Kenaikan harga beras tak terbendung sejak akhir tahun lalu. Produksi beras yang rendah disinyalir menjadi biang kerok.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dari segala sisi, salah satunya melalui penugasan kepada BUMN pangan untuk menekan gejolak harga komoditas tersebut. Cadangan beras pemerintah (CBP) yang sulit dikumpulkan membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Perum Bulog mengimpor beras.
Akhir 2022, Indonesia mengimpor beras. Impor beras dilakukan demi memenuhi CBP yang fungsinya untuk mengintervensi pasokan dan harga beras di masyarakat. Selain itu, Jokowi menugaskan agar diberikan bantuan pangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada detikcom, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) buka-bukaan bagaimana strateginya menekan harga beras yang melonjak tajam, sembari menjaga cadangan beras pemerintah.
Harga beras masih tinggi, di catatan Bulog kenapa harga beras masih tinggi sampai saat ini?
Begini, kalau soal harga itu ada hubungannya dengan demand dan supply. Kemarin pak Menteri Pertanian kan sudah menyampaikan juga, baru akan digenjot dengan percepatan produksi. Tetapi satu sisi, kondisi alam ini kan nggak mungkin bisa kita lakukan rekayasa atau perlawanan. Nah ini memang di beberapa wilayah produksinya memang belum sesuai harapan, karena cuaca. Tetapi kalau kementerian sudah berupaya.
Kenapa sekarang masih tinggi? Karena memang antara kebutuhan dan supply-nya masih terbatas, jadi harganya masih relatif tinggi. Tetapi tidak terlalu tinggi karena ada operasi pasar dari Bulog SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pasar), di sisi lain ada bantuan pangan yang berjalan terhadap 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM), jadi itu ada pengaruh besar di situ. Seperti itu sebenarnya sekarang kenapa kok harganya masih tinggi.
Tetapi di sisi lain, karena justru dengan kita tidak menyerap dari dalam negeri, mengambil itu, kita tidak akan mempengaruhi harga beras jadi naik. Karena kan ketersediaannya dengan kebutuhannya sekarang itu boleh dikatakan pas-pasan, sehingga itu yang membuat stabil, ada harga masih tinggi. Tetapi next nanti ada program-program peningkatan SPHP ya, mungkin nanti kita upayakan terus, termasuk juga bantuan pangan, plus nanti sudah ada mulai secara sporadis panen-panen di beberapa wilayah. Itu saya kira sendirinya akan turun (harga beras).
Kayak kemarin saya dari Jawa Timur, di beberapa wilayah itu sedang mulai ada panen. Sudah ada panen dan itu bisa memenuhi kebutuhan wilayah itu di wilayah panen itu, saya lihat sendiri kemarin. Nah, berarti sekarang ada suplai tambahan dari internal, dari petani dalam negeri, nah itu pasti mempengaruhi harga itu sendiri.
Artinya operasi pasar, bantuan pangan, cuma menahan bukan menurunkan harga?
Sebenarnya sih harusnya, harapannya jelas menurunkan harga dong. Sekarang kan dari yang tinggi sekali, sudah mulai kan (turun), walaupun harganya masih relatif tinggi. Tetapi tidak seperti kemarin, kemarin ada yang sampai Rp 20.000 per kilogram (kg), Rp 19.000 per kg, nah sekarang kan tidak ya, hampir rata-rata Rp 13.000-Rp 14.000, walaupun itu relatif masih tinggi. Nah ini terus kita lakukan upaya-upaya itu intervensi melalui SPHP. Kemarin juga kita sudah evaluasi tiap minggu kita evaluasi bagaimana penyaluran SPHP, kendala-kendalanya, masalahnya, terus kita sikapi.
Di sisi lain kita juga bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam rangka kegiatan pemerintah daerah menyelenggarakan pasar murah untuk kebutuhan masyarakatnya. Nah itu dilakukan oleh pemerintah daerah yang seminggu dua kali, nah khusus berasnya yang menyalurkan ada SPHP, jadi harganya murah.
Impor itu kita ada tambahan ya tahun depan 2 juta ton?
Tahun ini itu kan sudah kita laksanakan, tetapi ternyata kan untuk kebutuhan bantuan pangan operasi pasar dan lainnya ternyata kan kurang. Maka, pemerintah dalam hal ini pak Presiden menugaskan Bulog melalui Badan Pangan Nasional untuk tambahan 1,5 juta ton tahun ini. Dari 1,5 juta ton itu kita terealisasi 1 juta, di sisi lain kenapa 1 juta? Karena kan pertama adalah mendapatkan impor itu juga tidak mudah, karena ada beberapa negara yang menutup ekspornya, memang terbatas produksinya, terus fluktuasi dari pada peningkatan dolar, akhirnya harganya itu melebihi daripada yang ditentukan oleh pemerintah, jadi kita nggak bisa beli.
Strategi Bulog saat sulit mencari impor gimana?
Kalau strateginya Bulog yang pertama kita tidak ketergantungan dengan salah satu negara yang memproduksi dong. Kan ada ya yang memproduksi seperti Vietnam, Thailand, Myanmar, Kamboja, terus ada Pakistan, India. Walaupun India sekarang menutup. Ya kita lihat mana yang ada peluangnya di negara negara itu. Kita bergerak terus mencari terus peluang-peluangnya.
![]() |
Ada negara yang akhirnya nggak jadi mengekspor ke Indonesia?
Ada-ada, di antaranya Pakistan, terus Kamboja, Myanmar sendiri, ya itu.
Itu karena mereka mengamankan pasokan dalam negeri mereka?
Salah satunya iya. Kedua, ternyata mereka gagal panen juga, produksinya tidak seperti harapan dia. Yang dia bilang punya kelebihan 100.000 ton akan diberikan kepada kita, tiba-tiba dia hanya kelebihannya hanya 10.000 ton, ya sudah dia hanya bisa mensuplai kita 10.000 ton.
Thailand mengklaim bahwa harga beras mereka lebih murah Vietnam, nah itu dirasakan juga dengan Bulog?
Iya. Kan gini, kalau harga beras kan kita melihat harga pasar internasional, itu kan sudah kelihatan, harganya Vietnam dan Thailand itu kan ada. Maka kita kan lihat nih kualitasnya kayak apa, yang memenuhi standar kita seperti apa tetapi kan kita bicara harga karena tentunya yang ditentukan oleh batasan pemerintah, berapa? Itu yang bisa kita beli, lebih dari itu, kita nggak mungkin.
Lebih banyak Thailand impor kita?
Sementara ini karena relatif dari Thailand lebih murah, ketepatan waktu lebih akurat, maka kita kecenderungannya itu kita ke Thailand. Vietnam itu bukan dia nggak produksi ada, tetapi dia memenuhi pasar untuk Eropa beberapa. Kan sekarang dengan terjadinya perang Rusia-Ukraina itu kan berdampak ke suplai pangan sama gandum di beberapa negara di Eropa, nah karena sekarang soal pangan itu sangat penting, maka sekarang Eropa itu yang tadinya khusus gandum beralih kepada beras. Kebanyakan mereka ngambilnya dari Vietnam, gitu.
Jadi, banyak, permasalahan-permasalahan per-berasan itu memang tidak mudah, tidak sederhana. Karena ini kan menyangkut juga perdagangan ya. Negara itu semua pedagang atau negara yang memperdagangkan pangannya akan lihat keuntungan yang paling besar yang mana kan gitu ya, kadang kala kalau jual ke Indonesia dan lebih mahal jual ke Eropa atau negara lain, ya dijual ke negara lain. Kita nggak bisa juga memaksakan.
Satu juta kemarin yang tambahan impor itu juga kebanyakan Thailand?
Persentase iya, yang 1 juta kemarin.
Impor beras dari India dan China itu jadi nggak?
India memang sampai saat ini memang belum membuka ya, kita masih tentu koordinasi. Tetapi kan kemarin saya bilang, China pun sudah menyiapkan juga kesanggupannya, cuma karena China juga membutuhkan beras juga untuk negaranya cukup besar, walaupun mereka kesanggupannya ada tetapi kan kita juga memprioritaskan negara-negara yang memang memproduksi dan jumlahnya lebih.
Impor kan stigmanya negatif ya di masyarakat. Bisa dijelaskan seberapa penting sebenarnya impor beras sekarang ini?
Gini, kita bicara realistis fakta di lapangan. Dulu kan saya menolak impor kita bicara dulu ya awal-awal teman-teman awal saya jadi Dirut, saya kan menolak impor beras ya. Kenapa? Karena produksinya ada. Dan itu nggak bermasalah juga pada harga dan sebagainya. Masyarakat juga aman.
Nah hari ini, tadi karena ada sesuatu yang berdampak pada turunnya secara drastis produksi tadi salah satunya El Nino. Jadi sekarang kita lihat bukan soal berpihak atau tidak berpihak, tetapi kebutuhan pangan itu mutlak. Kalau memang kita kurang, menutupi kekurangan itu harus mendatangkan, artinya kalau mendatangkan itu impor namanya. Untuk apa? Keamanan. Dijamin bahwa kebutuhan untuk masyarakat Indonesia itu, ada. Walaupun pemerintah itu mencadangkan hanya 8% dari kekuatan kebutuhan.
Jadi yang di Bulog itu, sebenarnya hanya 8% dari kebutuhan masyarakat Indonesia. Tetapi kan kebutuhan masyarakat Indonesia ini sekarang terpenuhi dengan produksi lokal, kalau berlebihan harganya murah, itu kita akan ekspor kelebihannya atau dijadikan cadangan.
Hari ini kenapa kita harus impor? Karena produksi kurang, tidak ada lebihan kita nggak bisa mencadangkan dari kelebihan itu karena memang nggak ada di sisi lain memang ada kurangnya. Maka kita antisipasinya untuk tadi kebutuhan kecukupannya ya kita impor. Tetapi bukan berarti impor itu selamanya, nggak boleh.
Impor itu sifatnya sementara di kala membutuhkan. Sekarang seperti kedelai impor karena kurang produksinya. Gula, impor, kenapa? Karena kebutuhan, produksinya kurang. Jagung kemarin terpaksa impor karena produksinya kurang.
Jadi semua saya kira jangan melihat dari satu sudut pandang saja. Apalagi seolah-olah nanti (diduga) tidak berpihak kepada petani, terus tidak melihat produksi lokal, tidak. Justru kita itu berhitung betul, jangan sampai sekarang kita kalau mau impor asal-asalan, artinya tidak melihat kebutuhan, untuk apa impor itu? Kan akan jadi masalah. Apalagi kita impor itu biayanya dari pinjaman, dengan bunga komersil, ya harus ada pasti.
Sekarang kan pasti dipakai, kebutuhan untuk operasi pasar SPHP. Buktinya kan, dulu rata-rata sebulan itu hanya 30.000 ton sekarang kan di atas 100.000 ton, itu kan bukti bahwa kebutuhan beras itu kan memang besar, dari sudut OP.
Dari bantuan pangan, untuk kita membantu saudara-saudara yang kurang mampu atau tidak mampu dibantu lah beras. Dengan jumlah cukup besar 640.000 per 3 bulan, artinya kebutuhan kan tertutupi yang segitu.
Jadi selama ini memang kebutuhan itu harus kita ambil dari impor, untuk operasi pasar atau SPHP sama bantuan pangan. Itu maksud tujuannya ke sana, tetapi kan harganya harus di bawah harga pasar di sini.
Penyerapan Bulog dari petani berapa saat ini?
Kalau tahun ini 900.000 ton lebih, tahun ini loh ya.
Bapak melihatnya komoditas pangan apa lagi yang mungkin volatile susah diredam, beras ke depan masih mengkhawatirkan nggak pak?
Kalau saya tergantung produktivitas kita yang sekarang tanggung jawabnya koordinasi Menteri Pertanian. Pak menteri yang baru ini kan konsepnya sudah pengalaman dalam produksi pertanian, beliau akan menggalakkan, meningkatkan, bahkan mempercepat produksi. Bagi Bulog, itu sangat menguntungkan bagi stabilisasi kebutuhan pangan.
Kalau itu produksinya sudah mencukupi, ya nggak usah kita stok dari impor dong seperti yang lalu stok dari dalam negeri. Duluan kan saya 5 tahun stok dalam negeri, sudah lima tahun nih saya, akhir-akhir ini saja baru ini saja kita impor. Lima tahun berjalan, 2018 sampai 2022 ya, akhir, kita nggak pernah impor. Nah itu 5 tahun. Kemudian 2022 kenapa harus impor? Karena memang di saat itu terbukti bahwa kita tidak tercukupi dari produksi kita.
Komoditas pangan lain gimana?
Kembali lagi produktivitas kita dari tanaman pangan itu yang paling penting, kan bisa kedelai, jagung, beras. Tetapi kita juga harus membuka wacana konsep untuk pengembangan, pangan itu ada kentang, ubi-ubian, termasuk singkong, ada porang, ada kemarin sorgum yang digalakkan pak Presiden.
Ke depan tanaman-tanaman itu secara lokalan. Umpamanya jagung bagus di tanam di Sulawesi, Gorontalo. Ya sudah dari sana tuh nggak usah nanam yang lain-lain kecuali memperkuat produksi jagung. Umpamanya di daerah Sulawesi Selatan, ternyata padi, ya sudah konsentrasi pembangunan lahan penanaman padi. Umpamanya yang lainnya oh ada yang Singkong, Lampung, selain padi, dia ada lahan singkong, ya digalakkan. Penataan produksi tadi tanaman-tanaman pangan.
Kalau itu Pak Menteri Pertanian yang jago. Kalau saya ini kan Bulog itu kan buffer stock, penugasan untuk stok cadangan. Kayak sekarang ada permasalahan jagung untuk pakan ayam, kurang, karena produksinya kurang. Ya sudah, kita harus bisa impor, mendatangkan untuk memenuhi kebutuhan, kekurangan itu. Tidak berlebihan, Bulog tidak akan berlebihan.
Seberapa kuat cadangan beras pemerintah? Untuk memastikan saat ini aman?
Kalau hitungan saya, sudah sangat kuat. Gini, sekarang ini kan hari ini kita ada 1,3 juta ton, nanti dikurangi untuk penyaluran Desember (bantuan pangan). Penyaluran Desember 220.000 ton, berarti kita kan 1,1 juta ya. Dari 1,1 juta ton Desember nanti, itu kan kita akan kedatangan Januari sisa 1,5 juta ton itu, sebesar 400.000 ton dalam proses penjalanan ini, datangnya pada Januari akan kedatangan 400.000. Nah 400.000 itu jika ditambahkan 1,1 juta ton, ada 1,5 juta ton, pada bulan Januari.
Tetapi, Januari, Februari, Maret, itu kita harus menyalurkan untuk bantuan pangan 640.000 ton. Berarti tinggal 900.000. Tetapi dikurangi lagi, selama tiga bulan itu SPHP (operasi pasar). Kurang lebih 120.000 sampai 150.000 ton. Jadi, kita sudah kehilangan untuk sampai 3 bulan ke depan 800.000 ton. Tetapi mulai ada produksi lokal. Kita nggak tahu berapa prediksinya. Tetapi kita punya kuota 2 juta ton (impor). Kita lihat, dari penugasan kepada Bulog 2 juta ton, kita lihat produksi lokal ini masuk apa nggak. Karena kita akan menghadapi 3 bulan berikutnya, April, Mei, Juni, itu kita menyalurkan bantuan pangan lagi sebesar 640.000 ton lagi.
Nah kalau tadinya kita 800.000 ton, kalau tidak ada suplainya, berartikan tinggal 200.000 ton. Tetapi dipakai untuk tambah operasi pasar 3 bulan itu bisa 150.000 ton minimal. Nah ini sangat sedikit (sisa stok cadangan beras pemerintah). Oleh sebab itu kita lihat produksinya. Kalau nanti prediksi, produksinya itu memang belum mencukupi, kita akan mengimpor lagi untuk kepentingan itu.
Berarti yang 2 juta impor tahun depan sudah penjajakan? Karena kan kalau impor nggak bisa mendadak ya?
Oh iya. Kita kan penjajakan udah, mulai dari sekarang penjajakan. Kita hubungan dari beberapa negara yang mereka surplus, mereka sudah ada kerja sama sama kita, kita sudah komunikasikan. Kemungkinannya kapan, nanti kita lihat dari situasinya.
Belum kontrak?
Belum, kontrak kan, kalau ternyata ada produksi, ya kan.
Negara-negaranya sama seperti yang sebelumnya kah, Thailand, Vietnam, India dan lain sebagainya?
Ya. Artinya gini, kita membuka setiap negara yang memproduksi beras. Kalau dia nanti dia sudah buka, ya jadi sasaran kita juga, gitu. Selama kualitasnya itu terjamin, taste-nya juga sesuai dengan kebutuhan. Harga iya itu sudah pasti nomor satu.
Inovasi Bulog kayak beras sachet masih?
Nah itu kita belajar dari pengalaman yang sekarang. Makanya ketahanan pangan itu kalau pangan itu tersebar di seluruh Indonesia, dikaitkan juga dengan daya beli masyarakat. Nah dulu, saya pemikiran beras sachet itu kan, saya dapat penghargaan pertama itu. Pemikiran saya itu merupakan penyebaran secara menyeluruh pangan khususnya beras ke seluruh Indonesia dengan harga terjangkau dan mudah didapatkan. Karena itu di warung-warung kecil.
Jadi, sasarannya juga masyarakat kita penghasilannya pas pasan, umpamanya sehari Rp 10.000, dia tetap bisa makan sehari 3 kali. Karena harga berasnya itu kan Rp 2.500, kalau dia bicara penghasilannya Rp 10.000. Berarti kalau dia beli Rp 2.500, berarti dia masih punya uang Rp 7.500, bisa beli lauk-pauknya dong, bisa beli yang lainnya, itu maksud saya. Tetapi dijamin dia makan 3 kali sehari.
Ini evaluasi sekarang, dari hasil evaluasi ini, next kita akan coba nanti kembangkan, baik itu sachet untuk komersil maupun sachet untuk SPHP (operasi pasar). Itu pemikiran saya dari kejadian sekarang. Artinya, kalau operasi pasar, katakanlah packaging 5 kg, walaupun menurut kita harganya sudah murah, pasti nggak masyarakat bisa beli? Belum tentu.
Ya kan, dari kemampuan beli karena dia 5 kg kan Rp 54.000. Nah Rp 54.000, belum tentu semua orang penghasilannya Rp 54.000 sehari. Makanya pemikiran saya kemarin, bagaimana kita bikin 1 kg ya, pemikiran saya kan. Terus pemikiran saya bilang, dulu kan saya sudah menciptakan beras sachet, kenapa nggak itu kita galakkan lagi? SPHP pakai sachet diimbangin dengan komersial. Jadi, di warung-warung nggak hanya kopi, gula, tetapi beras pun ada. Itu yang sekarang dari hasil evaluasi sekarang.
Itu rencananya kapan direalisasikan?
Ya nanti nih, mudah-mudahan tahun depan saya sedang rapatkan, kita menciptakan itu lagi untuk kita sebar ke seluruh wilayah.
Untuk SPHP harganya berapa?
Sama, tetapi daya belinya kan dia hanya beli Rp 2.500. Jadi punya uang Rp 10.000 tetap bisa beli. Tetapi yang 5 kg, kalau punya uang Rp 10.000, bisa beli beras nggak? Nggak bisa karena itu 5 kg-an. Maka saya sedang berpikir, bagaimana kalau 1 kg juga kita buat. Jadi SPHP nggak hanya 5 kg nanti, 1 kg-an.
Ini rencana kan baru pemikiran, evaluasi kita dari hasil sekarang ya. Pantauan. Kan saya memantau dari daya kemampuan beli masyarakat seperti apa. Kalau 1 kg, berapa sih? Umpanya Rp 10.000, ok. Kalau penghasilannya cuma Rp 10.000? Dia hanya beli beras, sudah. Nggak bisa beli apa apa. Artinya kita harus berhitung juga.
Artinya, kita menyejahterakan masyarakat itu kita lihat dari daya mampu belinya. Jadi kalau dia bilang, saya penghasilannya Rp 10.000 tetapi saya bisa makan sehari 3 kali. Terpenuhi dong kebutuhan pokoknya? Yang Rp 7.500 bisa kecap, beli lauknya kan bisa.
Inovasi yang paling kuat yang sachet ya?
Kayaknya ke sana. Karena apa? Sachet hari ini sangat dibutuhkan. Pada saat itu, kita berpikir yang besar aja deh, ternyata yang sekarang, nggak. Ini pembelajaran, seperti kita terkena covid, itu kan pembelajaran buat kita. Kalau konvensional, kita menggunakan teknologi untuk mengubah budaya jualnya, budaya penyalurannya. Kalau menurut kita baik, belum tentu menurut konsumennya baik.
Kita lihat yang daya kemampuan masyarakat menurun karena situasi yang perekonomian segala macam kan kita harus berpikir, bagaimana saudara-saudara kita kurang mampu tetap bisa makan nasi gitu. Harus cara berpikirnya begitu. Jadi ada manfaatnya, harus betul-betul ada manfaatnya.
Kalau boleh cerita, apa yang paling bikin pusing selama menjadi Dirut Perum Bulog?
Saya bilang gini, kita kalau menyadari siapa sajalah, seperti wartawan kan ada tanggungjawabnya ya. Kalau itu sudah itu menjadi kewajiban dijalankan dengan ketulusan, keikhlasan, karena kita sudah memilih hidup di situ, apa lagi kita ditugaskan di situ, ya sudah jalankan saja. Jangan dibikin pusing. Itu satu konsekuensinya. Kita harus berpikir begini, begitu, itu konsekuensinya yang harus diambil, kalau nggak mau berpikir jangan hidup.
Jadi, susah mana antara ngurus pangan atau urus penanganan narkotika?
Sama aja, sebenarnya sama aja. Hanya kita, sudut pandang kita aja untuk menjalankan itu. Kan beda, nanganin narkotika, sudut pandangnya beda, permasalahannya beda. Tetapi kalau kita sudah tahu bagaimana yang kita harus lakukan, nggak ada masalah. Sama dengan beras, kita tahukan, beras itu apa dan bagaimana. Bagaimana kita harus menjalankan itu. Udah.
Jangan dicampur, masa berpikir beras dipikir narkoba, ya nggak nyambung, nggak bisa. Atau di Bulog, berpikirnya polisi, ya nggak bisa. Nggak ada hubungannya gitu loh. Jadi harus menyesuaikan tadi, dengan pekerjaan, tanggung jawabnya itu.
Bapak kan sudah singgung mafia beras, itu gimana langkahnya untuk menghindari lagi terjadinya ada mafia beras?
Kan banyak langkah-langkah saya sebenarnya, orang nggak ada yang tahu. Tetapi itulah cara saya. Karena saya bukan penegak hukum. Kalau penegak hukum, beda lagi saya. Tetapi saya dari sudut Bulog, yang menyalurkan dan mengamankan pangan, saya harus melakukan hal hal supaya aman.
Dari mafia, di antaranya saya menyalurkan SPHP tidak lagi curah, packaging 5 kg. Terus saya membangun pasarnya ritel modern, pasar tradisional, terus kepada pemerintah daerah untuk penyaluran untuk pasar murah. Itu kan langkah-langkah, strategi.
Artinya sekarang, kalau curah, orang sudah, yang kemarin kejadian di Banten. Ganti bungkusnya, selesai, jual premium. Bagaimana harga beras mau murah? Yang untung mereka-mereka. Itu kelompok tanda kutip mafia yang mencari keuntungan, tidak berpikir untuk perutnya masyarakat.
Bukan hampir diekspor, sudah diekspor ke Timor Leste. Tetapi bagi saya, ya sudahlah, mau apa? wong sudah kejadian, toh tidak akan mengembalikan tuh barang. Nah sekarang gimana langkah kita supaya tidak terjadi seperti itu. Sekarang kalau mau diselundupkan atau diekspor ke Timor Leste, kalau bentuknya gini kira-kira siapa yang mau packaging 5 kg-an? Dia mau bongkar, mahal. Dia bongkar dia jadikan satu, mahal.
Jadi kita bikin bagaimana strategi kita untuk supaya peluang itu nggak ada. Walaupun upaya-upaya sekarang masih berharap, Bulog itu menyalurkan seperti sebelumnya (curah). Karena kalau kita curah, ada pembagian hasil. Keuntungan, antara pengusaha yang menerima beras itu dengan oknum Bulog yang memberikan itu. Kan sudah tahu nih, misalnya saya bagian dari oknum Bulog kan saya tahu nih beras ini di pasar harganya berapa. Saya lepas dari gudang berapa, saya sudah berhitung sama pembelinya 'kamu kan dapat untung sekian ya cashback dong ke saya, kalau nggak, nggak saya kasih ke kamu'.
Nah bagaimana supaya menghilangkan peluang itu. Karena ada niat, ada kesempatan, dihilangkan kesempatan itu. Jadi ada niat, nggak ada kesempatan, nggak jadi juga. Putus. Kalau sudah packaging, sudah, Bulog juga ada kegiatan untuk bikin packaging. Di sana nggak mungkin dibongkar-bongkar, nggak ada cashback-cashback, harganya tertera kok. Itu strategi upaya, langkah-langkah yang dilakukan.
Ada prediksi nggak harga beras kapan akan turun?
Saya kira, akan turun. Asalkan, satu, ya peningkatan produksi dari dalam negeri. Kita nggak boleh ketergantungan dari impor. Makanya pak Menteri Pertanian yang sekarang beliau akan mempercepat tanam, dengan mungkin salah satunya rekayasa hujan, itu kan salah satu dari upaya. Ya, kalkulasinya jelas lah hitung-hitungannya beliau lebih paham daripada saya.
Kalau Bulog ini kan tergantung penugasan, tidak bisa saya bilang 'harus impor', ada urusan apa kamu? Karena bukan pedagang, untuk cadangan. Cadangan kita itu sekali lagi 8% dari kebutuhan. Jadi kalau ini nggak diatur, nggak dijagain. Ya sebentar aja, kita buka lepas, habis. Kosong lagi. Nyarinya setengah mati, hilang gampang.