Juru Bicara Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arlinda Imbang Jaya menjelaskan bahwa aturan-aturan yang terkait dengan importasi kedelai, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 23 Tahun 2013 telah direvisi, dan Permendag Nomor 24 Tahun 2013 dicabut lalu diganti dengan Permendag Nomor 45 Tahun 2013.
Dengan perubahan-perubahan tersebut, tidak ada lagi ketentuan yang mengharuskan kepemilikan dokumen Importir Terdaftar (IT) untuk mengimpor kedelai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai gantinya, importir hanya diwajibkan memiliki Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK). Pelonggaran importasi kedelai ini bertujuan untuk membanjiri pasar dengan pasokan kedelai sehingga harganya menurun.
"Yang kita pergunakan adalah wajib memenuhi NPIK. Intinya dengan dikeluarkannya aturan tersebut, kita berusaha lebih melonggarkan agar harga di tingkat perajin dan persaingan importir makin tinggi sehingga diperoleh efisiensi harga," katanya.
Selain itu, kewajiban importir menyerap kedelai lokal juga ditiadakan. Namun, Bulog ditugaskan untuk menjaga harga di tingkat petani dengan membeli hasil panen kedelai petani lokal ketika harganya jatuh hingga di bawah Harga Beli Petani (HBP) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 7.000/kg untuk bulan September.
"Bulog harus membeli kedelai petani terutama ketika harga berada di bawah," imbuhnya.
Namun, meski dilonggarkan, tidak berarti Kemendag kehilangan kontrol terhadap penyaluran kedelai. Para importir tetap diwajibkan melaporkan penyaluran kedelainya agar pasokan ke pasar terjamin.
Pada kesempatan yang sama, Arlinda juga mengumumkan penghapusan bea masuk kedelai impor dari 5% menjadi 0%. Diharapkan, penghapusan bea masuk kedelai ini membantu penurunan harga kedelai di dalam negeri. Pihaknya menggarisbawahi bahwa kebijakan relaksasi impor kedelai ini hanya bersifat sementara.
"Penurunan bea masuk kedelai sudah disetujui menjadi 0%. Tentunya secara jangka panjang, kita berusaha mndorong agar dapat meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri," tandas Arlinda.
(wij/hen)