Tak Gabung TPP, Lembong: Bakal Banyak Pabrik Tutup di RI

Tak Gabung TPP, Lembong: Bakal Banyak Pabrik Tutup di RI

Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance
Selasa, 24 Nov 2015 12:12 WIB
Jakarta - Indonesia saat ini sedang mempersiapkan diri untuk masuk menjadi anggota Trans Pacific Partnership (TPP). Walau masih banyak pro dan kontra atas rencana ini, namun Indonesia dianggap tidak punya pilihan. Tak masuk TPP akan banyak pabrik tutup dan investor lari ke negara lain.

Hal tersebut seperti diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Lembong, di acara Indonesia Economic Outlook 2016, 'A Maritime Nexus Silk Road Synergy Entering the TPP Era', di Hotel JW Marriot, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

"Terus terang, kemarin dalam rapat kabinet, secara jelas, blak-blakan, dan keras, pertama kita nggak punya pilihan," kata Lembong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lembong mengungkapkan, seperti Vietnam yang baru saja selesai negosiasi kerja sama dengan Eropa. Apalagi Vietnam sudah menjadi anggota TPP. Kondisi ini kata Lembong, akan membuat makin banyak pabrik di Indonesia tutup dan pindah ke Vietnam.

"Vietnam sudah gabung TPP, makin banyak cerita pabrik di Indonesia banyak tutup dan pindah ke Vietnam. Sebentar lagi kita akan kalah tarif dengan Vietnam 10-15%. Kita dianggap negara miskin, PDB kita di bawah US$ 4.000, dengan Vietnam ekspor kita sudah kalah 10-15%, apalagi kalau Vietnam punya akses bebas ke Eropa dan Amerika Serikat. Jadi kita akan ditinggal (investor), percaya deh," ungkap Lembong.

Ia menambahkan, pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia akan masuk jadi anggota TPP merupakan bentuk percaya diri pemerintah.

"Gabung TPP, kita menuju first class. Indonesia sanggup, kasarnya Vietnam saja bisa masak kita nggak bisa. Peru? Itu negara kaya apa coba? Masak Peru saja bisa kita nggak bisa," katanya.

Lembong menegaskan kembali, kalau Indonesia tidak segera bergabung dalam TPP, maka Indonesia akan jadi negara tertinggal.

"Kalau kita tidak gabung kita akan ditinggal, kedua sebetulnya kita punya banyak unggulan dan jagoan, seharusnya kita percaya diri. Memang ekonomi kita slowdown tapi 4,7% itu salah satu ekonomi tertinggi di dunia, mereka malah kontraksi, ada yang minus 3%, minus 5%, jadi kita tergolong tinggi, jadi cukup keunggulan untuk bisa bersaing," tutup Lembong.

(rrd/hen)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads