Demikian benang merah sambutan Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Belanda Retno Lestari Priansari Marsudi pada Indonesia's Infrastucture Forum di Crowne Plaza Hotel, Den Haag, Selasa (4/12/2012).
"Kita tidak bisa lagi mengusahakan diskusi abstrak dalam hubungan kita. Konstituen kita meminta kerjasama konkrit yang membawa manfaat bagi rakyat," ujar Dubes di hadapan lebih dari 100 peserta forum, sebagian besar para CEO, direktur, dan komisaris perusahaan besar Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada para petinggi perusahaan Belanda itu Dubes mengajak untuk melihat Indonesia sekarang harus beda dari cara melihat Indonesia pada masa lalu.
"Saya selalu mengatakan, mari kita melihat Indonesia dengan kacamata baru, bukan dengan kacamata lama. Saya percaya bahwa forum ini akan mampu membantu anda untuk melihat Indonesia dengan cara jernih dan benar," tegas Dubes.
Sebelumnya Dubes mengutip laporan Daniel M. Kliman & Richard Fountain tentang Global Swing States, yang isinya menganjurkan Amerika Serikat dan lainnya agar membina hubungan lebih erat dengan 4 negara kunci yakni Brazil, India, Indonesia, dan Turki.
Laporan yang merupakan bagian dari proyek Center of a New American Security (CNAS) dan German Marshall Fund of United States (GMF) itu menyebutkan bahwa keempat negara itu memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar dan cepat, juga menempati posisi strategis di kawasan, berpemerintahan demokrasi, dan pengaruhnya meningkat di tingkat regional dan global.
Dubes juga menyampaikan laporan McKinsey Global Institute yang memaparkan bahwa pada 2030 Indonesia bakal menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-7 setelah Cina, USA, India, Jepang, Brazil dan Rusia.
Proyeksi ini didasarkan pada 5 asumsi, yakni pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat konsisten (2000-2012: 4-6%). Kedua, pertumbuhan ekonomi kota-kota menengah melampaui kota- kota besar (artinya distribusi pembangunan lebih merata).
Ketiga, pertumbuhan ditopang oleh konsumsi domestik. Keempat, pertumbuhan didominasi oleh industri dan jasa. Kelima, perumbuhan meluas karena produktivitas.
Tentu saja, lanjut Dubes, juga terdapat banyak tantangan, satu diantaranya adalah infrastruktur. Upaya untuk membangun infrastruktur lebih lanjut adalah suatu keharusan bagi Indonesia. Dan ini terefleksikan dengan baik dalam MP3EI.
"Saya berharap forum ini dapat memberi makna lain yang membuat hubungan Indonesia-Belanda tetap spesial, spesial dalam konteks sekarang, spesial dalam konteks ekonomi," demikian Dubes.
Indonesia's Infrastucture Forum ini diikuti sejumlah besar CEO, komisaris dan direktur perusahaan besar Belanda di bidang infrastruktur yakni pelabuhan laut, pelabuhan udara, kereta api, general trading, dan financing.
Di antara mereka terdapat CEO J. Giltay (Holland Aviation), CEO P. Rijkhoff (Seal & Go BV), T. van Dusseldorp (Damen Shipyards), E. Becker (Port of Rotterdam), J. Petit (Dutch Aviation Group), H. Wijnmalen (Vialis Railway System), G. Eg (Netherlands Airport Technology) dan N. de Bruijn (Van Oord Dredging and Marine Contractors BV, penggarap rekayasa laut Megaproject Palm Jumeirah, Dubai).
Forum ini sebagaimana disampaikan Koordinator Fungsi Pensosbud Bonifatius Agung Herindra terselenggara atas kerjasama KBRI Den Haag dengan FME-CWM (Netherlands Association for the Technological Industry), Delft University of Technology, dan Indonesia Nederland Society.
Dari Indonesia hadir dua pembicara kunci yaitu Wakil Menteri Perhubungan RI Dr. Bambang Susantono dan Wakil Menteri Perdagangan Dr. Bayu Krisnamurthi. Sedangkan pesertanya antara lain Angkasa Pura II, Pelindo I, Pelind II, Pelindo III, dan Pelindo IV.
(es/es)