Pendapatan para pengusaha juga terus merosot karena pasar yang lesu, sementara biaya produksi terus meningkat akibat terus melemahnya kurs rupiah.
"PHK sulit dibendung selama perekonomian masih turun. Biaya produksi kita melonjak sementara buyer terus turun," kata Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmita, kepada detikFinance di Jakarta, Senin (28/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita ketergantungan bahan baku impor, garam saja kita impor. Hampir semua industri naik biaya produksinya kira-kira 20%," ujarnya.
Di sisi lain, omzet pengusaha terus merosot. Penurunannya rata-rata mencapai 10-20%. Namun, sektor-sektor tertentu mencapai 50%, misalnya properti.
"Penurunan permintaan properti mencapai 50%, otomotif 20%, tekstil 20-30%," tukas Suryadi.
Alasan-alasan inilah yang mendasari keputusan melakukan PHK. Apindo memperkirakan seluruh industri di Indonesia saat ini sudah mem-PHK 1 juta pekerja.
"Yang resmi sudah 682.000 pekerja, terdata dari pencairan JHT (Jaminan Hari Tua), jika ditambah yang tidak resmi mencapai 1 juta pekerja," ungkapnya.
Atas kondisi ini, dunia usaha berharap pemerintah segera mengambil langkah-langkah untuk menahan gelombang PHK.
"Pemerintah harus mengutamakan menahan gelombang PHK. Sudah 3 juta orang terdampak jika 1 orang pekerja yang terkena PHK menanggung 2 orang anggota keluarganya,"β pungkasnya.
(feb/feb)











































