BP Migas Lawan Usul Pembubaran, Ini Alasannya

BP Migas Lawan Usul Pembubaran, Ini Alasannya

- detikFinance
Sabtu, 19 Mei 2012 16:16 WIB
Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengusulkan pemerintah segera membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas). Namun BP Migas tak terima.

Ketua Purnakarya BP Migas Hamdi Zainal menilai, Agus Pambagio belum mengerti serta tidak paham kalau ingin menjadi Wasit, maka Pertamina tidak boleh merangkap sebagai pemain.

"Yang bersangkutan (Agus Pambagio) juga mungkin belum pernah baca secara utuh isi UU No. 8 tahun 1971 tentang Pertamina, di mana antara lain atas Penugasan Pertamina melakukan Pengelolaan Upstream Bisnis yang dia sebut-sebut mungkin maksudnya terhadap kegiatan PSCs, maka Pertamina memperoleh retensi 3%," tutur Hamdi kepada detikFinance, Sabtu (19/5/2012).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Purnakarya ini merupakan persatuan para pensiunan BP Migas yang sebagian besar anggotanya adalah mantan pegawai Pertamina.

Hamdi mengatakan jumlah retensi yang diterima Pertamina saat harga minyak US$ 30 per barel adalah Rp 4 triliun per tahun. Jadi, dengan adanya BP Migas sejak 2001, jumlah retensi yang diterima Pertamina masuk ke kantong kas negara langsung.

"Kalau asumsi harga minyak US$ 80 per barel dikalikan 9 tahun, dengan demikian keberadaan BP Migas telah membuat penghematan yang signifikan secara langsung dan, notabene merupakan penerimaan negara atas hilangnya retensi untuk Pertamina tersebut," jelas Hamdi.

BP Migas yang dibentuk dalam UU NO.22 Tahun 2011, ujar Hamdi, memberikan tambahan penerimaan negara dari penghematan retensi. Kalau dengan asumsi lama harga minyak US$ 30 per barel dan retensi Rp 4 triliun dikalikan 9 tahun maka jumlah penghematannya Rp 54 triliun.
"Apalagi kalau dihitung dengan harga minyak rata-rata di atas US$ 80 per barel," imbuh Hamdi.

Hamdi mengatakan, catatan penting lainnya adalah di era undang-undang lama, seluruh hasil penjualan bagian negara diterima/mampir dulu ke rekening Pertamina, setelah dipotong retensi baru disetor ke pemerintah. "perbedaan mendasar sejak UU No.22 tahun 2001, setiap hasil penjualan migas bagian negara, harus disetor langsung ke pemerintah," tegas Hamdi.

Kemudian Hamdi juga mengatakan, ada hal yang sangat krusial akibat Pertamina sebagai regulator yaitu ketika di 2003 ratusan juta dolar hasil penjualan migas bagian negara di USA (termasuk hasil penjualan LNG), terkena blokir akibat kasus Kraha Bodas, ketika Pertamina kalah di Pengadilan di USA.

Sebelumnya, Agus Pambagio mengungkapkan, setelah Pertamina dipisah dan muncul BP Migas serta BPH Migas, banyak pekerjaan yang tak sesuai target, seperti produksi minyak terus menerus menurun. "Sampai saat ini banyak pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan dengan baik termasuk target produksi minyak, sehingga kita harus impor cukup besar," papar Agus.

(dnl/dnl)

Hide Ads