Lahir di Keluarga Miskin, 50 Juta Anak Indonesia Tak Punya Akta Kelahiran

Lahir di Keluarga Miskin, 50 Juta Anak Indonesia Tak Punya Akta Kelahiran

- detikFinance
Kamis, 27 Feb 2014 12:02 WIB
Jakarta - Pusat Kajian Perlindungan Anak (Puskapa) Universitas Indonesia dibantu Bidang Hukum Kedutaan Besar Australia merilis, jutaan anak Indonesia tidak mempunyai akta kelahiran karena lahir di keluarga miskin.

Hingga tahun ini saja, setidaknya ada 50 juta anak-anak Indonesia dan pemuda yang berusia 0-18 tahun tidak punya akta kelahiran.

"Ada 50 juta anak-anak Indonesia yang tidak punya akta kelahiran. Itu yang kami hitung dari data Susenas di tahun 2012 dan BPS di tahun 2011," ungkap Co Direktor Puskapa UI Santi Kusumaningrum saat debat terbatas soal masalah kependudukan, di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Kamis (27/02/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian ini dilakukan pada 30% masyarakat miskin di Indonesia. Responden diambil sesuai data kependudukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2012. Diketahui, jumlah masyarakat miskin di Indonesia adalah 24,8 juta rumah tangga atau 96,7 juta orang.

Kemudian dari 30% masyarakat miskin itu, ditemukan 55% pasangan menikah tidak memiliki surat nikah. Padahal surat nikah penting agar si anak mendapatkan atau memperoleh akta kelahiran yang tertera nama kedua orang tuanya.

"Untuk mendapatkan akta kelahiran itu butuh surat nikah," imbuhnya.

Salah satu kendala yang dihadapi masyarakat adalah sulitnya akses untuk mendapatkan akta kelahiran dan buku nikah. Selain itu faktor lainnya adalah biaya mahal, karena mayoritas masyarakat Indonesia menggunakan jasa orang ketiga karena prosedur yang rumit di pengadilan. Sesuai Undang-undang Kependudukan, untuk mendapatkan akta kelahiran, buku nikah dan lainnya masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya.

"Sebetulnya ada beberapa hal yang menjadi kendala sebagian besar masyarakat hampir 80% meminta bantuan orang lain untuk mengurusi akte kelahiran dan buku nikah. Jarak jauh dan tidak mengetahui prosesnya juga jadi hambatan," tuturnya.

"Orang yang membantu ini akan menambah ongkos yang bayar dan ongkosi orang ini. Padahal semua bebas biaya dan kalau ada pungutan ada tindak pidana itu sesuai Undang-undang," jelasnya.

Bagi Santi, menggunakan jasa orang ketiga untuk mendapatkan akta kelahiran dan buku nikah rawan tindak percaloan. "Calo saya rasa ada. Ada aparat desa dimintai tolong tetapi di dalam penelitian ini tidak terungkap praktik melanggar hukumnya," sebut Santi.

(wij/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads