"Cadangan minyak kita makin sedikit, diprediksi tahun 2025 minyak kita habis, mau bagaimana kita. Kalau tidak diantisipasi bisa kaget kita, generasi kita nanti bagaimana," ujar Kepala Divisi Energi Baru Terbarukan PLN Mochamad Sofyan saat ditemui di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Kamis (19/9/2013).
Sebanyak 88% pembangkit PLN, saat ini masih mengandalkan energi fosil. "Di mana pembangkit menggunakan bahan bakar batubara mencapai 44%, gas masih 21%, dan minyak 23%, sementara energi terrbarukan masih kecil sekali hanya 3,5%," ungkap Sofyan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau Jepang tidak masalah, karena mereka negara kaya, mereka punya uang banyak, tapi seperti Filipina bagaimana? Mereka tidak punya minyak, batubara dan gas, yang terjadi masyarakatnya harus terbebani oleh tarif listrik yang mahal," ujarnya.
"Di Filipina itu tarif listriknya paling tinggi kedua di Asia setelah Singapura. Kalau ini tidak kita antisipasi dari sekarang, nasib kita bisa seperti di Filipina, Jepang, dan Singapura, harga listriknya mahal," tambahnya.
Untuk itu, PLN memiliki rencana jangka panjang sampai tahun 2021 pembangkit energi baru terbarukan yang saat ini baru 3,5% harus menjadi 20%.
"Ini target yang tidak mudah, namun harus dilakukan, fokus utama energi baru terbarukan yang akan dibangun PLN ada tiga yakni dari panas bumi, hydro dan biomassa," kata Sofyan.
(rrd/dnl)