Atas kinerjanya yang gemilang, bank daerah yang dinakhodai Supriyatno sebagai Direktur Utama ini memborong dua penghargaan bergengsi dalam ajang Infobank Awards 2021.
Bank Jateng berhasil membawa pulang Diamond Trophy, sebuah penghargaan prestisius berkat keberhasilannya meraih predikat 'sangat bagus' dalam Rating Infobank selama 20 tahun berturut-turut. Selain itu, Infobank juga menganugerahkan special awards 'The Strongest Performance Bank' kepada Bank Jateng.
Dalam Rating 109 Bank versi Infobank 2021, Bank Jateng memang kembali meraih predikat 'sangat bagus'.
Bank yang berdiri sejak 1963 ini bahkan menjadi yang teratas di kelompok BUKU 3 kelas aset Rp 50 triliun sampai dengan di bawah Rp 100 triliun. Menurut catatan Biro Riset Infobank (birl), pada 2020 Bank Jateng mampu mencatatkan pertumbuhan kredit 4,39% year on year (yoy), atau menjadi Rp 51,11 triliun.
Ekspansi kredit tersebut ditopang likuiditas yang kuat, yakni penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 58,98 triliun atau mengalami kenaikan 13,36% secara tahunan. Fungsi intermediasi yang berjalan baik berkontribusi pada naiknya perolehan laba perseroan.
Bank Jateng menutup tahun kerja 2020 dengan menikmati laba sebesar Rp 1,12 triliun atau tumbuh 6,51%. Sedangkan total asetnya mengembang 1,73% menjadi Rp 73,11 triliun.
"Teman-teman Bank Jateng, saya kira sore ini kita menerima sebuah penghargaan lagi, dari sebuah institusi yang prominen (terkemuka). Kita wajib bangga. Terima kasih kepada rekan-rekan Bank Jateng. Inilah sebuah hasil kerja keras, kerja cerdas, yang sama-sama kita impikan. One team, one spirit, one goal," kata Supriyatno usai menerima penghargaan dalam ajang Infobank Awards 2021 yang digelar secara hybrid pada September 2021 lalu.
"Terima kasih Infobank. Terima kasih rekan-rekan mitra kerja, bank-bank besar, teman-teman BPD, kita hands on hands terus. Begitu juga teman-teman BPR dan mitra kerja lainnya. Bank Jateng, Bank-nya Wong Jawa Tengah. Mudah-mudahan dari Jateng kita bisa membawa inspirasi untuk Indonesia," lanjut dia.
Tidak pernah puas dengan penghargaan yang sudah diraih, performa bisnis apik yang dicatatkan tahun lalu mampu dilanjutkan Supriyatno dan seluruh jajaran karyawan Bank Jateng di 2021.
Supriyatno memaparkan, kinerja Bank Jateng pada semester I 2021 tetap tumbuh solid. Dari sisi intermediasi misalnya, penyaluran kreditnya mencapai Rp 51,89 triliun atau mengalami kenaikan 4,88% yoy.
Pertumbuhan tersebut jauh di atas rata-rata pertumbuhan kredit bank nasional yang sebesar 0,59%. Lalu dari sisi DPK meningkat 17,81% menjadi Rp 67,81 triliun. Sementara total asetnya mengalami pertumbuhan 12,45% menjadi Rp 81,62 triliun.
"Kami melihat pertumbuhan masih di atas Jateng dan nasional. Artinya, eksisting debitur kami masih cukup mempunyai produktivitas yang tinggi dan ini harus dijaga," kata Supriyatno.
Menurutnya, pertumbuhan kredit Bank Jateng disokong oleh segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Aliran kredit ke segmen ini mengalami kenaikan 12,40%, dengan pangsa kredit UMKM mencapai lebih dari 22% terhadap total portofolio kredit Bank Jateng.
Sementara itu, laba usaha selama enam bulan pertama 2021 tercatat mencapai Rp 1,09 triliun atau tumbuh 16,09%. Hingga akhir Juli 2021, laba usaha Bank Jateng sudah menembus kisaran Rp 1,2 triliun.
Selanjutnya, dari sisi rasio penyaluran kredit terhadap DPK atau loan to deposit ratio (LDR) berada pada kisaran 76,52%. Dengan kata lain, Bank Jateng masih mempunyai ruang cukup luas untuk memacu pertumbuhan kredit.
Dukungan likuiditas Bank Jateng juga mayoritas bersumber dari dana murah. Rasio current account saving account (CASA) mencapai 54,01% dari total DPK. Mayoritas dana masyarakat di Bank Jateng merupakan simpanan dalam bentuk giro dan tabungan.
"Kami di daerah, di situasi pandemi ini BPD justu makin menyakinkan dirinya bahwa ada sebuah kekuatan, BPD mempunyai daya tahan yang cukup bagus. Kami berpendapat saat ini, di samping situasi yang bagi pada financial highlight BPD, kami menyadari situasi bahwa non performing loan (NPL) harus di-manage dengan baik. Kalau di-backup dengan cadangan yang bagus, ini bisa menjadi tabungan. Kalau tidak terjadi lonjakan NPL, itu akan menjadi tabungan," terang Supriyatno yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) dalam webinar 'Leading in Unprecedented Time: Tantangan Setelah Relaksasi Restrukturisasi Kredit Berakhir', 7 September 2021 lalu.
Pandemi COVID-19, diakui Supriyatno menjadi pukulan bagi industri perbankan. Namun ada semacam anomali, yakni saat terjadi pandemi sejak Maret 2020, pertumbuhan kredit rata-rata melandai turun.
Tetapi BPD pada umumnya justru mencatatkan kredit yang lebih tinggi. Di tengah pandemi, kredit BPD lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan industri. (adv/adv)