon ini?
Saya mau menjelaskan dulu. Tujuan dari RUU Cipta Kerja ini adalah menumbuhkan peluang usaha untuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, melalui kemudahan dan simplikasi perizinan, pemberdayaan UMKM dan koperasi, serta penciptaan lapangan kerja, dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan. Jadi di situ kita ingin pertumbuhan ekonomi kita naik.

Kalau sekarang pertumbuhan ekonomi 5 tahun ini kan stuck di angka 5, jadi ini yang kita harapkan dengan peluang usaha yang masuk. Yang masuk ini maksudnya bisa dari dalam dan luar, maka bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi kita. Dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas itu akan tercipta kesempatan kerja, dan salah satu upaya menumbuhkan ekonomi kita bisa lebih berkualitas juga melalui pemberdayaan UMKM. Dan harus diingat tujuan dari UU ini juga menciptakan kesejahteraan dan perlindungan buat pekerja secara berkelanjutan.

Kalau tujuannya semulia itu tetapi ternyata kalangan aktivis buruh melihat ada sejumlah pasal dinilai merugikan mereka. Misalnya pesangon, itu sebetulnya penjelasan pemerintah seperti apa?
Yang pertama saya mengerti bahwa membaca RUU Cipta Kerja ini tidak mudah. Karena UU ini mengatur UU yang pernah diatur dengan pengaturan baru, menghapus dan mengatur dengan peraturan baru yang ada di Omnibus Law. Jadi memang tidak mudah membacanya. Saya masih mengerti kalau masih ada teman-teman serikat pekerja, serikat buruh yang keberatan dengan beberapa norma dalam UU ini.

Harapan saya, ayo kita duduk bersama. Pemerintah sekarang memfasilitasi dan membentuk tim tripartit yang membahas substansi RUU Cipta Kerja ini. Kemudian kita juga akan melakukan komunikasi publik bersama. Kita juga mengajak teman-teman untuk membahas peraturan pelaksana dalam UU ini. Nanti kan aturan ini banyak sekali memerintahkan dengan lebih detail melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau mungkin Peraturan Presiden (Perpres). Untuk membahas PP misalnya, teman-teman kita ajak untuk duduk bersama.

Jadi ruang untuk melakukan perbaikan itu terbuka sekali. Ini kan baru draft RUU, belum menjadi UU. Saya kira ini penting saya sampaikan. Saya memahami kalau ada yang belum paham, saya memahami betul. Dan setelah mengetahui kemudian masih ada hal-hal yang belum sesuai dengan aspirasinya, maka ruangnya juga dibuka.

Dari awal sebelum draft diserahkan ke DPR, setiap yang bermunculan kok disebutnya kami (buruh) tidak diajak bicara?
UU itu kan memang kami harus mengkonsolidasikan. Kami itu Menteri Perekonomian ya, pemerintah. Kami mengkonsolidasikan 11 Kementerian, kami harus mengkonsolidasikan sekian UU. Jadi kami butuh waktu untuk mengkonsolidasikan. Kan nggak mungkin barang belum jadi sudah dilempar ke publik. Malah akan menimbulkan keributan baru. Jadi diselesaikan dulu, setelah selesai kami buka ruang publik, kami berikan ke DPR. Di situlah ruang terbuka.

Saya ingin katakan lagi, ini kan draft RUU. Jadi meskipun begitu, sebelum menjadi draft dalam konteks isu ketenagakerjaan kami mengundang teman-teman serikat pekerja, serikat buruh, kami mengundang teman-teman Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), kami mengundang akademisi, praktisi ketenagakerjaan. Itu sudah kami mulai sejak November, Desember, kita belanja masalah. Kita mendiskusikan. Memang belum menjadi UU, kami masih menginventarisir, belanja masalah lah begitu.

Kita mendiskusikan tentang Upah Minimum (UM), kita mendiskusikan tentang pesangon, waktu kerja, dan seterusnya. Itu sudah kita mulai. Saya tidak tahu apakah ini tidak dianggap sebagai keterbukaan? Memang belum UU, karena kami masih belanja masalah. Sambil mengkonsolidasi antar-Kementerian/Lembaga.

Pemerintah dianggap mengambil belanja masalah dari sisi pengusaha. Dari kalangan buruhnya agak kurang?
Kami punya notulensi setiap rapat. Setiap proses itu pelibatannya tripartit. Ada Apindo yang merepresentasikan para pengusaha, dan teman-teman yang merepresentasikan serikat pekerja. Ada kok notulensinya, semua ada. Bahkan, notulensi pandangan dari para akademisi juga ada.

Kalau serikat pekerja atau buruh sudah diajak bicara kenapa masih ada keributan?
Ya ini demokrasi. Jadi beda pendapat itu kami maknai sebagai dinamika. Yang penting adalah pendapat itu tidak ditutup, itu kami buka.

Salah satu pasal yang dipersoalkan itu pesangon. Kalau di UU nomor 13 tahun 2003 pemberian pesangon bisa sampai lebih dari 30 kali upah bulanan. Sementara yang sekarang jauh lebih sedikit. Apakah dalam pembicaraan waktu belanja masalah ini sempat dibahas?
Ya, pesangon memang jumlahnya tidak sebesar UU 13 tahun 2003. Tetapi yang harus dilihat secara utuh bahwa ada perlindungan baru yang diberikan di UU 13 ini. Kita ingin memberikan kepastian perlindungan.

Kalau selama ini angka pesangon itu tinggi, tapi kan ternyata implementasinya kan tidak setinggi yang di atas kertas. Nah untuk mengurangi kesenjangan itu, kami ingin memberikan kepastian perlindungan dengan manfaat baru, Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Teman-teman yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerja yang ter-PHK, mendapatkan cash benefit, mendapatkan pelatihan vokasi, dan mendapatkan akses penempatan. Ini yang tidak diatur.

Saya kira dengan ada ini, kan yang paling penting kenapa dia ter-PHK? Kalau karena persoalan kompetensi, kan vokasi menjadi solusinya. Kemudian yang paling penting justru misalnya akses penempatan itu. Memang kalau dilihat bentuknya tidak fresh money ya. Tapi justru dalam pandangan kami vokasi itu diperlukan juga, termasuk akses penempatan agar dia tidak menganggur.

Apakah pelatihan itu akan lebih banyak untuk pekerja kasar atau pelatihan-pelatihan teknis di vokasi itu?
RUU ini tidak mengaddress kepada pekerja dalam jenis apa. Mereka yang masuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan maka berhak mendapatkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Tinggal teknisnya seperti apa akan dibahas dalam PP?
Ya, teknisnya akan diatur dalam PP, ada yang diatur dalam Permen.

Salah satu poin yang dipersoalkan, RUU ini dinilai bertujuan untuk mengeksploitasi pekerja dalam aturan jam kerja. Sebetulnya kalau dari visi pemerintah dengan peraturan baru itu seperti apa? Atau aturan baru itu diperuntukkan bagi pekerja jenis apa? Mengenai orang bekerja 4 jam punya hak beristirahat 30 menit? Selama ini kan jam kerja full 8 jam?
Jam kerja itu tidak berbeda dengan UU yang lama. Di sini yang berbeda adalah paling lama 8 jam sehari, 40 jam per minggu. Kenapa menggunakan terminologi paling lama? Ini untuk mengakomodasi jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan waktu 8 jam per hari itu. Kan banyak sekarang jenis-jenis pekerjaan baru yang tidak sampai 8 jam.

Banyak sekali ibu-ibu rumah tangga yang ingin bekerja tetapi hanya memiliki waktu 3 jam. Banyak sekali anak-anak millenial kita ini yang tidak mau bekerja dalam satu tempat dan durasinya 8 jam. Ini banyak. Ini kita akomodasi dengan menghitung bagaimana upahnya itu ada perlindungan di dalamnya.

Apakah aturan itu sebenarnya lebih maju dan lebih menguntungkan?
Iya, fleksibilitas. Jadi justru karena harapannya banyak sekali anak-anak millenial, mereka bisa diakomodasi, dan mendapatkan perlindungan.

Lanjut ke halaman berikutnya



Hal lain yang dianggap sangat merugikan buruh kan soal penentuan Upah Minimum yang hanya levelnya gubernur. Para aktivis kerap mencontohkan, kalau level provinsi, kadang-kadang di tingkat kabupaten nilai Upah Minimum-nya lebih besar. Misalnya Bekasi, Karawang, level provinsinya hanya Rp 2 juta. Buruh-buruh di kawasan Karawang, Bekasi bisa Rp 3-4 juta sekian?
Ya oleh karena itulah banyak upah tinggi, perusahaan mengalihkan ke daerah lain. Kasus itu kan banyak sekali. Kenapa satu provinsi? Agar tidak terpotret satu kesenjangan antar-kabupaten/kota.

Tadi ada yang berpendapat juga, tarik saja ke tingkat nasional. Tapi ada juga yang berpendapat sudah bagus di tingkat provinsi, agar jangan sampai terjadi gap antarsatu kabupaten/kota. Itu sih maksudnya.

Yang dipersoalkan juga oleh serikat buruh tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang seolah-olah diberikan karpet merah. Padahal sebelumnya hanya dibuka untuk level tertentu. Saat ini seolah-olah dia boleh masuk ke mana saja dalam tingkatan apa saja? Dan kemudian menyangkut outsourcing. Seolah-olah ini enak sekali para pengusaha sedikit-dikit hire outsourcing, kalau masa kerjanya sudah selesai biar tidak meningkatkan upah ganti lagi outsourcing yang lain. Itu pemahaman buruh. Apakah pemahaman itu akurat atau sama dengan pemerintah?
Soal TKA. Ketentuan tentang jabatan dan pekerjaan TKA itu sudah diatur dalam Perpres dan Permenaker. Jadi hanya jabatan dan pekerjaan tertentu saja yang diberikan kepada TKA. Jadi tidak benar itu. Dan itu tidak diatur di sini karena sudah ada Perpres dan Permenakernya. Jadi tidak di atur di sini, jadi clear ya. Tetap mengikuti aturan yang lama, ada jenis pekerjaan tertentu saja yang diberikan kepada TKA.

Saya mau menjelaskan juga untuk jabatan personalia atau HRD itu tidak diberikan kesempatan kepada TKA. Jadi tetap harus menggunakan pekerja Indonesia.

Soal outsourcing itu kan bisnis. Kita tidak mengatur bisnis proses. Yang kita atur adalah bagaimana perlindungan kepada pekerja, pekerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Itu yang kita atur. Nah ini peraturan berapa lama tidak diatur di sini.

Karena sudah ada peraturan yang mengaturnya. Yang kita atur di sini adalah perlindungan buat pekerja waktu tertentu tadi. Dengan ada kompensasi yang harus diberikan, yaitu satu tahun bekerja dia berhak mendapatkan kompensasi satu bulan gaji atau upah. Kalau misalnya kontraknya dua tahun dan bisa diperpanjang satu tahun, maka dia berhak mendapatkan tiga bulan gaji atau upahnya.

Kemudian yang juga ditekankan di UU Cipta Kerja ini, pekerja waktu tertentu dia juga berhak untuk mendapatkan perlindungan seperti pekerja tetap. Dia berhak mendapatkan Jaminan Kecelakaan, Jaminan Kematian, itu yang kita atur di sini. Dan jaminan-jaminan seperti yang diatur untuk pekerja tetap.

Ini sebuah kemajuan dibandingkan peraturan-peraturan sebelumnya?
Iya sebetulnya. Karena ini ada kompensasi. Kalau dulu kan kontrak-kontrak tanpa ada kompensasi, sekarang bisa dihitung. Jadi kalau perusahaan mau menggunakan atau memperkerjakan dalam waktu tertentu maka dia harus menghitung. Kalau untuk satu tahun maka dia harus membayar 13 bulan. Ini yang dulu tidak diatur.

Di luar kritik para buruh terhadap beberapa pasal RUU ini, ada kecurigaan soal desakan dari negara tertentu terkait kondisi ketenagakerjaan Indonesia. Tenaga kerja Indonesia dianggap kinerja kurang bagus tetapi menuntut upah yang tinggi? Apakah betul ada tuntutan tersebut?
Nggak. Tetapi kan kita perlu introspeksi diri juga. Kenapa kemudahan berusaha kita ranking-nya 73 dari 190 negara. Jadi ease of doing business (EODB) kita kan rangking-nya 73 dari 190 negara. Saya kira kita perlu instrospeksi diri. Kenapa kondisi kita seperti itu?

Makanya kemudian Pak Jokowi prioritas 5 tahun kedua beliau adalah penyederhanaan birokrasi, penyederhanaan peraturan, itu di antaranya karena kita ingin agar ranking kemudahan berusaha kita Pak Jokowi minta terus turun.

Di samping itu, ada juga rilis dari Japan External Trade Organization (JETRO) yang merilis tentang kondisi bisnis Jepang di beberapa negara Asia dan Oceania, menempatkan ketidakpuasan terhadap bisnis di Indonesia itu cukup tinggi 55%. Itu laporan tahun 2019. Mereka melihat bahwa kenaikan upah yang tinggi tidak berbanding lurus dengan produktivitas.

Saya kira ini menjadi catatan kita. Upah boleh tinggi, asalkan sebanding dengan produktivitas. Saya kira semua negara, semua mereka yang ingin menanamkan modal atau berinvestasi di Indonesia juga pasti menginginkan hal itu.

Kita sendiri pengusaha-pengusaha di Indonesia pun pasti akan berpikir itu. Saya kira ini catatan yang tidak boleh diabaikan. Makanya dengan catatan-catan itulah kemudian bagaimana kita membuat formulasi untuk mereformasi peraturan ketenagakerjaan Indonesia.

Soal rendahnya produktivitas itu apakah karena kita banyak hari libur? Apakah ada pengaruh?
Ya ada pengaruhnya ya, kompetensi ada pengaruhnya juga. Ada banyak pengaruhnya ke kompetensi. Nah dalam konteks kompetensi, kita serius bagaimana peningkatan kompetensi angkatan kerja kita semakin baik. Program-program kompetensi di ketenagakerjaan sebagian besar diarahkan untuk meningkatkan kompetensi itu.

Di samping itu, pemerintah mengeluarkan Kartu Pra Kerja. Dengan pendidikan vokasi secara massive. Insyaallah 2020 kita akan mengeluarkan untuk 2 juta mereka yang menganggur, mereka yang bekerja namun membutuhkan upskilling, re-skilling, atau mereka yang ter-PHK. Maka dilakukan program ini itu kan dalam rangka untuk meningkatkan kompetensi yang ada pengaruhnya terhadap produktivitas.

Benarkah program Kartu Pra Kerja tersebut akan di mulai bulan Maret?
Mudah-mudahan. Kita sedang siapkan payung hukumnya. Mungkin Maret-April.

Program Kartu Pra Kerja itu dimulai langsung skala nasional atau ada proyek percontohan terlebih dahulu?
Ya ada pilot project-nya dulu baru nanti akan disebarkan ke semuanya.

Terkait Kartu Pra Kerja ini ada pemikiran bahwa yang banyak menikmati proyek ini adalah Balai Latihan Kerja (BLK) dadakan untuk memberikan pelatihan-pelatiha. Karena kan BLK ini tidak hanya di tingkat perkotaan tapi juga ke desa-desa? Karena jatahnya sekitar Rp 900.000 per orang?
Ya totally. Tapi kan itu dengan variasi sesuai dengan kebutuhan pelatihannya. Jadi saya kira untuk mengantisipasi tidak terjadinya Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) abal-abal, tentu tidak mudah dan ada verifikasinya. Nanti ada PMO yang akan mengaturnya. Bahkan kita sudah harus berpikir, pelatihan yang kita lakukan itu sudah memikirkan demand-nya, jadi kebutuhan pasar itu apa, pelatihan akan diantar ke sana.

Jadi pelatihan ini disesuaikan per daerah?
Ya tentu tidak per daerah kan. Bisa saja orang Jakarta ingin pelatihan di mana. Itu bisa saja. Kan pasti nanti akan muncul, saya butuh kompetensi A, ternyata kemudian di list-nya LPK itu adanya di Bali, itu dia ke Bali. Tidak melihat itu. Misalnya saya butuhnya barista. Di mana sih? Nanti kan ada list LPK atau BLK yang memberikan pelatihan barista. Tinggal pilih saja. Dan nanti kan ada ulasan, ada ratinglah yang kemudian menjadi evaluasi bagi PMO, apakah LPK atau BLK itu menjalankan sesuai dengan standar.

Kalau dari Kemenaker punya daftar pekerjaan yang paling diminati atau paling prospektif misalnya?
Iya, kami punya. Di Kemenaker ini ada sistem informasi ketenagakerjaan (Sisnaker). Ini kita buat untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan, menghubungkan antara pencari kerja dengan tenaga kerja. Untuk menghubungkan antara mereka yang membutuhkan pelatihan dengan lembaga pelatihan. Sistem ini yang akan kita gunakan untuk menghubungkan mereka secara sistem online mereka akan dipertemukan.

Apakah mengakses Sisnaker itu dikenakan biaya?
Tidak.

Ancaman para buruh kan akan berunjuk rasa bulan Maret. Ini kan ada jeda waktu sekitar 10 hari. Agar buruh ini tidak turun ke jalan, membuat macet, apakah dalam waktu dekat ini akan diadakan dialog?
Kalau berdialog sudah lama dilakukan. Sebelum RUU ini diserahkan juga sudah dilakukan. Ketika RUU ini sudah masuk ke DPR kita bentuk tim tripartit. Jadi ini akan terus berlangsung, bahkan sudah 3-4 kali. Sudah berkali-kali dan akan terus kita lakukan. Jadi saya berharap kesempatan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya. Justru di sinilah ruang dialog itu.



Simak Video "Video Menaker Dorong Pengemudi Ojol Punya BPJS Ketenagakerjaan"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads