Bos Blue Bird: Kami Berawal dari Bemo dan Taksi Gelap

Bos Blue Bird: Kami Berawal dari Bemo dan Taksi Gelap

- detikFinance
Senin, 21 Jul 2014 11:17 WIB
Jakarta -

Siapa yang tidak mengenal Blue Bird? Brand ini sangat dikenal masyarakat luas sebagai taksi yang identik dengan logo burung biru. Saat ini, Blue Bird merupakan salah satu perusahaan taksi terbesar di Indonesia.

Namun siapa sangka pada awal berdirinya Blue Bird hanya mengoperasikan kendaraan roda tiga yang akrab disebut bemo. Setelah bisnisnya berkembang, taksi Blue Bird lahir pada 1972.

Blue Bird terus berkembang dan tidak hanya mengoperasikan taksi. Perusahaan ini juga memiliki armada bus, perusahaan logistik, alat berat, dan sebagainya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, Blue Bird Group Holding dikomandoi oleh Bayu Priawan Djokosoetono. Bayu merupakan cucu dari sang sang pendiri, Mutiara Djokosoetono.

Tim detikFinance pada Jumat (18/07/2014) berkesempatan bertemu dengan pria kelahiran Jakarta, 24 Mei 1977 ini. Simak perjalanan bisnis Blue Bird dari awal berdiri hingga saat ini:

Sejarah singkatnya Blue Bird seperti apa?
Blue Bird sebenarnya dimulai secara resmi tahun 1972, didirikan oleh nenek kami beserta ayah saya beserta adiknya. Tetapi sebelum Blue Bird berdiri sebenarnya sudah ada industri jasa transportasi yang dijalankan. Asal muasalnya adalah menjalankan bemo, setelah itu perusahaan rental seperti taksi gelap lah. Setelah itu baru ada Blue Bird.

Mengapa memilih bisnis taksi?
Dasar pertimbangannya pada saat itu memang ada taksi di Jakarta. Namun taksi pada saat itu tarifnya masih tembak-tembakan nggak jelas, sehingga kami membuat jasa transportasi yang memiliki standar pelayanan dan pembayaran yang jelas. Muncullah Blue Bird tahun 1972.

Apa perbedaan Blue Bird dengan taksi lainnya ketika itu?
Kami adalah perusahaan taksi pertama yang menggunakan argometer. Dalam perjalanannya memang tidak mudah untuk bisa mendapatkan izin taksi sehingga founder kami meminta pemerintah sampai pada akhirnya kami mendapatkan izin taksi. Tahun 1972 kami menjalankan 25 unit. Dalam pertumbuhannya dalam sisi jumlah memang kita tidak terlalu pesat pada saat itu karena kita fokus pada pelayanan. Hanya ada satu hal yang menjadi motto Blue Bird saat itu, kita harus menjadi perusahaan yang inovatif dan harus menjadi market leader.

Apakah itu berlaku sampai sekarang?
Karena itu sampai sekarang kita menerapkan terobosan yang menjadi pionir tranportasi taksi. Lalu dengan menggunakan sistem radio yang pertama lalu menggunakan sistem reservasi yang pertama kemudian pengunaan GPS pertama kali dan sistem canggih dan sampai sekarang kita adalah perusahaan yang pertama kali menggunakan sistem reservasi berbasis Android dan gadget. Ini terobosan yang kita lakukan untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.

Penggunaan teknologi yang Blue Bird terapkan mengadopsi dari mana?
Sebetulnya kalau dulu di negara maju saat itu sudah menggunakan teknologi. Saat itu kita menggunakan dan mengadopsi dari beberapa negara maju. Tetapi dalam pertumbuhan sekarang, industri transportasi khususnya taksi yang paling bagus justru di Indonesia.

Mengapa begitu?
Di luar negeri itu saat ini ada stagnasi teknologi. Makanya sekarang mengubah dari sistem bahan bakarnya, tetapi dari sisi reservasi terjadi stagnasi teknologi. Kami mengapa bilang begitu, kami perusahaan taksi yang ada di dunia yang menggunakan sistem reservasi berdasarkan basis aplikasi. Baru setelah itu diikuti yang lain. Kiblatnya justru telah berubah kalau dulu kita melihat pada asing, justru saat ini asing yang melihat ke kita dan berinovasi sendiri. Kita sudah ada tim R&D sendiri yang bertugas melakukan research dan penelitian berbasis IT yang melihat apa yang bisa kita lakukan pada customer dan kita.

Suka dukanya membangun Blue Bird seperti apa?
Sekitar 1997-1998. Di situ memang kondisi keuangan sedang krisis moneter, ditambah kita sulit mendapatkan kredit dan saat itu juga sulit melakukan peremajaan armada. Tetapi perusahaan mengambil langkah, sebelumnya kita sudah bekerja secara prihatin kita mempunyai cadangan keuangan yang cukup tanpa harus menggunakan bank. Ketika terjadi krisis moneter itu, tidak perusahaan yang mampu melakukan peremajaan, dan tidak ada barang yang masuk akal untuk dibeli akhirnya ada satu kendaraan yang kita ambil mobilnya adalah Timor itu adalah stok yang bagi kami masuk akal secara kualitas dan harga masuk yang lain terlalu tinggi. Lalu banyak perusahaan saat itu yang jatuh karena tidak bisa melakukan restrukturisasi keuangan lalu kita ambil perusahaannya.

Berarti Blue Bird menjadikan tantangan krisis moneter sebagai peluang?
Di situ sebenarnya Blue Bird Group secara keseluruhan bertambah jumlahnya karena kita manfaatkan momentum itu. Jadi krisis memang sulit bagi kami, tetapi di sana ada celah bagi kami mengembangkan usaha.

Jumlah karyawan dan pengemudi saat ini?
Saat ini lebih dari 40.000 di seluruh Indonesia dan total armada kami hampir lebih dari 30.000 hingga 35.000 kendaraan. Pengemudi ditambah karyawan pasti di atas 40.000. Kami terus lakukan ekspansi tetapi memenuhi izin yang sudah kita dapatkan dan kembangkan di daerah yang cukup banyak.

(hds/hen)

Hide Ads