Kondisi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang tidak baik-baik saja. Kesalahan manajemen masa lalu ditambah kondisi pandemi COVID-19 membuat jumlah utangnya semakin menggunung hingga disebut secara teknis sudah bangkrut (technically bankrupt) oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo.
Kondisi itu lantas tidak membuat Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra langsung menyerah begitu saja meski utangnya US$ 9,75 miliar atau Rp 138,45 triliun (kurs Rp 14.200) sehubungan dengan implementasi Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73. Dirinya yakin bisa mengubah kondisi maskapai pelat merah tersebut dari rugi jadi untung seperti keadaan sebelumnya.
"Sampai hari ini mungkin nggak terlalu banyak yang mempertanyakan kemampuan saya dan alhamdulillah juga kalau tanya sama para karyawan, mereka percaya bahwa Garuda bisa lewati ini di bawah kepemimpinan saya. Jadi ya agak ge'er juga walaupun kadang geleng-geleng kepala melihat utang yang begitu besar dan segala macam hal yang lain. Jadi kalau ditanya soal semangat oh semangat, soal yakin sangat yakin karena saya juga didukung sama para direksi, pemegang saham, komisaris, nggak sendirian," kata Irfan dalam program Blak-blakan detikcom yang tayang Senin (22/11/2021).
Saat ini Garuda sedang melakukan komunikasi insentif untuk melakukan negosiasi utang dengan lessor (pihak yang menyewakan atau menyediakan jasa pesawat) dan kreditur yang jumlahnya mencapai 800. Meskipun butuh waktu lama, dia yakin respons-nya akan positif.
"Ada yang ngambek, ada yang marah, ada yang baik hati 'udah nggak usah dipikirin utang Anda nanti kalau sudah ada kita ngomong', macam-macam lah ragamnya karena kita punya 800 kreditur. Menurut saya sih kalau dalam bisnis, proposal yang kita masukkan memang sadis artinya utangnya dipotong, tapi dalam bisnis rasional," jelasnya.
Kenapa Irfan sangat yakin Garuda bisa selamat? Simak wawancara selengkapnya berikut ini:
Karir profesional saya 30 tahun lebih. Jadi dua tahun ini rasanya lebih lama daripada 28 tahun yang lainnya. Mudah-mudahan Anda bisa dengan mudah menyimpulkan pernyataan saya ini. Memang tidak ada yang menyangka seperti ini, tapi ya harus dihadapi karena ini sudah ditunjuk, sudah diterima, siap gitu. Walaupun memang kalau teman-teman saya selalu bilang 'lu kayak nggak punya masalah aja dalam hidup lu cari kerjaan yang masalahnya begitu banyak'.
Iya sebagai profesional kan sederhana, kita profesional itu ketika Anda bilang iya dan jalankan. Saya memegang teguh asas-asas professionalism, juga integritas. Nggak bisa juga dalam perjalanan saya bilang 'capek ah' atau 'udah lah'. Walaupun memang ada berapa kali pembicaraan pada waktu misalnya jelang RUPS, kan kita semua tahu jelang RUPS salah satu agenda biasanya pergantian pengurus. Di RUPS terakhir beberapa minggu sebelumnya saya sempat ketemu dengan bapak-bapak di Kementerian (BUMN). Saya cuma sampaikan bahwa 'bila bapak mau mengganti saya monggo lho saya ikhlas', ya jawabannya 'enak aja'. Jadi ya artinya mungkin menurut mereka, bukan saya yang paling hebat tapi mungkin ya selesaikanlah dulu gitu kan.
Alhamdulillah dipercaya dan sampai hari ini mungkin nggak terlalu banyak yang mempertanyakan kemampuan saya dan alhamdulillah juga kalau tanya sama para karyawan, mereka percaya bahwa Garuda bisa lewati ini di bawah kepemimpinan saya. Jadi ya agak ge'er juga walaupun kadang geleng-geleng kepala melihat utang yang begitu besar dan segala macam hal yang lain, dinamikanya.
Semangat, semangat. Kembali lagi ini asas professionalism, jadi Anda sudah bilang iya, ya jalankan sepenuh hati dan sepenuh kemampuan dengan keterbatasan dan resource yang Anda miliki. Jadi kalau ditanya soal semangat oh semangat, soal yakin sangat yakin karena saya juga didukung sama para direksi, pemegang saham, komisaris, jadi nggak sendirian. Tapi saya juga harus akui bahwa saya manusia biasa, untungnya saya punya ruang sendiri, bisa kontemplasi. Saya nggak mau menyatakan saya ahli spiritual tapi kan ada waktu shalat, kemudian merenung. Kadang suka geleng-geleng kepala juga, aduh berat kalipun kalau orang Medan bilang. Yang penting bahwa problem itu ada, pasti ada solusinya. Kalau Anda percaya dengan statement bahwa problem itu dikasih ke Anda, tantangan cobaan itu diberikan kepada orang yang mampu menyelesaikan dan sebagai profesional dengan umur saya yang mestinya sudah pensiun, tentu buat saya ini tantangan yang sangat menantang untuk membuktikan bahwa saya mampu. Saya bersyukur punya banyak teman-teman yang mendukung, pemegang saham tentu saja terbuka untuk segala macam komunikasi dan dukungan tentu naudzubillah lah dari publik, penumpang. Makanya kalau Anda perhatikan saya sering berinteraksi dengan penumpang, bukan apa-apa (tapi) karena saya juga pengin tahu mereka itu sebenarnya harapannya apa. Terakhir waktu acara tematik pesawat kepresidenan kan saya pidato dikit, abis itu begitu selesai, jalan 'semangat pak, semangat'. Oke juga jadi naik lagi (semangatnya).
Iya tapi memang begini, ada dua hal yang saya juga share sama teman-teman beberapa prinsip untuk memastikan semangat Anda dalam level yang tertinggi. Pertama adalah nggak usah ngeluh apapun kondisi yang terjadi, jangan pernah ngeluh 'kenapa pandemi ya? kenapa kok PPKM? kenapa mesti PCR?' Anda kalau sudah mengeluh, energi negatif muncul kan. Yang kedua, selalu berpikir positif. Nah problemnya nomor dua itu disyaratkan nomor satu, kalau Anda ngeluh sudah pasti negatif semua. Nah karena nggak ngeluh Anda punya kemampuan untuk menumbuhkan energi positif. Kalau sudah positif kayaknya apa saja bisa terjadi, super sekali.
Kalau dengar jawaban Pak Irfan kayaknya sangat optimis walaupun dengan background yang saat ini dihadapi itu masalahnya kayaknya impossible membalikkan keadaan saat ini. Kita tahu bahwa kalau saya bisa jabarkan utang Garuda saat ini US$ 9,75 miliar betul ya? itu kalau dirupiahkan nyaris Rp 140 triliun?
Tapi itu utang buku. Anda mesti tahu kenapa angka itu muncul dan semua orang wow. Sebenarnya angka itu real-nya US$ 4 koma sekian, kalau kita ngomong utang ya kan sesuatu yang menjadi kewajiban kita di masa lalu. Nah PSAK 73 ini aturan akuntansi yang ikuti IFRS (International Financial Reporting Standards) di seluruh dunia menyatakan bahwa kewajiban masa mendatang Anda itu juga perlu masuk ke dalam utang. Jadi dari US$ 9,7 (miliar) itu, US$ 5,5 (miliar) sebenarnya utang masa depan, makanya muncul angka US$ 9,75 (miliar) angka utangnya, besar.
Besar ya dan kondisi ekuitas juga saat ini sudah minus dengan angka yang bukan sedikit sehingga saat ini opsi yang sedang diupayakan adalah melakukan restrukturisasi dengan berbagai cara strategi yang dilakukan Garuda. Boleh share apa saja opsi yang saat ini sedang ditempuh Garuda?
Sebelum saya jawab opsi ini saya mau share beberapa prinsip saya kalau Anda tadi bilang ini kan masalah. Dalam bahasa Inggris masalah itu problem kan, saya kalau lihat problem ada dua filosofi yang saya pakai. Pertama, the problem is not the problem, the problem is how you see the problem. US$ 9,75 miliar how you see? saya tadi sudah kasih sinyal bahwa US$ 9,75 miliar itu utang di buku, jadi utangnya US$ 4 koma sekian (miliar). Pada waktu saya masuk berapa utang yang saya terima? Yang diwariskan? Terus utang yang menambah ini apakah saya utang ke bank pinjam duit? Kan enggak, utang tambahan itu karena pandemi. So how the problem is not the problem? the problem is how you see the problem. Falsafah yang kedua, how can you face the problem? If the problem is your face. Artinya mayoritas problem itu haruslah Anda cari jawaban dan selesaikan karena nggak ada gunanya nyalahi siapa pun, nggak ada gunanya nyalahi pandemi. Jadi ketika Anda nggak nyalahkan siapa pun, Anda hadapi problem itu.
Kita kemudian ngomong soal restrukturisasi, memang orang yang berutang sama kita terus kemudian Garuda tidak bayar tentu bertanya terus utang saya bagaimana? Di situ lah proses yang sudah kita lakukan, komunikasi, negoisasi, ada yang ngambek, ada yang marah, ada yang baik hati 'udah nggak usah dipikirin utang Anda', macam-macam lah ragamnya karena kita punya 800 kreditur. Kalau ada satu-dua yang ngomong masukkan ke pengadilan di Landon itu termasuk kelompok yang sini, tapi banyak yang 'sudahlah nggak usah dipikirin nanti kalau sudah ada kita ngomong'. Tapi kan kita mesti datang dengan proposal, nah itu sudah kita masukkan. Menurut saya sih kalau dalam bisnis, proposal yang kita masukkan memang sadis artinya utangnya dipotong. Tapi dalam bisnis rasional, kan orang yang memberikan utang ke kita atau tagihannya nggak dibayar sama kita kan lihat juga 'kenapa Garuda ya?', dia tanya dan ketika kami menawarkan kalau diselesaikan gini gimana, menurut saya sih mereka akan melihat itu sebagai sebuah proposal yang rasional dan bisnis itu kan rasional.
Kedua, bisnis itu masa depan, kita nggak ngomongin masa lalu. Artinya tentu saja nanti dalam pembicaraan ke depan teman-teman kreditur yang kemudian mengikhlaskan walaupun nggak rela 100% tapi menerima proposal itu, tentu saja kita akan bekerja sama di masa mendatang. Nah untuk mereka bisa menerima proposal kita, itu kita mesti cerita dulu plan kita ke depan seperti apa dan itu sudah kita sampaikan business plan kita Garuda ke depannya mau gimana, apa yang akan kita lakukan di Garuda, supaya meyakinkan mereka bahwa oh it's worth kok saya terima proposal Garuda karena Garuda akan seperti ini. Di situ memang story-nya mesti meyakinkan, masuk akal, story telling-nya juga mesti benar, saya ketemu dengan banyak pihak dan saya cerita ini lho Garuda ini. Jadi business plan kita ke depan Garuda itu basisnya fundamental nomor satu, menjamin Garuda bisa profit. Kenapa saya bisa begitu optimis ngomong bahwa Garuda bisa profit? Karena kita punya kemampuan menciptakan profit sebelum-sebelumnya, tapi kita ini juga senang bikin keputusan bisnis atau melakukan bisnis model yang rugi diteruskan saja rugi terus. Jadi itu saja, bukan sesuatu yang fantastis. Misalnya kita menyederhanakan tipe pesawat, sudahlah bukan waktunya lagi gagah-gagahan dan cerita kita punya tipe pesawat a b c d karena implikasi itu back end-nya kan beda-beda, supporting system-nya kan beda-beda. Kita sederhanakan setelah itu kita pilih rute yang menguntungkan. Garuda ini sering sekali sebelumnya itu menerbangkan pesawatnya ke rute yang sudah tahu rugi, besok di terbangkan lagi. Keputusan bisnis kan sederhana, rugi terus diselesaikan. Sebenarnya sudah dilakukan juga tetapi hari ini saya dalam posisi karena pandemi juga lebih nggak punya beban untuk menyampaikan itu, kenapa rute itu dibuka yang rugi? Pertama kita mungkin bikin prediksi yang salah, kayaknya pengin gaya juga masa Garuda Indonesia flight carrier nggak terbang ke sini? Tapi di beberapa rute juga di bawah tekanan, kita mesti terbang ke sini ke sini.
Artinya saat ini dan ke depan Garuda akan menurunkan gengsinya sedikit?
Enggak, persoalannya mendefinisikan gengsi. Saya di DPR bilang kita mesti shifting cara berpikir kita soal national flight carrier yang membanggakan, bukan yang begitu banyak punya pesawat. National flight carrier yang membanggakan adalah yang menguntungkan.
Saya orang yang sangat bergengsi tapi bukan begitu cara kita merepresentasikan harga diri kebanggaan kita sebagai sebuah perusahaan dan maskapai, kan kita merepresentasikan Indonesia. Apakah terbang ke mana-mana kosong, rugi tetap terbang, ini membanggakan atau bebel?
Tadi Bapak sudah sampaikan dipangkas rute-rute yang tidak untung, inefisien, kemudian memangkas jumlah pesawat juga, negosiasi. Apalagi untuk efisiensi lainnya? Kemarin juga sempat ada pembicaraan mengenai pemindahan pilot Garuda ke Citilink itu gimana? Itu juga salah satu kah cara yang ditempuh?
Tentu saja perubahan bisnis dan restructuring utang mewajibkan kita melihat operasional dan organisasi. Apalagi misalnya jumlah pesawat berkurang, kenapa jumlah pesawat berkurang? Ini yang orang nggak pernah tanya ke saya, karena jumlah penerbangan atau penumpang yang naik nggak banyak. Jadi kita adjusting di market, bukan berandai-andai bahwa masa sebelum pandemi akan datang besok terus kita menyiapkan pasukan seolah-olah (penerbangan banyak). Kita adjust, ketika nanti jumlah penerbangan makin meningkat, kondisi makin meyakinkan orang balik lagi ke masa sebelum pandemi, tentu saja kita akan tambah terus pesawat. Nah pesawat yang jumlahnya lebih sedikit dari yang sebelumnya tentu membutuhkan organisasi yang lebih kecil, jadi kita melakukan penawaran-penawaran atau upaya mengurangi jumlah karyawan. Tapi tolong, sebelum kita kurangi jumlah karyawan kan kita juga kurangi jumlah direksi dan komisaris. Jadi jangan dianggap mengurangi jumlah karyawan itu dengan satu-satunya cara PHK, Garuda nggak pernah bikin PHK tapi kita duduk sama-sama dan cari solusi yang win-win jadi kita ada tawaran pensiun dini yang waktunya belum pensiun tapi pengin pensiun kita tawarkan, kita tawarkan juga ada yang mau sekolah, ada yang mau mengikuti keluarga segala macam kita tawarkan cuti di luar tanggungan untuk jangka waktu yang biasanya 1-2 tahun sekarang bisa 3 tahun karena kita percaya nanti akan rebound kok, tapi kalau organisasinya sudah disiapkan untuk masa depan, penting buat kita hari ini kan.
(Soal) pilot (Garuda) yang mau pindah (ke Citilink) saya juga heran kenapa ribut, mungkin dapat bocoran-bocoran ya hasil rapat katanya? Makanya saya bilang sama teman-teman lain kali rapat panggil aja deh wartawan karena nggak enak juga kan bocor-bocorin. Tapi itu kan hasil rapat internal dan one sided, padahal yang namanya rapat bukanlah keputusan final, ini kan masih proses diskusi. Kan wajar ketika pesawat berkurang kita punya lebih banyak pilot dan ini kan bukan salah mereka.
Yang pasti Garuda tidak menempuh opsi PHK?
Belum, mudah-mudahan tidak perlu, tolong diluruskan. Kenapa saya katakan, kita masih banyak jalan kok sebelum sampai ke situ.
Negosiasi dengan lessor terkait utang yang jadi kewajiban Garuda, sejauh ini gimana? Tadi Bapak bilang beberapa ada yang respons positif, mau direlakan utangnya dipotong begitu, terus ada juga yang mungkin sulit. Pak Tiko sendiri bilang karena utang Garuda saat ini berbeda, kalau BUMN lain negosiasi dengan lokal sedangkan Garuda harus berhadapan dengan asing juga?
Kita sudah lama, dari tahun lalu kita sudah negosiasi sama lessor. Banyak orang nggak tahu bahwa Garuda itu sudah saving Rp 2 triliun setahun hasil negosiasi tahun lalu. Hanya saja kedua belah pihak kita maupun lessor itu beranggapan bahwa 2021 kondisi membaik, ternyata kan tidak dan utang jadi menumpuk. Tetapi tolong dipahami kasus Garuda kan nggak unik, si lessor itu kan nyewain pesawat bukan cuma ke Garuda dan kayaknya diskusi kita dengan mereka ini bukan sesuatu yang aneh, buat mereka bukan extraordinary sehingga saya punya keyakinan bahwa mereka sudah persiapkan possibility-possibility ini. Tapi banyak diskusi-diskusi yang terlibat dengan mereka waktu saya ketemu dengan mereka di luar negeri, kita bicara sensing gitu ya yang bisa jadi nggak tepat, tapi saya ini bisa bertahan kadang-kadang harus main feeling-feelingan. Kayaknya dalam pembicaraan itu mereka lebih concern 'saya dipakai lagi nggak sama Garuda setelah restrukturisasi?' Artinya kan kalau in the back of the mind orang-orang yang seperti itu kadang oke lah kita bicara masa lalu, tapi Anda bisa yakinkan saya nggak bahwa Anda tetap menyewa sama saya? Saya bilang iya, saya bisa jamin selama pesawat Anda menguntungkan. Ini kan bukan soal jenis pesawat, bukan mau dipakai ke mana tetapi ini alat produksi yang harus menguntungkan.
Berarti Garuda tidak merasa dalam posisi tertekan oleh lessor pada saat negosiasi?
Oh nggak bisa bilang gitu, kita tertekan sih pasti. Negosiasi pasti harus ada rasa tertekan tapi kan kita mesti punya jawaban dan solusi. Artinya begini, kedua belah pihak kan sudah bekerja sama lama dan selama kondisi normal kan Garuda bayar terus, ketika pandemi ini Garuda nggak mampu bayar. Rasanya kami tahu posisi mereka, mereka juga tahu posisi kita tinggal dicari formula, kata-kata dan kesepakatan apa yang bisa dicapai, itu aja.
Berarti progresnya positif ya di PKPU?
Saya selalu melihat positif. PKPU belum diputuskan tapi terlepas mau diputuskan apa enggak kita mau menghargai proses hukum. Tetapi kita sudah mulai bicara sekarang sama mereka, kita sudah kasih business plan kita, banyak yang mempertanyakan detail kita layani, kita jawab. Nampaknya mereka percaya (tapi) nampaknya lho karena kalau nggak percaya kan, pesawat yang beberapa masih kita pakai kan pasti ditanya. Kedua, kita sudah taruh proposal, mereka sedang pelajari sudah mulai banyak pertanyaan 'kenapa kok gini? Kenapa gini?' Kami menjawabnya tolong dikumpulkan dulu concern Anda jadi satu.
Lanjut di halaman berikutnya.
Pak Erick Thohir memastikan penyelamatan Garuda tidak akan menggunakan uang negara, APBN. Opsi lain sedang dilakukan Garuda tadi restrukturisasi lewat PKPU salah satunya, ada juga upaya untuk melepas saham pemerintah, saham negara akhirnya nanti bisa didilusi sahamnya. Sejauh ini opsi itu boleh diceritakan sampai mana pembicaraannya?
Saya mesti klarifikasi bahwa Pak Erick tidak pernah mengatakan opsi penyelamatan Garuda tidak akan menggunakan APBN, tidak pernah itu. Tapi ada permintaan statement dari salah satu anggota DPR dalam RDP jangan pakai ini, saya menanggapinya dengan statement 'kalau bisa nggak usah pakai APBN'. Tapi kan Anda juga tahu bahwa kita ada yang 2020 itu kesepakatan politik dan masuk di APBN 2021 itu Rp 8,5 triliun. Itu sudah keluar dari APBN jadi kalau ditanya APBN oh nggak mengeluarkan APBN lagi ya, memang sudah tidak, masih ada soalnya, Rp 8,5 triliun sudah digunakan Rp 1 triliun jadi masih ada Rp 7,5 triliun yang sudah keluar dari APBN. Tapi kalau itu didefinisikan masih uang APBN, rasanya sepanjang sepengetahuan saya tidak pernah ada statement dari kementerian yang menyatakan tidak akan menggunakan APBN.
Tapi belum valid ya?
Ini Rp 7,5 triliun harapan atau pembicaraan sementara ini uang yang sudah keluar dari APBN yang masih ketahan hari ini, itu lah yang akan kita minta untuk bisa gunakan kalau negosiasi restrukturisasi berhasil baik itu di PKPU maupun di luar PKPU. Pasti membutuhkan sesuatu untuk menyelesaikan perjanjian itu.
Kedua, kalimat pernyataan mengenai dilusi saham pemerintah, swastanisasi, tolong dipahami begini, ketika kesepakatan restrukturisasi terjadi dibutuhkan dana. Pertanyaannya dana ini dari mana? Pertanyaan kedua apakah proposal restrukturisasi kita ada penawaran equity? Tapi yang jelas apapun story-nya yang akan kejadian nampaknya memang pemerintah membuka pilihan opsi untuk kepemilikannya menurun. Pertanyaannya apakah kalau dilusi, swastanisasi? Lho sekarang kan sudah ada pemilik minoritas. Kadang bahaya nih kata-kata swastanisasi, privatisasi, dilusi ini tiga hal yang berbeda. Sebenarnya sama aja sih tapi kalau di kosa kata BUMN ini tiga hal yang berbeda. Yang jelas sekarang kan pemerintah punya 60%, CT Corp 28%, sisanya publik. Kalau kita mengatakan dilusi, semua ke dilusi bukan cuma pemerintah, CT juga publik ke dilusi kalau terjadi proses diluted itu.
Apakah dimungkinkan pengurangan pelepasan saham negara ini jadi minoritas?
Kalau di swasta gampang aja 'bos di restrukturisasi ini lu jadi turun, iya gapapa lah' selesai kan, tapi kalau di negara nggak sesimpel itu. Pertama tentu saja kita perlu keputusan politik mendilusi saham pemerintah menjadi turun, mungkin saja tetap mayoritas atau minoritas. Jadi itu ada persetujuan politik, kemudian eksekusinya mesti mengikuti undang-undang dan peraturan yang berlaku, nggak bisa seenaknya. Kemungkinan itu ada? Ada sekali. Seberapa besar prosesnya, bakal agak complicated dan harus kita lalui kalau itu nanti diputuskan oleh pemerintah melalui proses di DPR maupun RUPS.
Tapi sejauh ini opsi yang paling possible apa?
Kalau semua pemegang saham berkeinginan untuk mempertahankan komposisi sahamnya, misalnya solusinya membutuhkan Rp 100 perak setelah restrukturisasi, ya Rp 60 perak pemerintah, Rp 28 CT Corp, Rp 12 publik, masukin uang sama-sama. Kan teorinya kalau dalam situasi penempatan dana dari pemegang saham, yang lainnya mesti ikutan, kalau yang lainnya nggak ikutan terdilusi. Kalau yang masuk ini ketiga-tiganya, kan mesti ada perjanjian Anda masuk di harga berapa akibat itu saham saya jadi sekian, kalau misalnya sahamnya turun setengah misal ya, ya pemerintah jadi Rp 30, CT Corp jadi Rp 14, publik jadi Rp 6, yang bawa duit masuk semuanya itu jadi Rp 50. Nah itu kan perlu justifikasi yang jangan sampai mencerminkan sebuah kondisi kerugian negara. Jadi kalau nanti pemerintah datang pemerintah masukin, yang lain ke dilusi, yang nggak masukin kan ke dilusi.
Ada tendensi sepertinya pemerintah ingin Garuda pailit aja karena memang masalah sudah berat. Opsi yang tersedia sepertinya sangat kecil gitu, bagaimana?
Pelintir itu. Saya kan 1,5 tahun. Saya selalu bilang di mana-mana ketemu orang kementerian mungkin lebih sering ketemu dengan keluarga istri segala macam. Nggak ada tuh 'capek ah, udah nggak usah lah'. Kan banyak cara kalau mereka misalnya mau membuat Garuda ini tutup, susah. Tapi kerja keras teman-teman Kementerian BUMN, Pak Tiko yang mendalami ini terus-menerus, Pak Erick, Kementerian Keuangan, nggak pernah tuh saya mendengar atau merasa bahwa ada keinginan muncul yang aneh-aneh. Menurut saya sih nggak dibaca lengkap statement-nya dan kemarin Pak Tiko di DPR menegaskan lagi. Memang paling enak kan kalau wawancara begini kan 'saya nggak ngomong gitu tadi' ribet nanti kan dan media kan lebih berkuasa soal begitu. Kita agak kerepotan menangkap respons publik terhadap itu, tapi saya pikir Pak Tiko kemarin menjelaskan dengan gamblang bahwa pemerintah pemegang saham akan habis-habisan mendukung supaya Garuda (tidak pailit). Tapi kan tetap ada risiko begitu dibangkrutkan, nah risikonya ini yang saya perlu perjelas. Kalau kita out of court jadi nggak lewat pengadilan, saya kan perlu negosiasi satu-satu nih. Satu negosiasi selesai, salaman. Negosiasi dengan yang lain, terus yang itu berubah pikiran, balik lagi, ini bisa lama sekali. Problemnya dengan Garuda kalau negosiasi ini nggak selesai-selesai, alat produksi kita itu sewa, ini bukan pabrik yang alat produksinya sudah ada. Kalau nggak sepakat yaudah kita jalanin aja, enggak. Ini kan lessor kalau nggak selesai-selesai saya tarik pesawatnya semua, next-nya kita operational bankrupt karena kita nggak punya alat produksi untuk menghasilkan revenue. Kalau di PKPU prosesnya itu begitu diketok by undang-undang bisa sampai 270 hari mencapai kesepakatan. Kalau di hari ke 270 mayoritas votingnya kalah, nggak mencapai mayoritas, di hari ke 271 dinyatakan bangkrut. Ini seni dan proses percepatannya ini yang perlu kita dalami lakukan kalau nanti masuk PKPU. Tapi kalau ditanya sama kami manajemen dan pemegang saham, ini cara yang paling pas hari ini buat Garuda karena selama proses itu kita nggak ditagih utang-utang lama.
Kedua, dua belah pihak Garuda maupun 800 kreditur itu harus mencapai kesepakatan karena kalau tidak yaudah bangkrut. Kalau Garuda pailit atau bangkrut, aset-asetnya dijual, kalau aset-asetnya dijual ada aturan pembagian hasil penjualan aset. Kemungkinan besar 800 kreditur nggak dapat apa-apa karena nilai aset kita itu kecil dan airlines memang by definition asetnya kecil. Jadi kadang-kadang buat kreditur ini nggak punya pilihan yang baik, mendingan terima proposalnya Garuda daripada Garuda bangkrut. Saya pribadi nggak tahu ya apakah ada pembicaraan di luar itu tapi keterlibatan saya, interaksi saya sama mereka (pemerintah) nggak pernah sama sekali (ingin Garuda pailit). Kalau saya minta waktu ketemu sama Pak Erick ngomongin Garuda langsung ayo. Kalau orang mau niat bangkrut kan minggu depan, minggu depan dibatalin minggu depan, gitu kan. Saya pikir dengan statement anggota DPR di Komisi VI yang meminta atau memaksa atau menginstruksikan Garuda nggak boleh tutup. Ceritanya panjang soalnya, Garuda ini bukan cuma PT, airlines, ini di hati banyak orang dan sejarahnya kan ke mana-mana. Saya juga sudah menjelaskan, sudah lah Anda mau bilang bangkrut, ini kan lihat lah Pak Jokowi, lagi heboh-hebohnya bangkrutin Garuda, Pak Jokowi pilih terbang pakai Garuda dan coming soon terbang lagi dengan Garuda. Case beliau kan orang Solo.
Jadi saat ini arahnya terlihatnya positif ya untuk membalikkan keadaan saat ini?
Tahapannya kita lewati, sudah kita lewati satu demi satu. Respons yang kita terima predictable, ini membutuhkan waktu untuk diselesaikan. Kami manajemen, komisaris sudah tahu, bapak-bapak di Kementerian BUMN juga tahu ini kerja keras karena kita selain meyakinkan dalam bentuk omongan, lagi negosiasi, saya juga tetap mesti menjalankan perusahaan ini dan melayani publik. Orang yang sudah beli tiket kan mesti terlayani dengan baik jadi saya mesti memastikan Garuda tetap beroperasi. Kalau tadi pertanyaan technically bankrupt kadang-kadang saya jawab kan masih bisa terbang, nggak ada apa-apa kan Anda beli tiket kita, Anda masih merasakan naik Garuda adalah naik pesawat yang paling aman kan dan itu membutuhkan kerja juga, sementara kita mesti menegosiasikan utang kita dan masa depan kita dengan para kreditur. So, optimis iya, harus optimis. Gampang apa enggak jalannya? Enggak, nggak banget. Jadi kalau orang ketemu saya 'Fan bagus badan lo slim, diet apa?' (Saya jawab) 'ganti kerja, Anda kalau pimpin Garuda sudah pasti slim'.
Tapi turun berat badan?
Turun.
Bukan karena pandemi tapi karena Garuda?
Nggak juga, saya cuma mau mengatakan bahwa Anda mau kurus ya ambil aja beban semua orang nanti kurus kok karena saya nggak ikut program diet segala macam dan bukan saya saja, teman-teman direksi manajemen yang lain kalau Anda tanya problem utamanya mungkin kurang tidur.
Tapi walaupun berat badan turun segala macam, tetap sehat ya?
Sehat, saya alumni COVID. Sama? Kita bikin partai yuk kayaknya banyak lho siapa tahu bisa mencalonkan siapa jadi presiden. Saya bicara waktu di DPR bilang 'gua bikin partai COVID, kalau saya jadi anggota DPR saya maunya komisi VI ah kayaknya enak'.
Terakhir, apa yang bisa dijanjikan untuk Garuda di masa depan?
Janjikan ya, pertama adalah plan kita sangat jelas membuat Garuda jadi perusahaan yang pasti mendatangkan keuntungan karena kita tahu dan organisasi ini punya pengalaman, tinggal yang rugi-rugi nggak usah kita jalankan. Kedua, pesan saya sama tim ke depan yang mesti kita lakukan juga adalah bahwa Garuda siap jika ada pandemi lagi. Kita kan nggak bisa jadi organisasi yang nggak egile, kondisi luar kan apapun bisa terjadi, kita mesti siap. Bisnis ini juga sederhana kalau kita ngomong egility terhadap situasi seperti pandemi yaitu semaksimal mungkin biaya Anda variabel karena pendapatan Anda kan variabel. Ketika pandemi ini drop jadi 10% pendapatan Anda, biaya kita nggak bisa turun jadi 10%. Pandemi apapun yang akan terjadi atau masalah apapun yang terjadi yang mengakibatkan maskapai penerbangan, basisnya kan satu ketika mobilisasi jadi sesuatu yang sulit orang lakukan di situ lah kita padahal planning kita dan rasanya nggak ada yang salah lah semua airlines merencanakan bahwa setiap tahun akan tumbuh jumlah penumpang dan itu kan bertahun-tahun, puluhan tahun kejadian. Jadi bukan cuma Garuda, semua industri babak belur.