"Nilai ekspor kopi ke RRT selama lima tahun terakhir terus tumbuh, dengan tren sebesar 82,6%. Karena gaya hidup minum kopi menggeser konsumsi teh di RRT. Kami melihat ini sebagai sebuah peluang memperluas pasar," ungkap Nus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/11/2014).
Nus bahkan mengatakan, saat ini fenomena minum kopi di coffee shop (kafe kopi) sudah menjadi gaya hidup masyarakat kota Tiongkok. Menurut catatannya sekarang di kota Shanghai dan sekitarnya saja terdapat 4.000 kafe kopi, dan 200 perusahaan pemanggangan kopi dengan kebutuhan 20.000 ton kopi setiap tahunnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Starbucks saat ini memiliki 1.001 kafe dan menargetkan membuka 1.500 outlet di seluruh Tiongkok pada akhir 2015. Shanghai sebagai kota yang lebih awal mengenal budaya minum kopi sekaligus memiliki pertumbuhan konsumsi kopi tertinggi, Starbucks memiliki lebih dari 100 outlet.
"Sebagai penghasil kopi terbesar ke-3 di dunia setelah Brasil dan Vietnam, Indonesia wajib mendorong ekspornya. Nilai ekspor kopi pada tahun 2013 mencapai US$ 1,17 miliar. Kami harapkan nilai ekspor makanan olahan Indonesia terdongkrak hingga sebesar 9,5%-10,5%,β imbuhnya.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan Kemendag untuk menggenjot nilai ekspor kopi Indonesia ke Tiongkok. Caranya adalah dengan mengadakan misi dagang dan ikut pameran terbuka di Tiongkok. Misalnya pameran Tea & Coffee China merupakan bagian dari Pameran Food and Hospitality China (FHC) 2014. Dari 12 eksportir dan pelaku usaha kopi nasional yang dibawa, pemerintah sukses mendapatkan transaksi sebesar US$ 1,1 juta. Produk yang laku dijual adalah jenis green bean coffee dan roasted bean coffee jenis Arabica Gayo dan Arabica Mandailing.
"Namun Indonesia memiliki kopi luwak sebagai kopi termahal di dunia. Promosi ini sekaligus jadi upaya menangkis berbagai kampanye hitam tentang kopi luwak. Coffee is a language in itself,β kata Nus.
(wij/dnl)