Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan kontrak Freeport dengan pemerintah Indonesia sifatnya nail down dalam arti tidak mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berubah.
Karena itu sampai saat ini Freeport masih membayar royalti emas 1% sejak kontrak dibuat di 1967. Meskipun pemerintah telah membuat PP 45/2003 yang menetapkan setiap perusahaan tambang harus membayar royalti emas 3,75%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Thamrin mengatakan kontrak karya Freeport dengan pemerintah Indonesia menentukan royalti yang dibayarkan kepada pemerintah untuk emas adalah 1% atas penjualan, perak 1% atas penjualan, dan tembaga 3,5% atas penjualan. Sedangkan dalam PP 45/2003 untuk pembayaran royalti untuk emas adalah 3,75%, perak 3,25%, dan tembaga 4%.
Kata Thamrin, beberapa kontrak karya pertambangan yang bersifat nail down ini sedang diincar pemerintah untuk dilakukan renegosiasi demi meningkatkan keuntungan bagi negara.
"Mereka sudah sampaikan studi kelayakannya untuk jangka panjang, dan kita sedang melakukan evaluasi," singkatnya ketika ditanya mengenai renegosiasi kepada perusahaan tambang asal AS tersebut.
Pemerintah masih belum bisa menentukan kapan proses renegosiasi kontrak karya bagi Freeport dapat dilakukan. Dirinya berharap agar hal tersebut dapat diselesaikan sesegera mungkin.
Thamrin juga menanggapi, tudingan yang dilontarkan oleh pihak ICW (Indonesia Corruption Watch) terkait adanya kekurangan pembayaran royalti pun tidak bisa dikenakan kepada Freeport. Karena Freeport masih menggunakan kontrak yang bersifat nail down yang saat ini masih diusahakan pemerintah untuk direnegosiasi.
(dnl/hen)