Apakah tenant, retailer siap setelah 2 bulan lebih tutup atau tidak beroperasi? Sementara di daerah lain masih berlaku PSBB, berlaku penyekatan-penytekatan sarana transportasi. Nah ini bagaimana koordinasi di lapangan?
Jadi memang selama ini pusat perbelanjaan yang ada pemberlakukan PSBB itu beroperasi terbatas, hanya supermarket, farmasi dan kesehatan, dan Food and Beverage. Tapi kan sifatnya hanya boleh melayani delivery dan take away, tidak boleh dine in.
Nah khusus untuk restoran yang melayani delivery dan take away itu selama ini terus terang saja mengalami banyak kesulitan. Ini kan sifatnya makanan, bahan baku yang disimpan salah, tidak disimpan salah, jadi terbatas. Rencananya seperti yang sudah dibicarakan, kalau pun nanti restoran ini dibuka kembali itu secara bertahap, nggak bisa sekaligus. Terutama yang dine in atau makan di tempat. Kalau delivery dan take away itu tidak masalah. Kalau yang dine in, itu mereka menyiapkan SOP tersendiri.
Jadi kapasitas tempat duduk nggak akan digunakan 100%. Jadi ada tahapan-tahapannya sekian persen, baru nanti full setelah kondisi kondusif. Dan mereka juga harus menyiapkan SOP internal untuk karyawan-karyawan. Misalnya karyawan yang sakit nggak boleh bekerja. Misalnya ada gejala meskipun belum tentu gejala COVID-19, tapi mirip COVID-19 itu nggak boleh bekerja dan wajib karantina 4 hari.
Melihat pengalaman sebelum Lebaran, ada beberapa mal yang baru dibuka langsung diserbu pengunjung hingga penuh. Apakah mal tersebut di bawah APPBI?
Ada yang anggota kami, ada yang bukan, beragam. Sebetulnya dengan PSBB begini itu kan mendongkrak belanja online. Tetapi dibalik itu ada membuat kangen dengan mal, rindu dengan mal. Jadi kemarin yang ramai itu, selain memenuhi kebutuhan Lebaran, ditambah lagi dengan kangen sama mal. Setelah diam di rumah begitu lama, langsung menyerbu mal.
Tapi khusus mal anggota APPBI, kita sudah mengingatkan mereka untuk menjaga, hati-hati. Apalagi sebelum Lebaran kita sudah mengingatkan mereka. Menjelang Lebaran ini kan antusiasme begitu tinggi. Jadi harus ada ekstra pengawasan. Harus ada pengaturan jumlah antrean, harus ada pengaturan keramaian atau jumlah orang yang berkumpul. Nah itu yang harus diatur.
Di China, Singapura, Thailand habit masyarakat berbeda karena kondisi keuangan berbeda. Saking lamanya di rumah, kondisi keuangan jadi pas-pasan. Jadi ketika mal dibuka nggak langsung diserbu seperti di Mal Ciledug. Melihat perilaku di Ciledug, apakah ini menunjukkan habit masyarakat yang hanya ingin berjalan-jalan atau window shopping? Apakah nantinya aka nada pengaturan batasan waktu di dalam mal?
Sebetulnya balik kembali ke kasus di Ciledug. Menurut saya itu waktunya ketika menjelang Lebaran. Jadi menurut saya faktor itu yang lebih mendorong mereka ke mal. Jadi saya nggak yakin kalau setelah Lebaran ini akan diserbu seperti itu, saya nggak yakin. Kemarin itu hanya didorong oleh kebutuhan menjelang Lebaran.
Untuk yang nanti, tetap kita harus mengantisipasi hal-hal tersebut jika terjadi lagi. Seperti yang saya katakan sebelumnya terkait SOP, jumlah pengunjung akan diatur, Membatasi jumlah pengunjung ini kan berarti harus dengan antrean. Tetap harus diatur jarak antrean minimal 1-1,5 meter. Kami sudah mengantisipasi ini, kalau jumlah pengunjung luar biasa, maka masuknya harus bergantian. Masuk sebagian, ke luar, baru masuk lagi.
Tetapi yang jadi masalah yang menunggu ini juga harus diperhatikan, jangan sampai bergerombol. Jadi pengaturan ini harus benar-benar menyeluruh. Nggak bisa masuknya saja diatur, tapi di luarnya antrean dibiarkan, nggak bisa. Nah ini harus kita antisipasi semua.
Ada yang menilai rencana pembukaan mal ini sebagai lobby-lobby para pengusaha ke pemerintah karena selama 2 bulan tutup kondisi memprihatinkan. Kalau dari catatan APBBI seberapa memprihatinkan kondisi para pengusaha atau pengelola mal selama 2 bulan terakhir? Berapa nilai kerugiannya?
Saya mau meluruskan bahwa ini bukan lobby-lobby pengusaha. Saya pikir semuanya, terutama yang di Jakarta bisa merasakan betapa beratnya kondisi ini. Sejak Maret, sejak Bapak Presiden mengumumkan COVID-19 ada di Indonesia, traffic turun, langsung drop. Apalagi ada imbauan menjaga jarak dan diam di rumah, itu semakin drop lagi. Nah, dengan pusat perbelanjaan ditutup yang kena masalah itu bukan pusat perbelanjaannya sendiri, ataupun toko-toko penyewanya. Tetapi lingkungan sekeliling pusat perbelanjaan itu terkena dampak. Dan itu semua orang-orang kecil. Yang punya kos-kosan, warung, ojek, parkiran, semua terkena karena nggak ada lagi karyawan yang biasa mereka layani, makan, kos. Nah selama 3 bulan ini kondisi ini benar-benar sangat berat. Dan bisa dilihat dari APBD Provinsi DKI Jakarta hanya tinggal 53%. Jadi saya pikir bukan karena lobby, tapi semua merasakan itu. Jadi semua ingin cepat beroperasional kembali.
Yang jadi masalah, COVID-19 belum berakhir. Ini yang harus kita imbang, di posisi mana yang bisa bergerak atau beroperasi tetapi aman. Nah ini yang unik, tantangannya di situ. Saya pikir semua merasakan hal yang sama.
Kalau kita bicara masalah kerugian, anggota APBBI itu ada 326 di seluruh Indonesia. Kerugian saat ini kalau kita hitung-hitung pusat perbelanjaannya ini kan dapat penghasilan dari penyewa, retailer, kemudian dari service charge. Nah ini boleh dibilang praktis selama hampir 3 bulan, kami tidak bisa menagih ke mereka karena mal tutup. Nah ini negosiasi yang sedang kami lakukan dengan para penyewa untuk mencari solusi. Kalau bicara kerugian kami belum memiliki pasti angkanya. Karena negosiasi ini masih berlangsung.
Kerja sama dengan para penyewa itu berbeda-beda. Ada yang biaya sewa tetap, ada yang bagi hasil, dan sebagainya. Kemudian kelas mal pun berbeda-beda. Ini sedang kita hitung supaya mendapatkan 1 angka. Nah 1 angka ini bisa keluar setelah negosiasi itu selesai dengan para penyewa.
Alternatif yang ditawarkan pengelola kepada penyewa itu bentuknya apa?
Sebetulnya yang kami lakukan pertama adalah membantu cashflow. Sebenarnya kan yang bermasalah saat ini cashflow. Jadi tidak ada penerimaan, tapi banyak pengeluaran. Dan selama tutup ini kan tidak ada penghasilan, tapi ada biaya tetap yang harus dikeluarkan, contohnya gaji pegawai. Kami berusaha supaya tidak ada PHK. Artinya kan harus dibayar gajinya. Jadi tidak ada pendapatan, tapi ada pengeluaran.
Nah ini kita bantu dengan menunda pembayarannya. Ditunda dulu, negosiasinya tunggu nanti ketika wabah COVID-19 selesai. Tetapi paling tidak, tidak membebani cashflow para penyewa. Itu yang sekarang ini dilakukan, banyak anggota anggota kami membantu cashflow dari para penyewa.
Dari 326 mal ada berapa banyak pegawai yang terlibat?
Dari 326 anggota, tercatat 271.091 pegawai.
Wacana pembukaan kembali mal tanggal 5 Juni ini khusus Jakarta? Lalu daerah lain apakah belum ada tanggal pastinya?
Ada beberapa daerah yang memberlakukan PSBB. Ada beberapa daerah yang tidak memberlakukan PSBB, ini operasional berjalan normal, tetapi kami tetap minta pada mereka untuk melakukan protokol kesehatan.
Bagi mal yang di wilayah PSBB itu pun berbeda-beda. Ada pemerintah daerah yang meskipun PSBB tapi memperkenankan pusat perbelanjaannya buka, ada juga yang seperti itu. Tapi khusus di DKI Jakarta itu kan tidak diperkenankan, kecuali yang menjual bahan pokok, kesehatan dan farmasi, dan sebagainya itu masih bisa buka. Tapi di luar itu tidak bisa buka.
Untuk pusat perbelanjaan beroperasional ada 2 faktor. Pertama faktor gerak ekonomi yang diharapkan semua, ingin supaya ini bergerak. Tapi faktor kedua ini kondisi COVID-19. Nah yang paling memahami kondisi perkembangan COVID-19 adalah pemda setempat. Jadi pusat perbelanjaan tidak bisa menentukan kapan buka. Jadi bagaimana pun harus tetap mengikuti pemda. Dan kondisi daerah kan berbeda. Bahkan Jakarta, Bekasi, Jabodetabek itu berbeda. Padahal di dalam 1 area yang saling berkaitan.
Jadi kami sudah sampaikan ke seluruh anggota, kami akan mengikuti perintah pemda masing-masing. Karena 2 faktor tadi tidak bisa dilepas.
Adakah rencana pemeriksaan terakhir dari Dinas Kesehatan untuk melihat kondisi mal apakah layak untuk dibuka kembali? Mengingat mal sudah berbulan-bulan ditutup, ruangan tertutup tapi AC tidak menyala, ada serangan jamur dan sebagainya?
Kami sudah memiliki check list dari sisi internal. Apa saja yang mereka harus check mulai dari peralatan gedung sampai ke karyawan. Contoh check AC, filternya sudah dibersihkan atau belum , kemudian kapan sanitasi dan disinfektan terakhir, itu semua harus dilakukan.
Lalu check list dari karyawan. Kondisi kesehatannya bagaimana. Kalau karyawan PDP, OTG, atau ODP itu tidak boleh masuk. Kemudian check list penyewa. Kalau penyewa sudah memenuhi check list, lolos, baru diperkenankan untuk buka.
Nah apakah pemerintah akan ikut memeriksa atau tidak? Setahu saya pemerintah sekarang sedang mengkaji persiapan pembukaan kembali ini. Jadi kemungkinan besar ada institusi pemerintah yang ikut memeriksa. Tetapi sejauh ini yang saya ketahui, sampai saat ini belum ada keputusan resmi. Yang saya tahu pemerintah sedang mengkaji itu semua.
Melihat pengalaman mal di luar negeri, ketika pembukaan kembali adakah kebiasaan-kebiasaan baru pasca lockdown? Apalagi melihat adanya skema new normal ini?
Kebiasaan-kebiasaan menurut saya lebih kepada kehati-hatian pengunjung. Jadi mereka lebih berhati-hati memasuki pusat perbelanjaan. Dan informasi dari teman-teman di luar negeri itu pertumbuhannya sangat lambat.
Jadi menurut kami, kalau vaksin belum ditemukan, ini belum bisa kembali seperti normal. Mal ini kan fasilitas masyarakat, public space. Kami sudah memperkirakan, kalau pun kami diberikan izin untuk buka, sampai akhir tahun nanti belum bisa kembali normal setelah vaksin ditemukan. Nah yang jadi masalah kita sendiri nggak tahu kapan vaksin ditemukan.
Ada yang bilang 1 tahun, 18 bulan, bahkan 2 tahun. Kalau misalnya itu 12 bulan dari Januari 2020, berarti Desember baru ditemukan. Itu yang paling optimistis. Berarti baru akan normal nanti di awal Januari 2021. Nah selama nanti sampai Desember itu pertumbuhan sangat lambat.
Pertumbuhan pusat perbelanjaan akan dipengaruhi 2 faktor. Pertama vaksin COVID-19 itu sendiri. Kedua pergerakan ekonomi secara nasional. Kalau pergerakan ekonomi secara nasionalnya belum normal atau kembali seperti semula, pasti pertumbuhan di mal akan ikut. Jadi meskipun dibuka, kami memprediksi belum bisa balik normal. Karena pertumbuhan ekonomi belum ikut secara nasional, baru sebagian.
Tetapi dengan pusat perbelanjaan ini buka, harapannya akan menggerakkan sektor riil. Terutama di ritel. At least mulai bergerak.
Yang datang ke pusat perbelanjaan itu mereka sangat berhati-hati, karena ini public space, jadi mereka sangat hati-hati.
Dengan begitu tidak usah ada kekhawatiran dengan membuka mal akan ada klister COVID-19 yang baru? Selain menjalankan protokol dengan ketat, habit masyarakat belum tentu seperti di mal Ciledug?
Ya kembali lagi, kalau menurut saya kasusu di Ciledug lebih didorong karena faktor menjelang Lebaran. Tetapi setelah hampir 3 bulan ini di kondisi COVID-19, saya pikir masyarakat mulai terbiasa, mulai aware. Tadinya pakai masker tidak biasa, sekarang malah masker saja sudah jadi trendy, lifestyle. Modelnya sudah macam-macam. Jadi saya pikir ini cukup positif buat masyarakat. Jadi kita nggak perlu kerja keras untuk mengingatkan, menegur, dan sebagainya. Jadi saya tidak terlalu khawatir, karena pelan-pelan masyarakat terbiasa.
Tetapi kita tidak bisa lalai, lengah. Meskipun awareness masyarakat sudah ketat, tetapi pusat perbelanjaan tetap harus ketat, tetap harus disiplin. Yang jadi masalah kan kadang-kadang kita nggak disiplin. Awal-awal disiplin, lama-lama longgar. Nah ini nggak boleh. Kita sudah mengingatkan ke semua pusat perbelanjaan untuk disiplin, disiplin, disiplin. Karena lengah sedikit bisa jadi masalah. Mudah-mudahan dengan SOP yang kita bikin, prokol kesehatannya, semua masyarakat bisa datang ke pusat perbelanjaan, bisa berbelanja dengan aman dan sehat.