Dubes Djauhari Blak-blakan Mesranya Hubungan Dagang RI-China

Wawancara Khusus Dubes RI untuk China

Dubes Djauhari Blak-blakan Mesranya Hubungan Dagang RI-China

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 24 Jun 2020 17:05 WIB
Dubes RI untuk RRC Djauhari Oratmangun
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Indonesia masih memiliki peluang besar untuk mengembangkan perdagangan dengan China. Banyak sektor bisnis yang ternyata cukup potensial di China yang bisa digarap pasca pandemi COVID-19.

Hal itu diungkapkan Duta Besar RI untuk RRC Djauhari Oratmangun dalam wawancara Blak-blakan dengan detikcom. Dia menyebut setidaknya ada empat peluang bisnis yang dapat dikembangkan pasca pandemi COVID-19, yakni bisnis yang terkait gaya hidup dan makanan sehat, termasuk produk herbal. Selain itu, platform digital untuk penjualan pemasaran, dan pengantaran meningkat hampir dua kali lipat.

Beberapa produk makanan Indonesia juga ternyata sangat digemari di China saat ini. Seperti sarang burung wallet yang oleh masyarakat China dianggap sebagai makanan para kaisar atau dicitrakan caviar dari timur.

Merujuk keterangan para ahli kesehatan di China, produk mengandung kolagen yang bagus untuk kulit dan bergizi tinggi. Karena itu harga jualnya sangat mahal.

Tidak hanya itu, kerupuk udang dari Indonesia saja begitu laris di China. Bahkan dalam waktu singkat WNI penjual kerupuk udang di China bisa meraup belasan miliar rupiah.

Selain membicarakan perdagangan, Djauhari juga menjawab isu-isu hangat lainnya, seperti isu TKA China, perbudakan ABK hingga proyek ambisius jalur sutra milik China. Berikut wawancara lengkapnya:

- Selama pandemi COVID-19 bagaimana neraca perdagangan RI dengan China saat ini?

Jadi dari 2019 itu memang sedang sedang luar biasa ya hubungan ekonomi kita dengan Tiongkok. Contohnya saya mulai dari investasi, realisasi investasi China di Indonesia tahun lalu itu naik 95,6%. Jadi kalau China plus Hong Kong itu sudah nomor 1 di 2019 sebagai investor di Indonesia. Memang kalau China sendiri urutan kedua, nomor 1 masih tetap Singapura. Tapi kalau digabung dengan Hong Kong jadi nomor satu.

Nah investasinya pun itu kita arahkan ke sektor-sektor yang akan memberikan value added, nilai tambah kepada kita. Contohnya itu kita konsentrasi pada produk-produk turunan dari nikel. Waktu baru masuk di Beijing itu saya bedah eksportnya Indonesia dan Malaysia, saya penasaran kok Malaysia bisa jauh lebih tinggi dari kita. Padahal kita statusnya kan komprehensif strategic partnership, itu bahasa diplomasinya, tapi kalau bahasa keseharian dulu kita teman sekarang jadi sahabat. Mestinya kan perlakuan ke kita lebih istimewa.

Kemudian ekspor elektronik dari Malaysia ke Tiongkok itu US$ 30 miliar dan ekspor elektronik kita hanya US$ 3 miliar. Kemudian dibedah lagi komponen-komponen ekspor elektronik itu apa yang paling banyak, yang paling banyak baterai sekitar US$ 27-28 miliar kan bingung saya. Kan yang punya nikel kita, kok kita hanya US$ 3 miliar.

Ketiga itu saya sebut tourism ekonomi, karena kontribusi ekonomi terhadap tourism kan itu cepat hasilnya dirasakan oleh masyarakat, itu sudah pengalaman di Manado. Nah tourism ekonomi itu juga yang kita promosikan ke Indonesia melalui Bali maupun ke-10 yang kita sebut Bali baru. Itu meningkat, sudah 2,1 juta turis dari Cina yang datang.

Keempat digital economy, karena kontribusi digital ekonomi di Cina, tentunya kita tahu nama besarnya Alibaba dan teman-temannya, itu kan nyaris 30% ke GDP-nya dan itu kan baru baru 20 tahun terakhir. Nah kita itu diprediksi oleh banyak lembaga internasional itu kita akan leading untuk digital ekonomi di kawasan Asia Tenggara. 2025 nilai digital ekonomi di Asean itu akan US$ 250 miliar dolar, Indonesia itu akan di posisi US$ 130 mungkin US% 150 miliar. Nah kita sudah punya 4 unicorn. Hitung aja kontribusi 4 unicorn itu. Nah salah satu negara yang leading dalam sektor digital ekonomi saat ini adalah Tiongkok. Jadi ini juga salah satu sektor yang kita tingkatkan dan sudah banyak rencana yang sudah dilaksanakan.

Nah itu saya sudah bicara dengan leading digital ekonomi di sana, rata-rata kita punya hubungan yang baik dengan mereka. Nah 4 sektor ini kalau bisa kita kerjasamakan dengan dengan China sebagai partner dagang bersama kita, bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.



- Lalu dengan adanya pandemi ini apakah mengubah semua capaian hubungan perdagangan dengan China itu?

Perdagangan kita di tahun 2019 naiknya itu signifikan, total volume perdagangan dengan China tahun 2019 itu kalau saya nggak salah ingat mendekati US$ 78 miliar. Menariknya di kuartal pertama itu untuk pertama kali perdagangan kita dengan China kita surplus. Jadi nilainya itu lumayan. Periode Januari, sampai April itu total nilai perdagangan Indonesia dan Tiongkok itu mencapai US$ 24,1 miliar, memang dibandingkan periode tahun lalu itu turun sedikit, tetapi dalam konteks ini kita itu ekspornya US$ 12,7 miliar. Jadi kita dibandingkan dengan mereka, kita ada surplus US$ 1,3 miliar. Pertama kalinya kita ada surplus.

Ternyata kalau saya bedah lagi itu sektor-sektor yang menonjol merupakan dari produk-produk makanan. Ada sarang burung walet, kemudian kerupuk udang dan produk-produk makanan lainnya. Produk makanan kita cukup laku di sana, juga itu produk-produk perikanan dan kelautan. Ikan-ikan segar segar dan juga ini satu yang menarik ini produk buah-buahan tropis. Jadi kesimpulan sementara bahwa ternyata UKM kita itu luar biasa, mereka kreatif pada saat pandemi seperti sekarang itu ekspor meningkat ke Tiongkok.

- Bagaimana ceritanya produk sarang burung walet Indonesia diminati di China?

Waktu saya pertama kali masuk KBRI sana itu eksportir sarang burung walet Indonesia ke China ternyata banyak yang ilegal, jadi yang berizin itu hanya 4 karena nilainya yang tinggi. Sarang burung walet itu di sana dikenal sebagai makanan kaisar, yang kedua ada yang menyebutnya sebagai caviar dari timur, karena itu harganya mahal. Menurut profesor-profesor yang melakukan riset itu memang mengandung kolagen. Khasiatnya kan untuk untuk kesehatan kulit dan lain-lain, jadi penggemar burung walet itu 75% wanita dan dari situ lebih dari 75% itu wanita yang sedang hamil. Itu dipercaya dan sesuai penelitian juga, itu akan meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan intelektualitas dari janin yang dikandung.

Nah sekarang itu eksportir yang berizin dari Indonesia itu sudah 21 eksportir, kemudian 3 eksportir akan menyusul. Jadi lumayan sudah 24 eksportir sekarang. Jadi kita itu sudah kuasai pasar sarang burung walet China sekarang sudah 74%.

Nah kenapa mahal ya karena tadi itu memang mahal sekali. Jadi dia bisa dijadikan makanan, bisa dibikin sup dan lain-lain. Kalau yang bentuknya telungkup utuh itu memang mahal sekali. Nah tapi yang sudah hancur itu ternyata masih bisa dimanfaatkan juga. Ada yang kreatif, yang hancur juga bisa dibikin kue.

Ada UKM kita namanya Rudi, dia punya apa rumah burung di Kalimantan pabriknya itu ada di Bogor. Kan kue bulan laku disana, dia buat mooncake bird nest, kan jadi laku itu. Kedua dia buat minuman, itu kalau dijual di pasar ritel 6 botol kecil kalau dirupiahkan Rp 4 juta, mahal kan. Juga ada yang mie instan. Memang makanan ini membuat naik gengsi, karena di sana dipercaya itu sebagai makanan raja-raja atau kaisar-kaisar dulu.

Ada yang lain juga misalnya kerupuk udang dari Jawa Timur. Orangnya ada di China, dia kirim dari sini. Dia jual pakai influencer dan di sana iklan di influencer paling lama 6 menit. Nah waktu dia muncul 6 menit pertama itu terjual 5 kontainer. Kemudian beberapa hari kemudian dia muncul lagi pakai influencer yang sama telah terjual itu 6 kontainer. Kemudian percobaan yang ketiga itu 4 menit sudah 8 kontainer. Nah, total nilai rupiah dari yang dijual itu di atas Rp 12 miliar. Keunikan produk ini di packaging-nya. Dia coba lagi coba lagi pakai bintang film terkenal di sana, eh malah nggak menjual sebanyak influencer.

Sebelum saya kembali ke sini kita sudah buat kerja sama juga dengan beberapa platform-platform digital di sana untuk mempromosikan produk Indonesia. Saya mau bikin festival belanja produk Indonesia pakai platform di sana itu mulai 17 Agustus sampai dengan 1 Oktober. Tanggal 1 Oktober itu hari nasional mereka. Ya begitulah harus kreatif memang berdagang sama orang China ini.

- Berapa banyak produk RI yang tenar di China?

Kalau dilihat dari struktur ekspor kita kesana paling besar masih mineral batubara, kedua itu palm oil kita signifikan juga di sana. Baru kemudian ke produk-produk elektronik, furniture, produk produk kehutanan berikutnya baru produk makanan. Tapi produk-produk makanan ini kan banyak UKM jadi daya serap tenaga kerjanya lumayan juga.

Untuk makanan misalnya kopi, itu berbagai jenis tapi yang leading di sana Kapal Api. Kemudian ada kerupuk, sarang burung walet, buah naga, mudah-mudahan kemudian protokol buah nanas juga dalam waktu dekat, karena kan kita luar biasa enaknya itu. Nah yang agak susah durian, durian itu yang kuasai pasar di China itu Thailand dan Malaysia. Nilai ekspor durian dari Thailand tahun lalu ke Tiongkok US$ 2 miliar, itu durian saja. Padahal durian kita varietas kan banyak banget, tapi kan belum industri kita.



- Investasi dari China selama ini yang menjadi isu adalah banyaknya tenaga kerja China yang dibawa ke Indonesia, bagaimana menurut Anda?

Kan isu berbeda dengan faktanya. Ambillah kasus Morowali, dari 40 ribuan tenaga kerja yang ada di sana kan tenaga kerja Cinanya hanya 5 ribu. Tapi itu yang selalu ditonjolkan. Ya sama lah kalau kita berinvestasi di negara lain kan kita ingin juga ada beberapa tenaga kerja kita yang hadir di sana, khususnya tenaga kerja kunci.

Ya tetapi dalam kenyataan faktanya dari data-data yang ada, misalnya untuk Morowali dan beberapa industri nikel juga itu 40.000 tenaga kerja dan tenaga kerja dari Cina hanya 5 ribu. Jadi perbandingannya kan nyaris 80% lebih. Tapi siapa coba yang mau investasi di Indonesia dan mau menyerap 30 ribu lebih tenaga kerja di daerah yang dulunya susah dijangkau.

- Tiongkok saat ini menjadi kekuatan ekonomi dunia, apa ada peluang khusus bagi ASEAN untuk kerjasama dengan China?

ASEAN dengan China itu sudah punya aliansi strategis itu sejak 30 tahun lalu, jadi tahun depan ini kita akan merayakan 30 tahun hubungan antara ASEAN dan China. Di Beijing ada namanya ASEAN-China Center. Saya sudah masukkan satu orang Indonesia jadi direktur di sana dan satu-satunya ASEAN member yang jadi direktur di situ. Jadi I'm so proud bahwa ada orang Indonesia bisa kerja di situ dan kita punya suara. Dalam konteks itulah kerjasama antara ASEAN dan Tiongkok itu meningkat secara signifikan.

- Perdagangan RI dengan China masih kalah dengan Malaysia, apa peluang yang bisa diambil RI untuk mengalahkan Malaysia?

Memang elektronik, kalau palm oil kita nomor 1. Mungkin kita nggak rebut pasar mereka, tapi di sana sekarang semua beralih ke mobil listrik. Jadi kalau kita bisa fokus untuk baterai, kan kita sudah mulai berinvestasi. Nah itu kan bisa dorong. Kedua juga produk-produk furniture tapi furniture yang kreatif, karena saya ke berbagai industri utama furniture di sana dan investor-investornya sudah saya kirim ke Indonesia sudah berkunjung ke Jawa Tengah. Itu bisa juga menjadi salah satu unggulan kita, ekspor furniture dan kayu olahan kita, karena itu masih dikit sekitar US$ 3 miliar. Karena begini, kelas menengah di sana akan meningkat.

Menurut saya kalau kita mau konsentrasi pasca COVID-19 ini ada 4 sektor untuk investasi, yakni pariwisata, digital ekonomi, kendaraan listrik. Jadi pasca COVID ini ada hal-hal yang bisa kita rebut peluangnya. Pertama itu karena selama ini lalu kita perhatian pada healthy lifestyle. jadi hal-hal atau produk-produk yang terkait dengan healthy lifestyle itu akan menonjol, salah satunya healthy food. Kalau bisa dikaitkan dengan herbal juga kenapa semua termasuk di China itu salah satu produk yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terjangkit COVID. Kita punya makanan kita termasuk sarang burung walet itu.

- Terkait kasus perbudakan ABK yang menghebohkan bagaimana lobi-lobi KBRI di sana?

Memang itu komplikasinya banyak, itu terjadi itu lintas negara, kasus-kasus yang kebanyakan ada permasalahan dengan Tiongkok, itu ada yang terjadi di Pasifik, ada yang terjadi di Afrika, ada yang terjadi di Amerika Latin. Itu juga banyak yang terkait dengan agen-agen tenaga kerja. Mungkin ke depannya itu perlu kontrak yang jelas dan lain-lain. Kemlu itu seperti cuci piring, begitu ada masalah, baru kita diminta selesaikan. Kita nggak tahu waktu buat kontraknya.

Tapi kita tetap melayani para ABK ini, karena mereka ini bangsa kita. Kami sudah ke otoritas terkait di sana, melaporkan semua ini. Mereka sudah melakukan penyelidikan, karena mereka juga tidak mau terjadi seperti ini, karena akan mengganggu hubungan. Jadi sudah dilakukan penyelidikan oleh otoritas terkait di sana. Kita juga sudah melakukan pembicaraan dengan pihak yang punya kapal atau pengelola kapal-kapal tersebut. Mereka sudah berikan jawaban. Ada beberapa ABK sudah kita pulangkan, baik melalui Seoul maupun kemarin baru kita pulangkan juga dari China.

Jadi itu harus selain diselesaikan di pihak kita supaya kontraknya jelas, kita juga harus berbicara dengan pihak yang punya kapal. Sakit ketika melihat ada warga sesama bangsa kemudian diperlakukan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Itu rasanya ingin marah-marah, termasuk saya. Saya berharap mudah-mudahan ini bisa ada penyelesaiannya, bisa memuaskan semua pihak. Termasuk tentunya tenaga-tenaga kerja kita berupa ABK-ABK kita.

- Ada tanggapan miring terkait RI yang ikut dalam One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI). Program itu dianggap menjadi strategi China untuk membangun jalur sutra baru demi menguasai dunia. Bagaimana tanggapan Anda?

Jadi memang daya tawar kita dengan Tiongkok dibandingkan dengan negara lain, mungkin posisi daya tawarnya jauh di bawah kita. Dalam konteks BRI ini kita sinergikan juga dengan poros maritim kita. Jadi bukan berarti kita terima saja BRI itu, tidak. Kita berunding, proses perundingan yang cukup memakan waktu, bahwa dia harus investasi dalam konteks poros maritim kita dan mereka setuju. Lalu dapatnya itu adalah sinergi antara poros maritim dan BRI.

Kita dapatnya 4 koridor ekonomi, koridor ekonomi pertama itu Sumatera Utara, kedua itu di Kalimantan Utara,ketiga itu di Sulawesi Utara, dan keempat itu di Bali. Jadi kita tidak sekedar investasi yang di-drive oleh mereka saja, tapi oleh keduanya. Kemudian ada proses feasibility study sebelum investasinya. Sudah beberapa kali tim feasibilty study mereka datang ke sini. Jadi enggak ada lah pandangan seperti itu, darah kita ini NKRI, kita tahu persis ini apa yang harus kita negosiasikan.



Simak Video "Video: Prabowo Resmikan Proyek Baterai Listrik RI-China di Karawang"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads