Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengatakan, saat ini produksi bawang putih lokal hanya bisa memenuhi 5% dari total kebutuhan bawang putih di dalam negeri. Sisanya yang sebanyak 95% diimpor.
"Sejujurnya soal bawang putih kita kecolongan. Pemahamannya menjadi sangat sempit di tataran kawan-kawan yang punya otoritas. Bawang putih produksi lokal kita hanya 5% dari kebutuhan, 95% diimpor. Jadi kalau kita ketatkan impor bawang putih, kita melindungi siapa? Kan tidak berdampak. Kecuali 95% kebutuhan bawang putih dipenuhi dari lokal dan 5% dari impor, kalau kita buka impor maka jadi tekanan baru," tutur Rusman saat ditemui detikFinance di kantornya, Ragunan, Jakarta, Senin (11/3/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Indonesia hanya bisa di dataran tinggi. Beda dengan bawang merah yang bisa di dataran rendah seperti Brebes atau Nganjuk. Dan dataran tinggi kita terasering, sehingga lahan terbatas. Jadi karena iklim ini, bawang putih lokal jadi kecil-kecil atau kelas bulu," jelas Rusman.
Jadi kalau impor diketatkan, sementara petani lokal juga tidak menikmati karena produksi hanya 5% dari total kebutuhan, maka harga bawang putih jadi sangat mahal, dan konsumen dibebani.
"Kalau harga mahal yang untung importir. Karena itu ini sedang kita review, jadi penetapan kuota (impor bawang putih) harus komprehensif dan terukur serta implikasi. Jadi harus ada kajian komprehensif, karena kalau kita ketatkan impor tidak ada yang menikmati, dan nyatanya Februari inflasi 0,75% dan tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Dan dari 0,75% itu, 0,12% dari bawang putih. Saya khawatir 0,12% ini pemicunya kebijakan Kementan. padahal pemicu tingginya harga bawang putih adalah keterlambatan kita mengeluarkan RPIH (rekomendasi produk impor hortikultura) itu," papar Rusman.
Kenapa terlambat RPIH dikeluarkan? Rusman menjelaskan, karena daftar importir terdaftar yang dikeluarkan Kemendag terlambat. Kedua, meskipun dilakukan verifikasi di Kemendag, tapi perusahaan yang mengajukan aplikasi impor bawang putih itu ada 100 perusahaan lebih, padahal kuota impor sangat terbatas.
"Kalau (kuota) dibagi ke seratusan perusahaan itu sangat tidak ekonomis, jadi terlalu banyak. Tahun lalu hanya 70 importir, sekarang jadi 100 importir," cetus Rusman.
Jadi, untuk bawang putih, pemerintah tidak mau memaksa untuk mengejar swasembada produksi bawang putih lokal. Karena bakal memakan biaya, sementara iklim di dalam negeri tidak cocok.
"Jadi mestinya Kemendag keluarkan RPIH pada Desember yang berlaku Januari. Jadi terlepas dari hiruk pikuk sekarang, kita ingin disiplin. Kalau Kemendag tidak taat waktu, maka kita akan pakai importir lama. Tapi selain Kemendag (Kementerian Perdagangan), kita (Kementerian Pertanian) juga terlambat dihadapkan pada banyaknya jumlah importir yang harus diverifikasi. Kita tidak ada moral hazard, kita dihadapkan pada banyaknya jumlah importir. Kalau dulu hanya 70 importir yang mengajukan, sekarang dua kali lipatnya. Susah membagi kuota impornya," jelas Rusman.
Dikatakan Rusman, pemerintah ke depan akan terus mengkaji kuota impor bawang putih. Namun pengaturan kuota impor tidak perlu terlalu tajam tanpa melihat implikasinya,
"Bawang putih kita kurangi (kuota impor) dari 390 ribu ton di 2012. Jadi memang kuotanya turun jadi 320 ribu ton di tahun ini. Saya akui ini belum tentu pas penurunannya, dan kedua pemainnya atau importirnya tambah banyak. Tapi memang kita semangatnya mau melindungi produksi dalam negeri, tapi kebablasan seperti bawang putih," jelas Rusman.
"Untuk bawang putih, yang bagus menurut saya pribadi tidak perlu diketatkan impornya karena tidak berdampak kepada petani lokal. Tapi harus dibuka importirnya supaya tidak ada dugaan kartel," tukasnya.
Seperti diketahui, akibat krisis bawang putih ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih sebanyak 29.136 ton atau hanya 18,21% dari rekomendasi Kementerian Pertanian sebanyak 160.000 ton bawang putih.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 2012 Indonesia mengimpor 415.000 ton bawang putih dari beberapa negara dengan nilai US$ 242,3 juta atau senilai Rp 2,3 triliun bawang putih.
Mayoritas bawang putih impor datang dari China yaitu sebanyak 410.100 ton dengan nilai US$ 239,4 juta atau Rp 2,27 triliun untuk periode Januari hingga Desember 2012.
Tercatat kegiatan impor bawang putih dari China ini berjalan sepanjang tahun, sementara ada beberapa negara lain yang memasukkan bawang putih ke dalam negeri seperti India, Malaysia, Pakistan, dan Thailand, tetapi impornya tidak terjadi setiap bulan dan tak signifikan.
Impor bawang putih dari India, total sepanjang tahun 2012 sebanyak 3.424 ton dengan nilai US$ 1,7 juta, impor dari Malaysia sebanyak 1.124 ton dengan nilai US$ 1,1 juta, bawang putih dari Pakistan sebanyak 203 ton dengan nilai US$ 81,2 ribu, dan Thailand sebesar 58 ton dengan nilai US$ 37 ribu.
(dnl/hen)