Pada acara pameran Sumatera Barat Food and Craft Ke-2 di Plasa Departemen Perindustrian ia mengemukakan beberapa pesan kepada anak buahnya untuk terus membina industri kecil dan menengah (IKM) sepeninggal dia dari departemen perindustrian.
"Setelah Oktober ini saya mau berangkat dari sini," kata Fahmi sambil menunjuk salah satu Dirjennya saat membuka pameran di Depperin, Selasa (4/8/2009).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rendang begitu terkenalnya, Malaysia sempat mengangkat rendang sebagai paten, Tetapi saya yakin itu hasil dari Minangkabau bukan Malaysia, walaupun kita belum meneliti asalnya," katanya.
Dalam kesempatan itu, seperti biasa ia bercerita panjang lebar dengan bernostagia kemasa kecilnya yang selalu akrab dengan makanan-makanan Minang termasuk kue-kue, masakan-masakan tradisional khas Minang yang sekarang ini sulit ditemukan bercitara asli terlebih di Jakarta. Ia mengharapkan para pelaku usaha tetap melestarikan makanan tradisional Indonesia termasuk Minang.
"Saya sejak kecil dikasih kue Panekuk oleh ibu saya, atau pancake, dulu ibu saya buat harum sekali. Sekarang harumnya sudah hilang, tinggal tebalnya saja," ucapnya tertawa.
Ia mengaku karena besar dalam lingkungan Minang dan sering mencicipi makanan minang, maka lidahnya sangat tajam mencicipi jenis makanan Minang yang asli dan tidak asli.
"Selera saya selera makanan asli, ada temen yang bilang enak di tempat tertentu, setelah saya datangi mana yang dibilang enak?. Di Jakarta ini cuma 1-2 di Jakarta yang seasli-aslinya," ujarnya.
Fahmi menuturkan kisah lucunya mengenai gulai bana yang ia kenal sejak lama terbuat dari tahu. Maklum sebagai keluarga tidak kaya, ibunya sering mengganti otak sapi dengan tahu saat membuat gulai bana.
Kelucuan itu terjadi ketika ia datang kerumah kawannya semasa SMP dan menyantap gulai bana yang justru terbuat dari otak sapi bukan dari tahu. Dengan merasa benar, Fahmi komplain kepada Ibu temannya, soal gulai dari tahu. Setelah diberi penjelasan, Fahmi pun baru sadar bahwa gulai bana yang asli terbut dari otak sapi.
"Gulai Bana sadarnya di kelas 1-2 SMP dari otak sapi, sebelumnya saya tahunya dari tahu," ucapnya sambil tertawa.
Ia juga mengenang masa kecilnya yang memiliki banyak pohon ruku-ruku yang khasiatnya untuk tekanan darah dan jantung. Maklum kata dia, dua penyakit itu identik dengan orang Minang karena sering memakan santan.
"Saya juga mengalami darah tinggi," pungkas fungsionaris Golkar ini.
(hen/qom)