Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mudjiadi mengungkapkan, ada dua jenis lahan yang digunakan untuk pembangunan bendungan yakni lahan masyarakat dan lahan hutan.
"Pembebasan lahan milik masyarakat inilah yang lama proses pembebasannya, karena terkadang mereka tidak setuju dengan appraisal harga yang diajukan," kata dia diwawancarai detikFinance di ruangannya, Senin (22/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permasalahan klasik ini, lanjut Mudjiadi, menjadi konsetrasi pihaknya untuk dipecahkan. Di masa depan, sambungnya, kendala ini diharapkan tak lagi menjadi penghambat pembangunan infrastrukutr.
Sama halnya dengan infrastruktur lainnya, pihaknya juga akan menerapkan aturan baru yaitu Undang-Undang No.2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Publik untuk mepercepat proses pengadaan lahan.
"Tapi untuk menerapkan aturan itu, butuh bantuan dari Pemerintah Daerah juga. Terutama untuk sosialisasi dan penetapan lokasi (penlok) lahan yang akan dibebaskan," kata dia.
Disebutkannya, saat ini ada sejumlah proyek bendungan yang proses pembebasan lahannya masih menunggu terbitnya pembaruan surat persetujuan penetapan lokasi pembangunan (SP2LP) menjadi penetapan lokasi (penlok) oleh Gubernur wilayah setempat.
SP12LP ini nantinya akan dijadikan dasar oleh Badan Pertanahan Nasional untuk menetapkan status lahan untuk berikutnya dilanjutkan dengan kegiatan penialaian harga tanah yang bersangkutan oleh tim appraisal.
"Setelah penlok keluar, maka BPN bisa langsung bekerja untuk melakukan proses sosialisasi dan negosiasi, sedangkan proses appraisal harga akan dilakukan oleh tim independen," jelas dia.
(dna/rrd)