Presiden Buruh Bicara soal 3 Juta Orang Kena PHK hingga Minta Upah Naik 10%

Wawancara Khusus Presiden KSPI Said Iqbal

Presiden Buruh Bicara soal 3 Juta Orang Kena PHK hingga Minta Upah Naik 10%

Trio Hamdani - detikFinance
Rabu, 01 Sep 2021 07:00 WIB
Presiden KSPI, Said Iqbal, hadir saat KSPI memberikan keterangan pers di hadapan awak media di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Sektor ketenagakerjaan menjadi salah satu yang paling terguncang akibat pandemi COVID-19. Penyebaran virus Corona yang menggoyang ekonomi Indonesia dan dunia sudah berlangsung lebih dari 1,5 tahun.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal membeberkan secara lengkap bagaimana nasib buruh di tengah pusaran pandemi COVID-19, mulai dari ancaman PHK hingga rentannya protokol kesehatan (prokes) industri, khususnya padat karya yang mempekerjakan ribuan bahkan puluhan ribu orang.

Said Iqbal juga bicara soal isu Undang-undang Cipta Kerja yang saat ini sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia juga menyoroti upah minimum 2022 yang mulai dibahas oleh pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut hasil wawancara lengkap detikcom dengan Presiden KSPI Said Iqbal:

Bagaimana kondisi perburuhan selama lebih dari 1,5 tahun diterpa pandemi COVID-19 seperti apa?
Yang pertama tentu pandemi COVID-19 memukul dunia usaha di mana pengusaha kapasitas produksinya akibat permintaan barang yang menurun, kapasitas produksinya juga menurun maka banyak perusahaan yang melakukan PHK. begitu pula yang terkena pandemi COVID-19 diakibatkan roda usahanya itu nggak berjalan, seperti pariwisata, hotel kan karena PSBB dulu, PPKM dan lain sebagainya menghambat atau mengurangi mobilitas orang berpergian, otomatis Industri atau sektor jasa yang terkait dengan mobilitas orang itu akan terpukul kemudian terjadi PHK.

ADVERTISEMENT

Memang yang masih sedikit bertahan di dunia usaha itu adalah industri manufaktur terutama yang berorientasi ekspor, karena dunia juga masih tetap ada pergerakan dalam permintaan pasar barang walaupun menurun sekali tetapi tetap dijaga orientasi ekspor seperti industri otomotif, elektronik, komponen otomotif, komponen elektronik, tekstil, garmen, sepatu yang orientasi ekspor. Kemudian pertambangan, perkebunan, industri kimia, industri farmasi relatif masih bisa bertahan. Maksud saya masih bisa bertahan tidak terjadi PHK tetapi terjadi pengurangan karyawan kontrak tidak diperpanjang.

Pada intinya antara sektor manufaktur dan non manufaktur berat. Tapi yang paling berat memang non manufaktur terutama jasa perdagangan.

Kemudian hal lain juga yang menimpa dunia usaha selama masa pandemi ini adalah bagaimana pengusaha mengalami kesulitan mengatur rotasi jam kerja dan waktu kerja, karena ketika buruhnya terkena pandemi COVID dan jumlahnya banyak kan mau nggak mau mereka harus meliburkan sebagian buruh. Nah di manufaktur atau pabrik nggak mungkin produksi itu setengah-setengah. Nah itu agak susah pengusaha menghadapi situasi itu. Tapi dengan berbagai cara saya mendapat informasi mereka tetap bisa berjalan tapi tidak full capacity. Itu bagi pengusaha.

Bagi buruh dia mengalami situasi yang sangat sulit. Yang paling sulit adalah akibat Omnibus Law/Undang-undang Cipta Karya, guru karyawan tetapkan sebelumnya banyak yang dipecat, pesangon terutama di tekstil, garmen, sepatu, makanan-minuman sebagian daripada komponen elektronik kemudian juga beberapa industri keramik dan sektor jasa Omnibus Law itu dipecat, dikasih pesangon 1 kali. Setelah itu direkrut lagi, masa kerjanya kan 20 tahun-30 tahun pasti mau lah karena susah cari kerja dengan masa kerja tinggi, tapi dia dikontrak berulang-ulang atau di-outsourcing seumur hidup. Nah yang lebih parah kan boleh upah harian. Nah akhirnya ketika terjadi pandemi dia mulai ada gejala pokoknya dia nggak berani masuk karena kalau nggak masuk upahnya dipotong, kan kerjanya harian. Nah itu sangat merugikan posisi buruh.

Posisi yang lain bagi buruh akibatnya adalah PHK di industri pariwisata, hotel, garmen, tekstil, sepatu, dan juga industri-industri maskapai penerbangan itu ada PHK.

Terakhir dampak buruk buat buruh dari pandemi COVID ini adalah ketika dimulai berlakunya PPKM Darurat dan lanjutannya hampir 3 minggu itu tingkatan pandemi COVID yang terpapar COVID itu, penularan COVID sekitar 10%, kan tinggi, di setiap pabrik, rata-rata ya, dan tingkat kematiannya sudah ratusan. Itu memang agak membuat panik buruh. Tapi akhirnya dengan program vaksin tadi, terutama kerja,sama Mabes Polri yang vaksin gratis, Mabes Polri dengan KSPI dengan KSPSI AGN itu bisa mengurangi juga nggak penularan COVID dan angka kematian

Terkait buruh yang terkena PHK mungkin KSPI ada datanya?
Di KSPI ini ada dua sektor, 1 sektor non manufaktur, jasa perdagangan. Seperti apa? hotel, maskapai penerbangan tapi kru daratnya, kemudian ada di transportasi, logistik, ritel. Nah di sektor ini yang menjadi anggota KSPI yang ter PHK itu sudah ratusan ribu bahkan mungkin kalau yang di luar KSPI digabungkan itu sudah jutaan dan itu diakui kan oleh pemerintah, di sektor ritel seperti Giant, Hero, dan lain sebagainya. Kemudian di transportasi, logistik, kemudian hotel-hotel di puncak itu kan hotel-hotel melati itu kan anggota KSPI di-PHK semua. Ada juga yang dirumahkan tapi tanpa status yang jelas. Jadi kalau ditanya jumlahnya catatan KSPI hampir lebih dari 200.000 orang. Tapi kalau digabungkan dengan total non KSPI seperti apa pemerintah bilang sudah hampir 3 jutaan orang.

Untuk yang kedua sektor manufaktur, ini sektor fabrikasi, memang belum terasa PHK di karyawan tetap tapi di karyawan kontrak sudah PHK, caranya perusahaan tidak memperpanjang kontrak kerja. Data KSPI memang tidak terdata karena begitu habis kontrak mereka nggak laporan. Tapi kalau melihat jumlah karyawan kontrak menjadi nol setelah PHK ini jumlahnya juga ratusan ribu.

Kalau yang karyawan tetap di sektor manufaktur seperti pertambangan kemudian otomotif, elektronik, kimia, energi, perbankan itu catatan KSPI dalam satu bulan sudah 50ribuan yang di-PHK.

- Buruh yang di PHK selama pandemi ini mendapatkan seluruh haknya?
Kalau dia di industri manufaktur fabrikasi Selama masih menggunakan perjanjian kerja bersama atau PKB memang pesangonnya dibayarkan sesuai Undang-undang Nomor 13. Tapi kalau baru saat itu belum ada perjanjian kerja bersama maka yang dibayarkan pesangonnya sesuai Undang-undang Cipta Kerja yang merugikan buruh, ada yang setengah kali aturan, maksimal 1 kali aturan, ada yang 0,75, ini merugikan buruh, dan ini lebih banyak dibandingkan yang pakai PKB tadi.

Dan untuk karyawan yang harian Ini yang kasihan di tekstil, garmen, sepatu itu tadi yang upahnya harian terus kemudian statusnya kontrak dia dipecat pecat saja tidak ada perlindungan, tidak ada pesangon. Di sektor transportasi itu pun tidak ada pesangon. Di kasus Giant di sektor ritel ada pesangon relatif baik menggunakan Undang-undang Nomor 13/2003. Secara kesimpulan umum lebih banyak yang mendapatkan pesangon tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tetapi menggunakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja hanya setengah kali dari aturan atau tidak sama sekali dibagikan pesangonnya, atau hanya dikasih uang tali kasih, ada yang Rp 1 juta, Rp 2 juta dipukul rata.

Lanjut ke halaman berikutnya

Lihat juga Video: Menaker: Subsidi Gaji Rp 1 Juta kepada 8 Juta Pekerja

[Gambas:Video 20detik]




Terkait buruh yang dirumahkan kan Kementerian Ketenagakerjaan beberapa kali menegaskan mereka yang dirumahkan harus tetap digaji. Tapi ada keluhan nggak teman-teman dirumahkan tapi nggak digaji?
Ya kalau Kementerian Ketenagakerjaan dalam hal ini Menaker atau Dirjen di Kementerian Ketenagakerjaan wajar mengeluarkan surat edaran. Cuma sayangnya waktu itu saya mengusulkan bukan surat edaran. Surat edaran itu nggak mengikat. Pengusaha sederhana kalau dia bisa bayar dia bayar, kalau dia nggak ada uang ya dia nggak bayar karena di edaran kan nggak ada sanksi. Nah karena dia nggak ada sanksi kan kita nggak tahu mana perusahaan yang mampu membayar? mana perusahaan yang tidak mampu membayar? seharusnya hukumnya itu harus hukum positif, misalnya Peraturan Menteri ketenagakerjaan terkait dengan ter-PHK-nya karyawan di tengah pandemi COVID, kan ini sementara sifatnya, nanti kalau sudah nggak pandemi COVID Peraturan Menteri itu dicabut lagi. Kalau dia Peraturan Menteri mengikat.

Dengan demikian pengusaha akan taat walaupun tetap ada yang melanggar tapi ketaatannya akan meningkat, dia akan membayar aturan pesangon sesuai dengan aturan PKB yang ada di perusahaan atau setidak-tidaknya yang ada di Undang-undang Cipta Kerja walaupun itu merugikan buruh. Sayangnya edaran itu tidak ditaati oleh mayoritas perusahaan yang telah mem-PHK buruhnya di tengah pandemi COVID.

Terkait kegiatan usaha di pabrik atau perusahaan ada laporan bahwa ada yang tidak taat protokol kesehatan?
KSPI telah melakukan semacam survei sederhana, 1.000 perusahaan kami melakukan survei tapi anggota KSPI ya, tapi setidak-tidaknya ini bisa mencerminkan secara umum industri manufaktur karena anggota KSPI kan beragam yang tadi saya bilang. Jadi lengkaplah sektor industri di KSPI. Dari 1000 pabrik/perusahaan vyang kami survei yang kembali sekitar 500-an atau 600 perusahaan, dari situ tercatat bahwa hanya 20% perusahaan yang menjalankan prokes.

Pengertian menjalankan prokes tentu yang sesuai anjuran yang dibuat oleh pemerintah ya, dimulai misal secara berkala melakukan tes antigen, dibiayai oleh perusahaan. Kemudian memakai masker, menjaga jarak, mengatur WFH 50%, 50% kerja 50% tidak atau sehari libur sehari kerja, mencuci tangan, menyediakan hand sanitizer, dan hal-hal lain yang diatur. Nah itu hanya 20% dari total jumlah perusahaan yang ada dari kuesioner. Itu kan bisa mencerminkan secara nasional.

Lalu 80% tidak taat prokes. Paling mereka hanya menggunakan masker itupun yang bayar si buruh beli sendiri, bawa sendiri maskernya. Nah maskernya sudah kucel-kucel begitu pasti, sudah nggak layak lah, tidak standar. Kenapa mereka tidak bisa mematuhi prokes secara sempurna? yang pertama masalah biaya. Antigen itu kan bayar, waktu itu kan masih agak mahal antigen, hampir Rp 200.000-an per orang. Misal satu perusahaan jumlah karyawannya kan 60.000 orang, 60.000 dikali Rp 200.000 bisa berapa dia harus keluar uang. Perusahaan-perusahaan tekstil, garmen, sepatu rata-rata kan puluhan ribu begitupula perusahaan otomotif ribuan, terutama yang di padat karya ya katakan perusahaan makanan minuman rata-rata akan mengeluarkan biaya yang sangat besar kalau melakukan tes antigen berkala. Kan kita harus tahu ini anak sehat apa nggak, kan ada yang tidak bergejala/OTG. Nah itu lah faktor yang menjelaskan mengapa 80% perusahaan tidak menjalankan prokes secara sempurna.

Alasan selain biaya adalah mereka dikejar kejar target produksi. Akibat dikejar-kejar target produksi, dengan jumlah karyawan yang banyak mereka nggak bisa melakukan sehari libur sehari masuk atau jam kerja bergilir. Bagaimana mungkin jumlah orang satu pabrik 60.000 buruh secara bergilir? tetap kalaupun bergilir 30.000, 30.000 nggak mungkin jaga jarak. Faktor-faktor itulah yang menjelaskan selama pandemi COVID-19 1,5 tahun ini, terutama di padat karya dan UMKM tidak menerapkan protokol kesehatan yang menurut survei KSPI secara sederhana 80% dari total perusahaan yang ada di Indonesia.

Solusinya apa terkait prokes?
Pertama tentu harus diberikan masker gratis. Jangan jadi beban perusahaan. Memang perusahaan yang mampu dia akan melakukan prokes, memberikan masker gratis sebagai penambah. Tapi perusahaan-perusahaan kecil kan tidak bisa maka seharusnya pemerintah menyediakan masker gratis kepada perusahaan-perusahaan di padat karya, UMKM. Kedua dilakukan tes antigen massal gratis di perusahaan-perusahaan. Memang biasanya Satgas COVID melakukan sampling, tapi sampling hanya perusahaan tertentu. Boleh sampling tapi perusahaannya merata sehingga mudah di tracing siapa yang sudah mulai terkena COVID-19. Ketiga program vaksin. Salah satu cara untuk menurunkan COVID kan herd immunity dalam satu komunitas 50% sudah ter paksin maka terjadi herd immunity. Nah di pabrik atau di perusahaan atau di kantor dia kan satu komunitas maka harusnya dia herd immunity. Nah vaksinnya harus vaksin gratis.

Nah mungkin vaksin gotong royong yang ditawarkan oleh APINDO dikomersialisasi. Oleh karena itu kami mengharapkan vaksin gotong royong itu dihapus saja tapi dijadikan vaksin tidak berbayar dengan biaya pemerintah untuk kerja di herd immunity. Kalau herd immunity sudah terjadi, kerja pun bisa 100% operasional kan berarti investasi makin meningkat, produktivitas meningkat, pertumbuhan ekonomi meningkat, otomatis akan ada lagi pemasukan anggaran.

Akses vaksin gratis ada kendala di buruh?
Ya karena kan kita tahu terbatas, kan bukan hanya buruh republik ini, masyarakat banyak, tentu vaksin kan juga tidak bisa langsung diproduksi sekaligus, karena kan pabrik pabrik vaksin kan juga ada kapasitas produksi yang terbatas, kita bisa pahami itu.

Kendala-kendala itu bisa dipahami karena keterbatasan jumlah produksi tetapi harus disiasati dengan manajemen distribusi, di samping tadi vitamin dan obat obat COVID harus diberikan secara gratis kepada buruh yang isoman melalui BPJS Kesehatan. Itu juga salah satu upaya.

Vaksin gotong royong dalam praktiknya ada nggak perusahaan yang memungut biaya kepada karyawannya untuk melaksanakan program vaksin gotong royong atau ada hak-hak yang dikurangi?
Saya tidak tahu ya karena vaksin gotong royong ini kan domainnya manajemen. Teman-teman serikat buruh belum ada laporan. Sepanjang yang saya tahu sampai saat ini belum ada yang dipungut biaya oleh perusahaan terhadap vaksin gotong royong karena vaksin gotong royong itu dibayar oleh perusahaan. Cuma masalahnya dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia hanya 5% perusahaan yang sudah menjalankan vaksin gotong royong. Dengan kata lain ada 95% dari total jumlah perusahaan di Indonesia tidak mampu menjalankan vaksin gotong royong. Ya buruh ketika perusahaan tidak mampu bayar vaksin gotong royong atau belum dapat vaksin gratis, dia pulang ke rumah kan menjadi anggota masyarakat, dia dapat kan vaksin di masyarakat itu, tapi program vaksin di masyarakat jarang sekali pada hari libur. Kalau hari kerja kan buruh kerja tidak bisa ikut dia.

Lanjut ke halaman berikutnya

Terkait pandemi COVID-19, apakah masih ada potensi PHK di tahun 2022? Saran buat pemerintah untuk meminimalisir PHK di tahun depan bagaimana?
Bisa dipastikan di tahun 2022 masih akan terjadi PHK. Kan ini baru sekarang vaksinnya, kita belum tahu sampai sejauh mana program vaksin yang ke dua kan, vaksin ke dua efektif gak menekan angka penularan? kan kita agak kaget juga kan ternyata virus ini menurut WHO bermutasinya cepat sekali, dari Beta ke Delta saja kita kalangkabut kan kemarin. Yang paling penting memang herd immunity itu, vaksin itu sudah merata.

Saran kami yang pertama adalah mempercepat herd immunity melalui program vaksin terutama di kalangan buruh karena ini berkaitan dengan ekonomi supaya jangan terjadi ledakan penularan kasus COVID lagi di buruh. Yang kedua bagi buruh yang terkena isoman perintahkan keluar Keppres/Perpres Darurat COVID, menanggung biaya vitamin dan obat-obatan COVID secara gratis, nggak bisa mengandalkan telemedicine dan bansos obat atau vitamin, nggak bisa, dia terbatas. Tapi kalau BPJS Kesehatan, jaringan klinik dan rumah sakitnya luas. Nah baru yang ketiga untuk mempertahankan daya beli tetaplah buruh yang dirumahkan dibayar upahnya penuh, yang dipotong tunjangan tidak tetap lah misalnya tunjangan makan, tunjangan transport, tunjangan kehadiran boleh.

Baru yang keempat jangan dilakukan PHK, lebih baik dirumahkan dengan tetap membayar gaji pokok saja. Dan yang terakhir Omnibus Law itu cabut saja lah, itu dijadikan peluang dari pengusaha untuk membenarkan tidak membayar upah ketika dirumahkan, membenarkan memberikan pesangon kecil, membenarkan PHK dengan alasan. Itu Omnibus Law itu bagi buruh di tengah pandemi COVID-19 berbahaya sekali sebaiknya dicabut khusus cluster ketenagakerjaan.

Terkait subsidi gaji ini kan skemanya berbeda dari tahun lalu, sikapnya KSPI bagaimana?
Kalau semangat BSU itu kita memang setuju karena memang kan KSPI itu yang mengusulkan dari Maret-April mulainya COVID sudah teriak-teriak karena bantuan subsidi upah itu karena saya di ILO kan saya melihat negara-negara Eropa dan negara-negara Asia yang sudah dapat BSU. Kita setuju semangatnya, yang keliru penerapannya. Pada waktu BSU yang pertama saja kan tidak tepat sasaran juga karena yang menjadi peserta Jamsostek saja, BPJS Ketenagakerjaan yang diberikan. Padahal yang terkena PHK kebanyakan bukan anggota BPJS Ketenagakerjaan kan, yang salah kan bukan buruh, kan pengusahanya yang nggak mendaftarkan. Masa gara-gara pengusaha salah BSU-nya tidak tepat sasaran. Oke lah kita harap ada perbaikan ternyata skema yang kedua malah parah.

Sebenarnya nggak perlu level-level lah sepanjang dia terkena PPKM maka diberikan BSU. Dengan demikian memang anggaran BSU-nya harus ditingkatkan. Ini kan ini terjadi karena anggaran BSU kecil ngebaginya susah.

Terkait Undang-undang Cipta Kerja gugatan di MK sudah final atau bagaimana?
Buruh melakukan gugatan di Omnibus Law itu ada, uji formil dan uji materil. Itu sudah uji formil, sekarang sudah memasuki sidang kesaksian. Dalam sidang kesaksian itu kita sudah mengingatkan ke majelis hakim bahwa secara formil pembuatan undang-undang itu cacat hukum. Fakta-faktanya saya sudah menjadi saksi fakta tanggal 25 Agustus yang lalu di situ cacat formilnya yang pertama naskah RUU dari mulai penyusunan, perencanaan hingga pengundangan sesuai perintah Undang-undang P3 (pembentukan peraturan perundang-undangan) itu tidak pernah diberikan. Juga naskah RUU nya nggak pernah diberikan kepada stakeholder. Yang kedua keikutsertaan kita di tim pemerintah dan di tim BPN lebih kepada jebakan seolah-olah kita sudah partisipatif. Padahal kita hanya didengar dan sosialisasi dari konsep mereka.

Itupun sosialisasinya naskahnya kita minta tidak diberikan naskah RUU-nya. Yang ketiga cacatnya adalah tidak melibatkan dari mulai perencanaan dan penyusunan serikat buruh dan elemen masyarakat lain. Hanya melibatkan pembentukan Satgas Omnibus Law yang berisikan pengusaha. Nah mudah-mudahan fakta-fakta ini dari saksi saksi ahli bisa dikabulkan kita harapkan Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, setidak-tidaknya Klaster Ketenagakerjaan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena jelas-jelas hanya pengusaha yang terlibat di Satgas Omnibus Law dan buruh tidak dilibatkan dari awal hingga akhir.

Yang kedua uji yang kami lakukan adalah uji materiil ini masih setop dulu karena kan harus uji formil selesai, karena kalau uji formil dikabulkan gugatannya kan nggak perlu lagi ada uji materiil kan semua sudah dibatalkan. Nah uji materiil ini baru waktu itu mendengarkan keterangan dari pemerintah. Kami mengajukan 12 item materiil yang digugat, prioritasnya 12 item. Kalau pasalnya 69 item yang digugat uji material. Antara lain isunya atau itemnya: upah minimum dihilangkan, UMK menggunakan kata-kata dapat, UMSK hilang, kenaikan UMK hanya inflasi atau pertumbuhan ekonomi, outsorsing dibebaskan seumur hidup, karyawan kontrak dikontrak berulang-ulang walaupun sudah dibatasi tapi dikontraknya berulang-ulang, pesangon dikurangi, PHK dipermudah, TKA asing dipermudah. Cuti melahirkan dan cuti haid bagi perempuan upahnya tidak dibayarkan, cutinya diberikan tapi upahnya tidak dibayarkan. Kira-kira itu yang kita gugat di uji materiil.

Kalau gugatan ini akhirnya ditolak MK, artinya perjuangan buruh selesai?
Lanjut, kan masih ada, secara konstitusional kita bisa minta kepada DPR melakukan legislative review. Legislative review itu artinya revisi undang-undang, kan undang-undangnya sudah sah nih diundangkan, kan boleh direvisi. Itu kan setahun ya, setahun berarti Oktober 2021. Di Oktober 2021 kita minta DPR revisi, masukkan di Prolegnas untuk tahun 2022. Ya tentu hal-hal lain juga saya sebagai ILO Governing Body sudah memasukkan dalam komite aplikasi standar yaitu Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja melanggar Konvensi ILO Nomor 87 tentang Hak Berserikat dan Konvensi ILO Nomor 98 tentang Hak Berunding dan ini sudah dibahas di ILO sana. Nah tentu ILO akan mengeluarkan sikap resminya.

Yang terakhir, aksi-aksi tentu akan kita lakukan bahkan saya sudah sampaikan tidak ada jaminan bahwa buruh tidak akan melakukan aksi. Bisa jadi di tengah pandemi ini pun buruh bisa melakukan aksi mogok nasional jilid 2. Bentuknya setop produksi, intinya nggak keluar pabrik tapi semua produksi perusahaan setop berhenti.

Terkait upah minimum 2022, Kemnaker mulai menyusunnya. Kalau usulan dan harapannya KSPI kenaikan upah minimum seperti apa?
Saya minta pemerintah tidak usah basa-basi, kan mereka sudah setujui Omnibus Law, buruh menolak Omnibus Law. Dalam Omnibus Law itu nggak perlu berunding lagi. Apa yang mau dirundingkan? karena kan jelas upah minimum kenaikannya inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Nah sekarang mau berunding apa? seolah-olah pemerintah mau demokratis, seolah-olah Kemnaker aspiratif. Oleh karena itu sikap KSPI, setidak-tidaknya KSPI dan saya yakin semua serikat buruh menolak ikut dalam proses perundingan upah minimum di semua tingkatan, baik di kabupaten kota, provinsi maupun di tingkat nasional, kenapa? wong sudah ada di Omnibus Law dan itu kita tolak, sedang berjalan sidang judicial review. Kami minta Menaker dan Kemnaker jangan seolah-olah aspiratif lah, lip service doang. Orang kita sudah tahu kok, hasilnya sudah tahu kok kita diundang? untuk apa? lebih baik kita dengan prinsip masing-masing menunggu keputusan JR dan langkah langkah ke depan akan diambil oleh serikat buruh, khususnya oleh KSPI

Berapa kenaikan upah yang layak tahun depan versi KSPI?
Ya sesuai PP 78, inflasi plus pertumbuhan ekonomi itu ukuran yang paling terkecil. Ya yang paling bagus melakukan survei kebutuhan hidup layak atau KHL, tapi kan KHL, inflasi dan pertumbuhan ekonomi sudah dihapus semua oleh Omnibus Law. Ya sebaiknya, sekurang-kurangnya PP 78 tahun 2019 yaitu inflasi plus pertumbuhan ekonomi dan untuk sektor tertentu diberlakukan Upah Minimum sektoral Kabupaten Kota, jangan nanti pabrik mobil Toyota, pabrik Panasonic upahnya sama dengan pabrik sendal jepit karena nggak ada UMSK, nggak adil kan kayak gitu.

87
Kalau kisarannya antara, karena kan terpuruk banget daya beli, antara 8% sampai 10%. Bagi perusahaan yang tidak mampu karena terpukul pandemi COVID dia bisa melakukan penangguhan, kan adil, yang mampu bayar dengan nilai yang layak 8% sampai 10%, yang tidak mampu penangguhan.

Dalam hal ini KSPI menolak penetapan upah minimum menggunakan acuan Omnibus Law?
Tepat sekali, kami setidak-tidaknya menggunakan PP Nomor 78 yaitu UMK sama dengan inflasi plus pertumbuhan ekonomi kenaikannya. Jadi kalau 2022 ya 8% sampai 10%, kalau UMSK tetap ada untuk tidak sama rata sama rasa. Kalau yang industrinya mampu ya naikkan lebih baik, industri tidak mampu ya menggunakan UMK.

Presiden sudah mengeluarkan aturan terkait posisi wakil menteri ketenagakerjaan. Tapi sampai hari ini posisinya masih kosong, ada tawaran mengisi posisi tersebut?
Nggak ada, saya nggak tahu ya kalau pemerintah punya pikiran itu atau teman-teman pernah dengar saya nggak tahu, dan saya nggak pernah berpikir itu, yang penting kita sedang berpikir Omnibus Law nya harus dicopot.

Seandainya ditawarkan, sikapnya bagaimana?
Nggak pernah ditawarin. Ntar malu kita bilang, misalnya kita masuk ke restoran ada orang makan tiba-tiba kita datang ke orang yang makan itu 'saya nggak mau' kata orang yang makan 'siapa elu? gw nggak nawarin'. Kira-kira demikian.


Hide Ads