Perusahaan-perusahaan ini sekarang tidak lagi berkinerja kinclong seperti dulu, terutama sebelum krisis ekonomi global 2008. Kinerja perusahaan Grup Bakrie terus merosot dan harga sahamnya menukik hingga ada yang menyentuh titik terendah di Rp 50 per lembar.
Selain saham yang loyo, utang-utang perusahaan Bakrie pun menggunung. Kendati demikian, masih banyak investor asing yang percaya untuk berinvestasi atau membeli surat utangnya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, grup ini juga dikenal sering jual atau gadai saham demi mendapatkan uang tunai untuk membayar investor atau kreditur. Belum lagi program restrukturisasi utang yang selama ini berhasil menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.
"Tapi program restrukturisasi itu yang kadang membuat investor khawatir. Karena bisa-bisa restrukturisasinya merugikan investor," kata fund manager yang tidak mau disebutkan namanya kepada Reuters seperti dikutip Reuters, Senin (23/2/2015).
Kasus terakhir yang ramai dibicarakan adalah gagal bayar bunga dan pokok obligasi senilai US$ 380 juta (Rp 4,1 triliun) PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Perusahaan telekomunikasi Bakrie ini diseret ke Pengadilan New York.
Para pemegang obligasi ini berang karena berpotensi kehilangan uangnya. Pasalnya, program restrukturisasi yang dilakukan BTEL akan dilakukan tanpa persetujuan para kreditur.
Anak usaha Grup Bakrie ini memakai cara 'kreatif' dalam membereskan utangnya. Penjelasan soal cara restrukturisasi utang yang tidak biasa itu ada di sini.
Meski cara BTEL bayar utang tak biasa, tapi Pengadilan Negeri Jakarta sudah merestui rencana restrukturisasi. Meski demikian, sidang tuntutan para pemegang obligasi itu akan tetap digelar Selasa mendatang di Pengadilan New York.
"Jadi mereka ini sekarang penerbit obligasi sekaligus krediturnya," kata Hal Hirsch, pengacara yang mewakili kreditur Bakrie Telecom pemegang 25% obligasi yang jatuh tempo Mei mendatang.
"Mereka jabat tangan sendiri, bikin perjanjian sendiri, dan sekarang tidak menganggap semua klaim yang diajukan pemegang obligasi," tambah Hirsch.
Sementara itu, Senior Director Fitch Ratings Vicky Melbourne mengatakan, restrukturisasi utang Bakrie Telecom ini berpotensi membuat investor asing ragu-ragu dalam menempatkan dana di Indonesia.
Pasalnya, kata Melbourne, banyak celah hukum di Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk menghindari kewajiban.
"Investor asing menjadi semakin sadar atas kelemahan hukum di Indonesia," kata Melbourne kepada Reuters.
(ang/hds)