"Kilang minyak di dalam negeri itu tidak efisien, sehingga biaya produksinya tinggi, ujungnya harga produksinya juga tinggi," kata Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim kepada detikFinance di Kantornya akhir pekan lalu.
Ibrahim mengungkapkan, tidak efisiennya kilang minyak di dalam negeri, karena menurunnya produksi minyak, sehingga kilang minyak harus mendapatkan pasokan dari minyak mentah impor dari berbagai negara atau minyak "cocktail" yaitu minyak campuran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibat dicampur sana sini membuat kilang tidak efisien, sehingga biaya produksi-pun makin mahal," tambah Ibrahim.
Ibrahim menambahkan, penyebab lainnya karena awalnya desain kilang di miliki Indonesia untuk memproduksi minyak tanah (kerosine) namun kini harus mengolah BBM jenis lain. Indonesia sempat bergantung dengan minyak tanah sebelum ada program konversi minyak tanah ke elpiji.
"Dulu kan kilang didesain sekali masak di kilang menghasilkan 60% minyak tanah, avtur 10%, premium 20%, 10% solar sisanya residu," katanya.
Kondisi sekarang, menurutnya justru terbalik yaitu 60% untuk memproduksi premium, sedangkan minyak tanah turun drastis sekitar 1%.
Ia menambahkan kondisi ini yang menjadi kendala Pertamina. Sehingga mereka berupaya meningkatkan produksi produk BBM sesuai kebutuhan, antaralain dengan secondary proses yaitu mengolah residu yang seharusnya tidak bisa diolah, lalu diproses lagi agar menghasilkan produk yang diinginkan.
"Inilah faktanya, kilang kita makin tidak efisien, dan kilang memang benar-benar kekurangan kilang minyak saat ini," tutupnya.
(rrd/hen)