Hal tersebut seperti diungkapkan Staf Ahli Menteri ESDM, Said Didu, dalam jumpa persnya, di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (20/11/2015).
"Kita punya KK agak mengikat, Freeport bisa kapan saja meminta perpanjangan dan pemerintah tidak bisa menghalangi tanpa alasan jelas. Apalagi dengan kontrak tersebut, kalau Indonesia menghalangi tanpa alasan jelas, Freeport bisa menggugat ke pengadilan arbitrase, dan posisi Indonesia agak lemah," kata Said.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Said, bangsa ini jangan terlalu menghabiskan energi untuk mengurusi permohonan perpanjangan kontrak tersebut. Dia mengungkapkan, yang jauh lebih penting saat ini adalah masalah divestasi saham Freeport 10,64%, yang harus ditawarkan ke pemerintah.
"Pemerintah semua jangan habis waktu urusi perpanjangan waktu Freeport, nanti keburu lupa divestasi," ungkapnya.
Said menjelaskan, sebenarnya ada 5 variabel yang menentukan keberlanjutan kontrak Freeport, yakni:
- Kedaulatan negara, jadi bila ingin terus menambang, izin operasi bukan dalam bentuk Kontrak Karya (KK) tetapi Izin Usaha Pertambangan (IUP)
- Penerimaan negara harus optimum
- Masalah kepastian hukum
- Masalah sosial ekonomi masyarakat di Papua.
- Masalah geopolitik dan keamanan
(rrd/hen)