Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani siang kemarin mengunjungi pelabuhan yang dibuat dengan sistem pengerukan tanah atau reklamasi laut ini. Pelabuhan ini beroperasi secara semi otomatis, dengan kata lain kebanyakan sistem pengoperasiannya menggunakan komputerisasi, minim tenaga manusia.
"Sistem ini kita ke-4 di dunia, pertama di Asia dan Indonesia," kata Direktur Utama PT Pelindo III (Persero) Djarwo Surjanto di lokasi, Senin (13/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelabuhan ini baru melalui pembangunan tahap pertama dengan mereklamasi lahan seluas 38,86 hektar dan dilengkapi jembatan yang masih mulus dibangun di atas laut sepanjang 800 meter sebagai jalan akses.
"Tahap 2 jadi 297 hektar, lalu kita akan tingkatkan lagi jadi tahap 3 jadi 363 hektar," tutur Djarwo.
Djarwo mengatakan, pelabuhan ini bisa melayani kapal-kapal besar berbobot 5 juta TEUs. Tak hanya itu, yang membedakan Teluk Lamong dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya adalah sistem kerja.
Jangan harap bisa melihat kendaraan biasa hilir-mudik di area pelabuhan. Hanya truk-truk kontainer atau kendaraan pengangkut berbahan bakar gas yang diperbolehkan beroperasi di pelabuhan ini.
Mengusung konsep green port dan mengurangi tingkat emisi gas buang, pihak pengelola Teluk Lamong tak memperbolehkan kontainer yang menggunakan bahan bakar selain gas untuk masuk ke area pelabuhan. Oleh karena itu, di pelabuhan atas laut ini juga bakal dibangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
Lalu, bagaimana cara mengangkut truk-truk yang tak menggunakan bahan bakar gas dari dan menuju ke dermaga?
"Kita ada transfer area di depan pelabuhan. Kita sediakan truk-truk kontainer milik kita yang berbahan gas," tutur Presdir PT Teluk Lamong, Prasetiyadi.
Prasetiyadi juga menuturkan, pengoperasian crane besar di pelabuhan ini pun menggunakan sistem otomatis bertenaga listrik. Operator bertugas di salah satu ruangan dilengkapi sistem komputerisasi yang canggih.
"Kalau biasanya ada tenaga kerja manual, ini semua pakai listrik," ujar Prasetiyadi.
Untuk sementara ini, pelabuhan yang sudah digarap sejak tahun 2010 dan menghabiskan investasi sekitar Rp 4,5 triliun ini masih melayani kapal-kapal domestik. Tapi bulan depan, kapal internasinal pun sudah bisa menggunakan layanan pelabuhan ini.
Pelabuhan Teluk Lamong terletak di perbatasan antara Surabaya-Gresik, sekitar 1 jam dari bandara Djuanda. Pengamatan di lokasi, pelabuhan ini tampak sangat luas, tak terjadi penumpukan barang, kemacetan, atau hiruk-pikuk kendaraan-kendaraan besar.
(zul/hds)