Tri Mumpuni yang merupakan Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka) terkenal dengan sebutan 'Wanita Listrik'. Ia telah melakukan program menerangi desa kecil di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tri bekerjasama dengan Hivos, sebuah lembaga non pemerintah berskala internasional, membuat pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).
"Nanti energi terbarukan akan menjadi cover terdepan, energi yang kita sediakan harus clean, bersih dan mudah diakses rakyat. Energi harus disubsidi seperti subsidi pupuk, jadi mengalihkan subsidi BBM ke sini. Uang subsidi ini harus dipindahkan untuk meng-create infrastruktur energi terbarukan seperti petani bisa menanam padinya sendiri," kata saat Diskusi Energi Kita: Roadmap Pembangunan Listrik Energi Baru Terbarukan, di Cikini, Jakarta, Minggu (26/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Siapa yang mau ke sana (bangun PLTP), sementara margin kecil, biaya besar. Kita sudah mengadakan insentif, misalkan tarif, ada PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di hulu untuk panas bumi, impor bebas bea masuk, semua teknologi terkait EBT itu kan impor, itu dibebaskan, insentif sudah banyak kita keluarkan," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) ESDM Rida Mulyana.
Ia menyebutkan, 84% penggunaan energi di Indonesia memakai energi fosil yang tidak terbarukan, dan ini semakin lama akan terkikis. Sementara itu, BBM yang dihasilkan juga kebanyakan berasal dari impor. EBT seperti geothermal dijadikan alternatif sumber energi selain fosil.
"Kita menempatkan geothermal sebagai proritas pertama, di UU sudah ada. Itu merevisi UU panas bumi. UU panas bumi perlu RPP, nanti daerah juga nanti akan menikmati," katanya.
Menurut Rida, dengan menggandeng investor swasta asing maupun lokal akan bisa mempercepat pembangunan pembangkit listrik. Hal ini juga akan mempercepat wilayah terpencil teraliri listrik.
"Harga jualnya besar tetapi jangan takut meskipun lebih mahal tapi EBT harus dikembangkan sesuai dengan keekonomiannya, kalau lebih mahal, yes, tapi energi yang saat ini lama kelamaan akan habis. Kita genjot 35.000 MW untuk mengaliri listrik saudara-saudara kita yang belum dapat listrik. Brasil dan Jerman sudah berhasil kembangkan ini," jelas dia.
Rida menambahkan, pengembangan EBT bukan lagi tugas ESDM, namun seluruh pihak-pihak terkait, tak terkecuali pemerintah daerah untuk memudahkan pembebasan lahan.
"EBT bukan hal baru, sekarang yang kita lakukan secepatnya, ini tidak hanya urusan ESDM tapi kita tergantung sektor lain seperti pemerintah daerah, agar segera mungkin. Kalau pun ada investor tanda tangan sekarang, paling cepat listriknya nyala 7 tahun kemudian," katanya.
(drk/hen)