Pemerintah Korea Selatan lewat Korea International Cooperation Agency (KOICA) memberikan hibah untuk program tanggul laut raksasa di utara Jakarta yang dikenal dengan National Capital Coastal Development (NCICD). Hibah ini untuk melakukan riset mega proyek anti banjir di Jakarta ini.
Keseriusan ini ditandai dengan ditandatanganinya surat penryataan minat atau Letter of Intent (LoI) hari ini antara KOICA dan Pemerintah Belanda. Nantinya, pihak Korea akan membantu Indonesia dalam melakukan studi lanjutan dalam pelaksanaan mega proyek anti banjir DKI Jakarta ini.
"Sebelumnya studi kelayakan sudah dilakukan pihak Belanda. Sekarang Korea mau masuk dan hari ini adalah pernyataan keseriusan mereka untuk ambil bagian dalam program ini," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono usai penandatanganan tersebut di Kantor PUPR, Jakarta, Kamis (3/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Turut menyaksikan penandatanganan LOI ini adalah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Deputi Bidang Percepatan Infrastruktur Dan Pengembangan Wilayah Luky Eko Wuryanto.
"Lewat kerjasama ini kedua negara akan membantu Indonesia dalam melakukan studi. Korea akan melakukan penelitian tentang arus bawah laut dan struktur tanah di sekitar lokasi berdirinya tanggul. Sedangkan Belanda akan melakukan penelitian tindaklanjut," ujar Luky Eko.
Untuk memuluskan kegiatan ini, pihak Korea sendiri akan memnggelontorkan dana sekitar US$ 9,5 juta atau Rp 133 miliar (kurs Rp 14.000/US$) sedangkan pihak Belanda akan menggelontorkan dana 8,5 juta Euro atau Rp 85 miliar, bila digabungkan sebesar Rp 218 miliar.
"Bentuknya hibah. Dana itu untuk membiayai seluruh kegiatan studi tersebut. Nantinya studi tidak hanya dilakukan oleh tenaga ahli Korea dan Belanda saja tetapi juga tenaga ahli dari Indonesia," jelas Luky.
Studi yang dilakukan ini, lanjut dia, akan dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan pembangunan tahap B dan C proyek tanggul raksasa ini.
"Tahap A sudah berjalan. Terus ada perkembangan. Nah studi ini untuk yang tahap B dan C. Hasil studi ini akan dijadikan dasar penetapan desain tanggul raksasa ini," katanya.
Proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)/Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau yang dikenal dengan 'Tanggul Laut Garuda Raksasa' merupakan pengendali banjir Jakarta ini akan membangun bendungan di tengah laut sehingga di Teluk Jakarta akan terbentuk waduk baru berukuran sangat besar.
Berdasarkan dokumen NCICD, pembangunan tanggul raksasa di utara Jakarta dibuat dalam 3 tahap:
Pertama atau tahap A,β yaitu penguatan garis pantai Jakarta sudah dimulai pada tahun 2014. Rencananya dilakukan hingga 2018 atau 4 tahun ke depan.
Pada fase ini mencakup penguatan tanggul dan pemasangan stasiun pompa. Total investasinya mencapai US$ 1,9 miliar.
Kedua atau tahap Bβ, pembangunan tanggul laut luar dan reklamasi laut (pulau buatan) seluas 1.250 hektar hingga 4.000 hektar pada periode 2018-2022. Pada fase ini juga akan dikembangkan jalan tol dari Tangerang dan Bekasi. Termasuk pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dari pusat kota ke Jakarta.
Pada fase ini, selain pembangunan tanggul laut luar, juga ada pembangunan stasiun pompa, pintu air, pemindahan jaringan pipa, restorasi hutan bakau dengan perkiraan biaya US$ 4,8 miliar.
Ketiga alias tahap Cβ, ini merupakan fase pembangunan tanggul luar di sisi timur Jakarta, namun sampai saat ini belum bisa ditentukan apakah tanggul laut di sisi luar bagian timur diperlukan. Alasannya penurunan muka tanah di kawasan timur masih relatif lambat dan sungai-sungai utama masih mengalir bebas.
Konsep tanggul laut 'Garuda Raksasa' di perairan Teluk Jakarta dianggap sebagai opsi terbaik untuk mencegah Jakarta Utara tenggelam di 2050. Konsep ini banyak punya manfaat seperti adanya tanggul dan waduk raksasa di Teluk Jakarta. Proyek ini sempat di-groundbreaking pada 9 Oktober 2014.
Diperkirakan butuh anggaran hingga Rp 500 triliun (pemerintah dan swasta) untuk menyelesaikan proyek ini secepatnya pada 2022 atau paling lambat 2030.
(dna/hen)