RI Peringkat ke 109 Kemudahan Berusaha, Darmin: Itu Tak Membanggakan

RI Peringkat ke 109 Kemudahan Berusaha, Darmin: Itu Tak Membanggakan

Maikel Jefriando - detikFinance
Senin, 07 Mar 2016 11:30 WIB
Foto: Maikel Jefriando-detikFinance
Jakarta - Indonesia berada pada peringkat ke 109 dari total 189 negara dalam peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business yang diterbitkan oleh Bank Dunia (World Bank). Menko Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan realisasi tersebut sangat tidak membanggakan.

"Terus terang, ranking secara keseluruhan, Indonesia ada pada ranking 109 dan itu sangat tidak membanggakan," ungkap Darmin dalam seminar bertajuk Peran Peradilan dalam Meningkatkan Kemudahan Berusaha di Indonesia, di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (7/3/2016)

Indonesia bukan tanpa perbaikan. Darmin menuturkan pada tahun sebelumnya, Indonesia berada pada peringkat 120. Akan tetapi perbaikan tersebut tidak secepat yang diharapkan, bahkan jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu menariknya. Perbaikan terjadi nggak? Terjadi. Tapi negara lain lebih cepat," tegasnya.

Sebut saja, Singapura bisa bertahan di posisi pertama. Malaysia ada pada peringkat 18, Thailand di peringkat 46 dan Vietnam mampu mencapai peringkat 78.

"Ini menjadi sangat penting karena kalau kami bandingkan dengan negara sekitar kita, makin lama makin jauh tertinggal. Meski harus diakui perbaikan itu ada di Indonesia," papar Darmin.

Investor juga mau tidak mau akan terpengaruh. Sebab sebelum meletakkan dananya pada suatu negara, pasti akan melihat reputasi dari negara tersebut.

"Para investor pasti terpengaruh dengan ranking kita itu. Karena pasti dilihat Indonesia dengan negara-negara lain bagaimana," ungkap mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut.

Banyak aspek yang terangkum dalam kemudahan berusaha. Maka dari itu dalam beberapa waktu terakhir sering dilakukan rapat koordinasi tentang hal tersebut. Fokus pertama pemerintah adalah dari sisi perizinan dan birokrasi.

"Ini persoalan yang terbanyak baik pemerintah pusat dan daerah," imbuhnya.

Selanjutnya adalah persoalan hukum yang menyangkut dengan memulai usaha hingga kalau terjadi perselisihan dan berujung ke meja hijau. Termasuk juga ketika perusahaan yang dibangun kemudian gagal.

"Bagaimana proses bukan hanya kepailitan tapi juga proses pemrosesan dari aset harta dari perusahaan yang pailit. Sebetulnya pada dasarnya itu dia ruang lingkupnya," pungkasnya. (mkl/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads