Akibatnya, banyak proyek pembangkit listrik mangkrak bertahun-tahun tidak dikerjakan.
"Di masa lalu. Orang-orang diberi konsesi listrik tapi dia nggak punya uang, nggak ada jaringan listrik dan pengalaman. Mereka hanya dagang konsesi," kata Rizal usai rapat koordinasi kelistrikan, di Kementerian Maritim dan Sumber Daya, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (7/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden Jokowi waktu masih Wali kota Solo menyebut ada proyek jalan tol Semarang-Solo selama 20 tahun nggak diapa-apain, kemudian setelah dia jadi presiden. Ia menegaskan BUMN untuk mengambil alih konsesi, jalan tol-nya akhirnya bisa jadi. Sama kayak listrik, banyak yang dapat konsesi tapi dia nggak punya pengalaman, modal, dan jaringan," ujarnya.
Belajar dari itu, pemerintah akan tegas terhadap pemenang konsesi, khususnya pada proyek 35.000 megawatt (MW). Bila pemenang konsesi sudah menandatangani Power Purchase Agreement (PPA), namun tidak ada pembangunan proyek listrik dalam periode 6 bulan, maka PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan mencabut konsesi pembangkit listrik. Konsesi akan diserahkan kepada investor baru yang kompeten.
"Semua dikasih waktu 6 bulan. Nggak ada kemajuan maka konsesi dicabut. Ini cukup banyak," ujarnya.
Rizal mengaku, banyak investor dan perusahaan berpengalaman dari dalam dan luar negeri yang sekarang melirik proyek listrik di Indonesia. Sayangnya, investor perpengalaman dan padat modal kalah oleh makelar konsesi.
"Sekarang banyak tertarik karena harga listrik sudah bagus. Dulu, US$ 5,5 sen per kWh. Sekarang lebih menarik karena US$ 8-8,5 sen per kWh. Itu menarik," tuturnya.
(feb/rrd)