Apa yang harus dilakukan startup dalam mengambil keuntungan di era pandemi ini?
Jadi yang paling penting fokus. Kamu tuh solve masalah apa, jadi masalah apa yang kamu mencoba memperbaiki dan apakah potensi itu besar. Contohnya dulu kalau Shopee simple semua orang pasti belanja online, coba kita cari platform untuk bangun itu. Go-Jek juga sama, bagaimana orang bisa delivery barang atau orang pergi dari titik A ke titik B secara aman dan nyaman dan harus percaya brand. Itu dulu solving the big issue. Habis itu pindah ke Go-Pay bagaimana orang bisa membayar tanpa harus pegang uang atau cashless, juga memberi transparansi. Kan semua mulainya begitu, big issue. Ke depannya soal logistik. Bagaimana kita bisa delivery barang dari satu tempat ke tempat lain secara aman. Itu nanti juga akan menjadi semacam trend. Lalu juga soal education dan healthcare. Mau nggak mau ini sudah pasti terjadi hanya waktunya saja itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di AS saja sekarang perusahaan paling besar semua teknologi. Di China juga perusahaan yang besar-besar itu teknologi. Indonesia belum, tapi itu akan terjadi dan sekarang sedang terjadi. Pemerintah juga sadar bahwa memang adopsi teknologi ini keharusan. Ini peluangnya sangat besar jadi tinggal mencari peluangnya.
Apakah industri digital bisa menyelamatkan ekonomi RI?
Pengusaha Indonesia itu kreatif semua, bahkan sekarang bansos juga disalurkan melalui teknologi. Jadi sebenarnya bahasannya bukan teknologi menyematkan ekonomi RI, tapi teknologi itu untuk bisa membantu transformasi ekonomi Indonesia. Dari pada kita export-oriented hasil batubara, kita sekarang bisa fokus untuk memperkuat ekonomi domestik. Kita beruntung kok punya pasar 300 juta orang, ekonomi lokal kita sangat besar.
Anda percaya 5 tahun ke depan peningkatan ekonomi digital di Indonesia bisa 5 kali lipat, apakah di masa itu ekonomi digital bisa memiliki peran terhadap pertumbuhan ekonomi?
Pasti dong, harus, nanti mau nggak mau ke depannya setelah mereka menghasilkan profit mereka juga. Kan kalau sekarang lebih kepada penyerapan ketenagakerjaan dan penyerapan investasi, nantinya juga penghasilan kepada negara. Itu nantinya akan ke sana. Karena kita kan sekarang mulai membangun infrastruktur teknologi, baru setelah itu kita bisa menghasilkan pendapatan bagi negara. Jangan lupa Amazon saja untuk profit butuh 20 tahun. Kalau Indonesia bisa dalam 7 tahun ya besar. Kan kita sudah masuk sudah tahun ke-4 jadi ya saya rasa 4-5 tahun sudah bisa profit.
Sebagai investor bagaimana cara memilih startup yang akan diinvestasikan?
Ya memang startup ini tumbuh liar di Indonesia, tapi to be honest kita bisa lihat yang bagus yang mana. Kan ini balik lagi ke bibit, bebet, bobot untuk mencari jodoh. Pertama kita melihat track record orang itu bagaimana, baik saat sekolah dan tempat kerjanya. Sekolahnya dimana, bagus apa enggak. Kalau performance sekolahnya bagi pasti orangnya rajin. Waktu kerja bagaimana, kalau terus mencapai top performance berarti dia rajin. Lalu kalau melihat co-founder-nya, kita lihat timnya saling mengisi atau tidak.
Kemudian melihat karakter mereka, ini lebih susah karena harus sering ketemu. Waktu mereka sedang susah susah bagaimana mereka menyelesaikannya. Makanya saat pandemi COVID-19 ini bagus sebenarnya, saya bisa melihat karakter masing-masing founder. Kedua orangnya gigih atau tidak, kegigihan itu penting. Ketiga orangnya rendah hati nggak, itu yang paling penting tuh kalau sombong di Indonesia susah. Jadi sebenarnya simpel.
Saya lebih cenderung melihat ke orangnya. Ya oke masuk akal sebelum investasi kita melihat aplikasinya, tapi balik ke manusianya juga. Karena mau sebagus apapun aplikasinya, tapi kalau karakter orangnya nggak pas ya buat saya enggak. Pernah saat ada masalah orangnya nggak mau dengerin, akhirnya orangnya diganti. Jadi ada 1 perusahaan founder-nya waktu ada susah reaksinya malah negatif waktu kita omongin. Tapi karena itu menyakitkan perusahaan yang kita invest, terpaksa founder-nya yang kita ganti, dan sekarang perusahaannya lebih baik.
Bagaimana Anda melihat masa depan unicorn dan decacorn Indonesia? Sebab walau sudah besar mereka masih sering tertimpa masalah, bahkan ada yang melakukan PHK massal?
Tapi menurut saya sebagian yang besar ini ada PHK juga bagus, karena itu lumrah. Sehingga mereka paham ada up and down. Kalau market lagi turun ya terpaksa harus melakukan itu. Ya salah satunya juga peta persaingan yang semakin ketat.
Banyak yang menilai di Indonesia industri digital dianggap terlalu duopoli, misalnya Grab dan Go-Jek di transportasi serta Tokopedia dan Shopee di e-commerce, apakah startup memang benar tidak punya peluang?
Startup baru sangat bisa, di China ada perusahaan bernama Pinduoduo yang melakukan social commerce. Dalam waktu 5 tahun dari 0 menjadi valuasi US$ 80 miliar. Padahal di e-commerce sudah ada perusahaan seperti Alibaba, JD yang besar-besar. Jadi bakal ada selalu kesempatan untuk pemain-pemain baru. Di Indonesia ada perusahaan seperti Paxel, Sicepat yang sekarang sedang menjadi perusahaan e-logistic besar padahal ada perusahaan seperti JNE dan mereka berkembang cepat sekali.
(das/ara)