"Kalau nggak ada es nggak bisa mancing, karena ikannya pasti busuk. Itu es bahan pokok yang utama. Pertama minyak, lalu es," ucap Asram mantap kepada detikcom di Sabang Mawang, Senin (23/9/2019).
Dulu, cerita Asram, dia harus pontang panting mencari sebongkah es untuk dibawa ke laut. Tujuannya tak lain agar kesegaran ikan tetap terjaga.
"Dulu semua beli es. Kalau mancing harus tunggu toke (pengepul) dapat es kalau enggak dapat, kita nggak pergi mancing," ungkapnya.
Kalau sudah begitu, Asram menyiasatinya dengan membuat es sendiri. Sayang, es yang dia produksi tak mencukupi karena hanya berupa kantung-kantung es. Masa produksi es pun terbatas karena saat itu listrik bersumber dari genset hanya menyala kurang dari 12 jam.
"Kalau nggak dapat es, nggak mancing karena belum di darat ikan sudah busuk. Sebelum ada yang menampung kita mancing nggak jauh-jauh dan untuk masyarakat saja. Dulu nelayan kalau sisa ikan bikin ikan asin, dulu pengolahan kerupuk belum ada. Ada juga yang dibuang ke laut," ungkap Asram.
![]() Nelayan Natuna (Foto: Agung Pambudhy) |
Namun nasib Asram banyak berubah seiring juga cold storage yang makin bertambah dan listrik yang lebih lama menyala.
Dengan listrik 24 jam dari PLN, tanpa diminta es yang dipasok toke ke para nelayan pun aman. Jikapun tidak mengambil dari toke, nelayan bisa membuat es lebih leluasa tanpa harus dikejar waktu dan takut es mencair.
Secara tak langsung, pasokan es batu yang aman ini berpengaruh banyak kepada kehidupan para nelayan. Mereka tidak lagi was-was tidak mendapatkan es. Itu artinya ikan bisa lebih lama disimpan dan tak lagi terpaksa dibuang.
"Karena ini masyarakat jadi makin banyak beli ikan karena mereka bisa simpan sampai 1 minggu itu nggak busuk-busuk itu karena punya freezer sendiri semenjak ada listrik. Semenjak ada PLN daya beli masyarakat nggak tanggung-tanggung karena mereka nggak takut lagi beli ikan. Dulu 50 kg ikan bisa Rp 1 jutaan saja sekarang sudah nyampe 2 jutaan," ungkap pria yang sudah lima tahun menjadi nelayan ini.
Sementara itu, Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Natuna Ngesti Yuni Suprapti tersenyum melihat perubahan positif kehidupan para nelayan berkat hadirnya listrik di wilayahnya.
"Dulu ikan sangat sedikit maka diolah menjadi kerupuk diolah menjadi ikan asin, bahkan kalau sudah banyak itu ikan dibuang kembali ke laut karena tidak ada orang yang mengolah kita berharap dengan adanya kemajuan yang sudah diberikan oleh pemerintah pusat, pengolahan ikan harus ada di Natuna," harap dia.
Dia melanjutkan masyarakat sudah mulai tenang juga dengan ada cold storage.
"Selain tenang, bisa meningkatkan perekonomian. Melaut sudah tenang, tidak membuang lagi ke laut," terang dia.
Di lain pihak, PLN Pusat menegaskan komitmen memajukan perekonomian di daerah 3T dengan pembangunan infrastruktur listrik.
"Agar masyarakat di pulau terdepan semakin membaik ekonominya produksinya semakin meningkatkan dan harapannya bisa meningkatkan kesejahteraan di pulau terdepan," tegas Vice President Public Relation PLN Dwi Suryo Abdullah.
![]() |
Dalam penjelasannya Dwi Suryo mengatakan PLN menambah pasokan listrik bertenaga diesel sebesar 9.500 KW di tiga lokasi yaitu di Ranai tahun 2015 sebesar 4.000 KW selanjutnya di Pian Tengah dan Klarik pada tahun 2018 dengan kapasitas masing-masing sebesar 5.000 dan 500 KW.
Penambahan pasokan listrik ini tak lepas dari program 35.000 MW yang dicanangkan oleh pemerintah sejak 2014. Sehingga secara bertahap, elektrifikasi di Kabupaten Natuna kian sempurna. PLN telah menyelesaikan penambahan infrastruktur di 10 pulau dan 32 desa sehingga saat ini seluruh desa di kabupaten Natuna telah menikmati listrik dengan rasio elektrifikasi sebesar 97%.
Detikcom bersama PLN mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur listrik, perekonomian, pendidikan, pertahanan dan keamanan, hingga budaya serta pariwisata di beberapa wilayah terdepan.
Ikuti terus berita tentang ekspedisi di pulau-pulau terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com!
(adv/adv)