Eksklusif Dirut PTPN III Mohammad Abdul Ghani

Blak-blakan Bos Holding BUMN Perkebunan Geber Transformasi

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 10 Jul 2023 17:36 WIB
Foto: 20detik
Jakarta -

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya yang sangat bermanfaat bagi industri dan masyarakat. Dalam sejarah, Badan Usaha Milik Negara yang fokus dalam mengelola hasil bumi, khususnya perkebunan dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero).

Saat ini perusahaan yang kini menjadi Holding BUMN Perkebunan itu melakukan lompatan demi memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman. Transformasi menjadi hal yang dipilih perusahaan dalam upaya meningkatkan kinerja, produktivitas hingga bisa menyumbang kontribusi kepada ekonomi negara.

Direktur Utama PTPN III (Persero) (Holding BUMN Perkebunan), Mohammad Abdul Ghani buka-bukaan, bagaimana cikal bakal transformasi yang dilakukan perusahaan, proses transformasi itu sendiri, cerita mengenai kondisi keuangan yang sempat rugi, hingga kini menuai keuntungan.

Berikut wawancara lengkap detikcom dengan Direktur Utama PTPN III (Persero) (Holding BUMN Perkebunan), Mohammad Abdul Ghani dan Partner & JAK Recruiting Director at Boston Consulting Group (BCG), Adrian Dimitri:

Kita bicara tentang PTPN terlebih dahulu. Bagaimana transformasi itu terjadi mulai dari awal dulu? Ini saya bertanya dengan orang yang tepat karena beliau ini menghabiskan masa karirnya di PTPN? Belum pernah ke mana mana?

Direktur Utama PTPN III (Persero) (Holding BUMN Perkebunan), Mohammad Abdul Ghani: Baik, PTPN itu sejarahnya itu berasal dari perusahaan Belanda tahun 58. Dalam perkembangannya itu PTPN itu dibagi berdasarkan wilayah, dari PTPN I itu tahun 96 di Aceh sampai PTPN XIV di wilayah Indonesia Timur. Kemudian tahun 2014 itu pemerintah melakukan transformasi restrukturisasi dibentuklah namanya Holding Perkebunan.

Apa tujuan dari holding?

Saya ingat persis paling tidak ada dua hal, yang pertama agar di antara PTPN itu terbangun sinergitas, yang kedua membangun pulling power, kekuatan yang bersatu itu kayak lidi satu ikat lebih kuat daripada yang terpisah-pisah, itu dua hal.

Namun sejak tahun 2014 dibentuk holding. Kemudian sampai kalau saya hitung sampai 2019, itu apa yang diharapkan menjadi dasar pembentukan itu belum terwujud, jdi masih ada masing-masing PTPN mengatur dirinya sendiri. Ego sektoral, raja-raja kecil yang itu menjadi masalah. Kemudian saya kebetulan, saya diangkat bersamaan dua atau tiga bulan sebelum terbentuknya kabinet yang baru, kabinet yang sekarang, 2019 saya diangkat.

Kemudian kita tahu pak Erick Thohir, kami dipanggil ditanya, bagaimana permasalahannya dan apa yang harus dilakukan. Lalu kita berdiskusi dengan beliau maka sampailah pada satu pemikiran oleh beliau kita harus melakukan transformasi PTPN, itulah cikal bakal. Waktu itu kita belum mengundang konsultan, kita diskusi sendiri. Akhirnya, hal itu saya laksanakan pertama adalah sinergitas kedua adalah pulling power.

Saya minta izin kepada Pak Menteri, Pak Menteri memberikan kewenangan luar biasa 'silahkan melakukan sesuatu, yang penting melaporkan'. Yang saya lakukan pertama itu saya petakan tadi saya cerita, bukan ke senior tapi pengalaman nggak terlalu lama di PTPN saya tahu persis dari a sampai z. Makanya saya lakukan, saya identifikasi, maka beberapa direktur saya harus ganti. 'Ini harus diganti karena kalau jadi pimpinan kurang loyal' itu yang pertama. Kedua, arahan beliau maka struktur direksi diubah, yang lebih ringkas. Tadinya itu ada yang 3, ada yang 5, jadi satu. Setiap PTPN ada 3 sampai 5 sekarang hanya satu.

Lalu kita lakukan, waktu itu belum ada perubahan anggaran dasar. Kita undang antara direktur dan komisaris. Kita minta supaya seluruh kewenangan diserahkan kepada holding. Terkait keuangan yang strategis seperti pengadaan, pemasaran kemudian, hal-hal isu-isu strategis, sumber daya manusia, kita ambil. Itu luar biasanya hasilnya, ternyata betul apa yang menjadi dulu.

Karena saya pernah membentuk holding membentuk tim juga. Jadi sejak itu kita semuanya lebih, jadi holding yang tadinya sebagai strategic menjadi operating, lalu setelah itu ini hubungan interaksi sudah kita ubah yang tadinya jadi strategic menjadi operating. 'Wah ini kalau kita laksanakan sendiri takes time'. Maka setelah itulah kita undang konsultan BSG.

Tadinya di internal sendiri banyak 'Ngapain kita?'. Kadang-kadang ini orang perkebunan ini kan merasa jago kandang kan, 'kita sudah lama di sini ngapain undang orang luar?'. Tetapi saya pikir, 'nggaklah kita harus undang orang yang memiliki sistem, memiliki analisis yang lebih tajam untuk mempercepat'. Kita undanglah pak Dim. Dari awal sudah mulai, 2020 akhir. Jadi benar dengan dukungan BSG, kan pintar-pintar. Sejak itu maka lebih terstruktur, sistematis.

Kalau ditanya arahnya transformasi itu ke arah mana?

Tentunya gini transformasikan banyak hal. Tentu yang pertama kita perbaiki itu tata kelola, ketika tata kelolanya itu menjadi semakin baik maka ada dampak operasional dan finansial operasional. Operasional itu sebenarnya gampang, kalau kita bekerja di perkebunan itu sebenarnya mengontrol cost, struktur cost supaya efisien, itu hukum di komoditi. Kalau kita mampu mengontrol cost, kemudian produktivitas, maka sebenarnya pekerjaan persaingan komoditi selesai. Kami mengarah ke sana.

Tentu yang dilakukan tidak sesederhana itu, untuk mengendalikan progres menaikkan, tentu ada bagaimana menjalankan, kemudian mengurangi cost-cost yang tidak penting itu yang kita lakukan sampai struktur cost ini membaik. Itu yang kita lakukan dengan tentu dampak dengan ini, cost turun, ketika harga itu ketika harga delta antara revenue dan cost. Di situlah mulai terjadi tahun 2021, kita perbaiki.

Agar saya tidak menjadi Malin Kundang. Saya ingin menyampaikan bahwa kita PTPN bisa melakukan atau katakanlah berada di jalur benar untuk transformasi ini karena dukungan pemegang saham dengan berkaitan restrukturisasi keuangan. Jadi itu menurut saya mandatori. Tanpa restrukturisasi keuangan atau katakanlah restrukturisasi utang belum bisa. Karena kita sudah betul-betul.

Sebagai contoh itu setiap tahun kita harus membayar bunga di atas Rp 4 triliun sementara ya itu setahun. Karena waktu itu kan utangnya itu Rp 340 triliun, lalu ebitdanya itu nggak sampai Rp 2 triliun. Jadi luar biasa waktu itu. Lalu kita lakukan restrukturisasi keuangan waktu itu dibantu Wamennya Pak Tiko, waktu itu proses relaksasi. Karena bagi perusahaan restrukturisasi bukan nyawa, betullah bukan darah lagi, udara. Dari situlah kita melakukan hal-hal yang dibantu BCG (Boston Consulting Group).Jadi meningkatkan produktivitas menurunkan cost.

Kalau kemarin itu sempat bayar bunganya aja Rp 4 triliun sekarang posisi keuangannya gimana, utang gimana?

Jadi ilustrasinya begini. Jadi dari 2015 sampai 2020 itu kerugiannya itu sudah Rp 5 sekian triliun. Kerugian selama 5 tahun Rp 5,7 triliun kalau nggak salah. Tetapi laba kita 2 tahun terakhir, tahun 2021 labanya Rp 4,6 triliun tahun lalu Rp 6 triliun.

Kerugian 6 tahun pertama sudah tertutup oleh (laba) 2 tahun terakhir. Jadi keuntungan 2 tahun terakhir, kita akui, atas dukungan perbankan kemudian perbaikan tata kelola, cost-cost-nya turun, biasanya selalu naik cost turun, cost per unit turun, produktivitas naik. Itu dua hal.

Itu menjadi sejarah barang kali ya? Sepanjang sejarah PTPN baru kali ini ada kabar seperti itu?

Dan sebelumnya pak Presiden dan pak Menteri melihat PTPN itu sudah gelap, sehingga Pak Presiden sampai berpikir dulu 'wah karyawan dikasih tanah lah supaya bisa hidup'. Waktu itu 2018-2019 tetapi sudah beliau sudah tahu terakhir ini membaik.




(ada/eds)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork