"Dari total kapal eks asing di Indonesia yang jumlahnya 1.200 (1.240 unit), 5 sampai 10 kali lipat itu unreported (tidak melaporkan hasil tangkapan). Ini jumlah yang luar biasa," ungkap Susi saat rapat dengan anggota Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) di Gedung Mina Bahari I, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Kamis (27/11/2014).
Contohnya Susi mengungkapkan beberapa waktu lalu pihaknya menangkap lima kapal di Perairan Natuna, Riau. Kapal-kapal tersebut menggunakan bendera Indonesia, padahal diawaki dan dimiliki oleh warga negara asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian salah satu modus yang dipakai kapal eks asing yang tidak melaporkan hasil tangkapan mereka adalah dengan mematikan alat VMS atau Vessel Manitoring System.
"Ada 2-3 kapal punya VMS, tetapi di daerah yang sama ternyata ada 10-15 kapal. That is true, kita melihat fakta ini," tegas Susi.
Tidak hanya itu, praktik bongkar muat barang di tengah laut atau transhipment juga marak terjadi. Contohnya ikan yang berasal dari kapal-kapal kecil milik nelayan dipindahkan ke kapal-kapal besar atau tremper dengan kapasitas 5.000 GT di tengah laut.
"Bahkan yang besar ini tidak kelihatan karena laut kita cukup besar," imbuhnya.
Lalu Susi juga mengungkapkan pertemuan dirinya dengan perwakilan PBB (UN) dan Badan Pangan Dunia (FAO) memberbicara sejarah perikanan Filipina dan Thailand. Di laut Filipina, saat ini menurut PBB dan FAO tidak lagi ditemukan ikan Kerapu.
"Namun Filipina masih jual ikan Kerapu, yang mereka jual ikan Kerapu dari Indonesia," katanya.
Hal itu hampir saat Susi menemukan ikan Black Tiger di Uni Eropa. Ikan Black Tiger tersebut tertulis berasal dari Malaysia yaitu laut zona 57. "Padahal itu India Ocean atau Barat Sumatera ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), itu kita yang punya," jelas Susi.
Praktik lainnya adalah banyaknya rumpon milik asing di laut Indonesia. Rumpon ini banyak dibuat untuk mengembangkan baby tuna yang nantinya akan dikirim ke negara-negara seperti Australia, Jepang, dan Taiwan.
"Di Laut Natuna juga sama, rumpon luar biasa keberadaan. Mereka dengan modal raksasa menanam rumpun setiap 1 kilometer. Rumpon cukup besar yaitu 300 meter ke bawah," sebut Susi.
(wij/dnl)