The Twins menarik perhatian dunia, pada awalnya bagaimana ceritanya sampai bisa mendesain The Twins? Dalam proses desain apa sebetulnya yang ingin ditonjolkan, mungkin apa filosofinya?
Jadi kami membuat The Twins ini, berangkat dari masalah pada klien kami. Ada dua waktu itu, pertama rumah itu dihuni oleh dua orang kakak beradik, yang satu sudah menikah yang satu belum, mereka berdua hidup dalam satu atap. Kedua, waktu konsul ke kami, mereka cuma punya budget Rp 150 juta buat bangun rumah.
Dari situ kami desain dua bentuk rumah yang berdekatan, dua bangunan dalam satu bidang tanah, makanya namanya The Twins. Jadi untuk mengakomodir dua kakak beradik ini kami buatlah The Twins, nah namanya kakak beradik kan hubungannya bisa naik dan turun, maka kami buat dua bangunan yang cuma terpisah 1 meter oleh sebuah pintu kaca. Jadi ibaratnya lagi marahan mau sendiri-sendiri bisa ditutup, kalau dibuka bisa satu lagi.
Kalau bicara filosofinya ya karena ini kakak beradik ada dua rumah kembar berdekatan, kayak kalau dilihat ini kan ada rumah yang pendek ada yang tinggi, ini kayak kakak gandeng adiknya aja.
Rumah The Twins Foto: Fernando Gomulya via Delution |
Kemudian, masalah kedua, datang konsul ke kami mereka cuma punya budget Rp 150 juta, ya kami bilang segitu nggak cukup. Maka kami tawarkan lah konsep rumah tumbuh, awalnya tuh rencananya itu tahap 1 cuma bangun yang bangunan pertama yang pendek ini. Kemudian tahap dua bangunan kedua dibangun satu lantai terus di-dak, tahap ke terakhir baru yang lantai dua pada bangunan satunya.
Cuma waktu kita bikin, si kliennya udah tertarik duluan sama kerja kita. Mereka udah aja mau sekalian bikin, sekali bayar, minta udah kita kerjain aja sampai selesai. Duitnya biar mereka pikirin. Ya kita kerjakan lah sampai selesai kayak sekarang.
Saat diminta membuat The Twins ini, pengerjaannya melakukan renovasi rumahnya si klien yang sudah ada atau bangun dari awal, dan apa memang lahannya kecil sejak awal?
Memang saat diminta ke kami rumahnya memang di lahan kecil, dan kebetulan di dalam gang sempit. Sebelumnya ada rumah lamanya sih, cuma kami rubuhkan, bangun baru, kami menyebutnya renovasi total.
The Twins ini menarik perhatian dunia, menurut Delution apa daya tariknya, desainnya kah atau yang lain?
Dalam desain sendiri, dalam melakukan suatu pekerjaan produk kami adalah iconic space, jadi sesuatu yang iconic, sesuai dengan idealisme kita sendiri a new paradigm atau sebuah paradigma baru. Nah termasuk dalam membuat rumah yang kecil ini kami mau membuat paradigma baru buat pembangunan rumah meskipun itu di lingkungan padat penduduk. Dan memang kayaknya karena ini berada di gang sempit mungkin itu jadi lebih seksi ya dilihat orang.
Omong-omong siapa saja yang mendesain The Twins, apakah Anda salah satunya?
Yang desain itu tim, saya salah satu di dalamnya, jadi karena kami mau membuat paradigma baru di DELUTION kami membuat semua produk secara tim. Jadi kami nggak mau menonjolkan si arsiteknya dalam sebuah karya, tapi branding Delution-nya. Jadi kalau ada orang tanya, siapa yang desain? Ya Delution, kami, tim desain kami.
Proses kreatifnya seperti apa, apakah ada aliran tertentu yang dianut Delution?
Honestly pengerjaan desainnya semua terbuka dari tim kita, semua orang bebas mengusulkan, nanti kami satukan. Proses desain saya sendiri mungkin turun 5-10% lah sisanya ya tim. Kami nggak menganut aliran tertentu. Memang kalau dilihat kebanyakan yang kami kerjakan minimalis kontemporer, tapi beragam lah.
Beralih ke konsep rumah tumbuh yang digunakan Delution pada pembangunan The Twins, boleh dijelaskan secara singkat konsep itu seperti apa?
Rumah bertumbuh ini adalah opsi yang kami tawarkan ketika saat itu klien kami datang dengan budget yang minim. Yang jelas ini adalah perencanaan yang berkelanjutan, di mana saat mau membangun lagi itu tinggal lanjutin aja nggak mesti bongkar ini itu.
Konsep ini sebetulnya sudah sering dipakai di masyarakat, cuma karena mereka nggak pakai arsitek, atau pakai arsitek tapi kurang baik, jadinya perencanaannya kacau. Saat berhasil satu tahap mau ke tahap berikutnya ngebongkar dulu ini itu baru bangun lagi, jadi nggak efisien, banyak biaya terbuang juga jadinya. Jadi poinnya ini perencanaan berkelanjutan, nggak mudah juga, nggak semua arsitek bisa.
Apakah konsep ini cocok untuk masyarakat dengan budget minim yang mau bikin rumah?
Kalau dibilang cocok, jelas cocok, karena gini kalau mau nabung kan itu nggak selamanya bisa mudah ada aja masalahnya kan, kita nabung tahu-tahu dipakai karena ada keperluan urgent. Nah makanya dengan uang yang ada dibangun aja dulu, kemudian direncanakan tumbuhnya, pembangunan selanjutnya. Misal tahun ini Rp 150 juta bangun yang ada, nanti 2 tahun lagi nabung lanjut.
Dalam konsep ini, apabila satu tahap pembangunan selesai rumahnya sudah bisa dihuni?
Iya jelas sudah bisa. Makanya saya bilang perencanaannya ini sangat penting. Bagaimana dia membangun terus menata sisa materialnya juga biar nggak mengganggu pemilik. Lalu bagaimana saat mau lanjut tinggal kerjakan nggak perlu bongkar ini itu.
Idealnya bangun rumah dengan konsep rumah tumbuh ini berapa tahun, ada maksimal waktunya?
Rumah tumbuh ini ya sesuai budgetnya siap aja, nggak ada batas waktu, ada yang 10 tahun, 5 tahun, sesuai budget terkumpul lah. Nah kalau ditanya idealnya, ya bangun rumah sekali jadi, sekali budget, bangun, selesai.
Cuma kan kita di sini memberikan opsi untuk yang budgetnya minim, masak sih nggak ada caranya untuk bangun rumah? Kan kalau nunggu nabung nggak selamanya mudah, nah makanya ada konsep rumah tumbuh.
Salah satu yang jadi daya tarik The Twins juga adalah letaknya yang berada di gang sempit, dengan lahan kecil dan rumahnya yang mungil. Apa saja tips-tipsnya dalam mendesain atau merombak rumah di lahan yang kecil?
Ada beberapa tipsnya, salah satunya itu adalah memaksimalkan bukaan di dalam rumah. Jadi bukaan tuh kayak gini nih, banyak pintu, jendela. Terus ini kita bikin celah di sudut rumah di situ kita tanam pohon tinggi menjulang yang seakan-akan menembus ke atas rumah. Dengan begitu kan terang, cahaya masuk, matahari masuk, jadi rumah nggak sumpek, nggak sempit.
Nah celah yang di sudut rumah ini juga kan kalau ada cahaya matahari bisa masuk rumah, buat sirkulasi udara juga. Kalau hujan ini kita sudah ada semacam penghalangnya tinggal diturunin.
Kemudian apa lagi? Usahakan furniture-nya compact, kayak furniture yang bisa dilipat-lipat. Kalau lihat di The Twins nih, itu ada meja makannya mepet tembok nah ini kalau nggak dipakai bisa dilipat jadi dia itu bisa bikin ruangannya luas. Kayak kalau di apartemen-apartemen juga kan sekarang banyak tuh ya kayak kasur tapi bisa dilipat.
Kemudian kalau ada budget lebih main pakai kaca, main cermin. Soalnya kalau kaca itu bisa membuat kesan ruangan lebih terasa luas. Makanya di sini pun kami juga sedikit banyak penggunaan kaca, di sini ada pintu kaca juga.
Kesalahan banyak orang kalau punya rumah kecil itu adalah lahannya semuanya dibangun, ditembok, nggak banyak jendela, itu yg bikin sumpek, jadi kelihatannya juga sempit, kecil. Padahal lahannya bisa disisakan buat keperluan lain, nah space yang kecil bisa diakali dengan 3 cara tadi.
Bagaimana The Twins bisa masuk ajang internasional, apakah diundang, ada pencari bakat atau bagaimana?
Jadi begini, dulu awalnya sebelum ada The Twins, kami juga pernah memenangi award pada ajang yang sama di tahun 2017, Splow House namanya. Dulu lumayan hype juga, cuma nggak sebesar sekarang, mungkin karena yang sekarang ini di gang sempit ya.
Award-nya sama soal rumah kecil juga. Nah itu kita submit karya kita waktu itu. Untuk The Twins sih kayaknya ya karena kita pernah masuk award itu jadinya kita diundang lagi, kita submit, menang lagi.
Soal material yang digunakan pada rumah The Twins, apakah ada sesuatu yang spesial. Pasalnya, mungkin bagi orang awam The Twins akan terlihat kontras dengan kanan kirinya?
Oh itu nggak ada yang spesial, biasa aja semuanya, material itu tergantung treatment-nya aja. Kita gunakan material yang umum dipakai, nggak ada yang aneh-aneh, tekniknya juga nggak aneh-aneh.
Ini nih kayak lantainya aja ini, cuma acian mentah biasa aja, nggak pakai keramik kan kayak rumah-rumah Jawa zaman dulu begini kan. Kusennya juga, yang dipakai umum aja. Plafon juga gypsum standar-an aja. Nah dinding depannya juga yang kelihatan keren, padahal ini biasa aja, cuma pakai teknik kamprot, jadi kesannya natural aja.
Malah ini pintunya aja ada yang cuma pakai triplek lho, cuma treatmentnya beda, kita yang cariin tripleknya cari yang kualitasnya bagus, yang warnanya cerah. Malah ini biasanya minim-minimnya orang pakai HPL lho buat pintu, kita triplek aja bisa bagus.
Nah ini cuma barang-barang biasa, gimana bisa menemukannya? Nah di situ lah fungsinya ada arsitek, kita arahin pakai ini, pakai ini. Orang awam mungkin nggak tahu, cuma kita kan bisa tahu.
Beranjak dari The Twins, seperti apa pandangan Anda terhadap profesi arsitek di Indonesia, seberapa besar masyarakat sadar akan pentingnya kerja arsitek?
Menurut saya masyarakat memang belum aware sama pekerjaan arsitek, jadi hal tersebut terjadi karena adanya gap di masyarakat, di mana seorang arsitek yang bagus kerjanya itu nggak bisa digapai oleh masyarakat. Jadi kayak pengacara, seorang arsitek kalau dia sekali dapat proyek keren namanya naik dia akan menyeleksi lebih ketat pesanannya. Hal itu menurut saya sih wajar, karena memang namanya profesi kan mencari untung, apalagi kalau dia orang money oriented, pasti dia akan cari pelanggannya kalangan mid up.
Nah karena gap ini jadi masyarakat di bawah, katakan lah kalangan mid low, mereka nggak punya kesadaran soal pentingnya peran arsitek. Mereka kadang bangun rumah, bangun aja, perencanaannya kurang. Ketemu arsitek juga arsitek yang kurang mumpuni yang bodong, maka hasil rumahnya nggak sesuai, budget juga berpotensi terbuang. Nah ini lah yang mau disentuh sama Delution, gap ini yang belum terisi mau kita isi. Kita sentuh kalangan mid low.
Kalau boleh cerita, ngerjain rumah-rumah kecil bahkan macam The Twins itu nggak menguntungkan buat kita. Ribet. Budget juga minim jadi pusing juga realisasinya. Tapi kita ini mau idealis juga sesuai dengan new paradigm gitu lho, kita mau ada impact ke masyarakat juga, jadi iconic space itu bisa dilihat dimiliki diterima masyarakat kalangan manapun.
Kami kalau mau untung ya, ya mending ngerjain orderan corporate aja, udah banyak tuh kita garap interior-interior corporate. Itu macam mesin kita sebenarnya buat mendapatkan keuntungan, bisa 10-15 kali lebih untung daripada bikin rumah macam The Twins.
Nah karena gap tadi juga bikin imej arsitek di masyarakat itu ada yang salah, kita dianggap tukang gambar doang. Padahal fungsi kita itu consulting, konsultasi, klien datang jelasin dia mau bikin rumah begini, begini, budgetnya segini, kita arahin nih, mending kayak begini, materialnya pake ini, kita bantu juga rencanakan dananya. Konsultasi, itu yang bikin kita punya harga.
Soal gap tadi saya rasa wajar dan memang begitu adanya, cuma kembali lagi kami DELUTION punya idealisme sendiri, maka kami juga terima aja kalangan low mid. Ya macam The Twins itu lah punya uang Rp 100 jutaan mau bikin rumah datang ke kita.
Pertanyaan terakhir, apakah ada karya DELUTION lainnya yang bakal didorong menuju ajang internasional lagi?
Masih pastinya, karya kita kan banyak. Cuma mungkin pertama saya jelaskan sebelumnya kalau award udah banyak, salah satunya tadi Splow House lebih dulu dari The Twins, di tahun 2017.
Kalau mungkin tahun ini next-nya kita bakal dorong unit cluster perumahan kita buat jadi jagoan. Kan kita punya anak usaha developer, DELUTION Land, ini ada Linaya project pertama kita, cluster di daerah Ciputat, itu isinya ada 30 rumah. Masih progress, targetnya tahun ini atau tahun depan selesai, sekarang sudah 60% kira-kira yang laku.
Nah uniknya ini kita main rumah minimalis lagi, kalau Splow House itu 90 meter luas tanahnya, The Twins 70 meter. Linaya ini lahannya cuma 60 meter luasnya. Ini desainnya kita optimis lagi buat maju ke award berikutnya, mungkin ya paling nggak bisa masuk nominasi lah kalau nggak menang.
Kita semangat juga menyambut produk ini karena ini anak pertama developer kita yang dibentuk 2018, kami yakin ini juga bisa dobrak dunia penyediaan rumah. Yang biasanya biasa-biasa aja, sekarang kita buat bagus begini.