Sedangkan produksi udang dari Provinsi Jawa Barat (Jabar) saja pada 2016 mencapai 24.000 ton. Menurut Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI) Jabar Banten Joko Sasongko angka produksi udang pada 2016 menurun dibandingkan tahun 2014 padahal ada penambahan beberapa sentra udang baru.
"Produksi Indonesia 2016 data dari SCI diperkirakan sekitar 265.000 ton. Ini angkanya turun dari 2014 meski ada penambahan lokasi udang baru seperti di daerah Bengkulu, Sumbawa, Sulawesi ternyata tidak memberikan dampak yang siginifikan terhadap produksi nasional," ujar Joko, dalam outlook perikanan 2017 di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hambatan produksi udang tahun 2016 saya highlight itu penyakit udang seperti white spot syndrome," kata Joko.
Dia mengatakan penyakit white feces syndrome ini tersebar di Jabar seperti di Karawang hingga Cirebon, Cianjur, dan Pangandaran. Sementara daerah Banten ada di wilayah Pandeglang.
Sedangkan sebaran penyakit white spot syndrome ada kasus baru di temukan di Pandeglang Banten. Oleh karena itu, dia menyarankan para petambak untuk merubah pola budidaya udangnya.
"Ini yang meyebabkan produksi udang kita turun. Ini tantangan bagi petambak untuk mengubah pola budidaya," sebut Joko.
Selain itu, hambatan lainnya ada konflik sosial di daerah petambak seperti pencurian udang. Kasus pencurian udang dan penjarahan ini kemudian membuat takut investor untuk mengembangkan bisnisnya.
"Penjarahan di tahun 2015-2016 itu tuh masih ada. Ini yang mengganggu investor itu karena takut ada pencurian udang. Ini tantangan kami itu mengubah konflik sosial jadi friendly," ujarnya.
Hambatan produksi lainnya adalah perubahan iklim dengan adanya curah hujan yang tinggi. Lalu hambatan infrastruktur, terutama di wilayah sentra pantai selatan pantura seperti belum adanya aliran listrik dan akses jalan raya.
"Lalu hambatan di infrastruktur, ada kemauan penambahan sentra-sentra di wilayah Pantai Selatan Pantura ternyata tidak diikuti peningkatan infrastruktur baik itu PLN dan akses jalan raya," kata Joko.
Kemudian, faktor perizinan yang berbeda di setiap wilayah membuat industri sulit melakukan ekspansi atau pembuatan tambak baru. Ia menyebut misalnya izin pengurusan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
"Perizinan yang berbeda setiap wilayah misal salah satu dari syarat food safety dari negara importir udang. Food Safety itu didapatkan secara legal itu. Legal itu tuh mengurus izinya beda-beda urus izinnya di tiap daerah khususnya mengenai IMB," ujarnya. (hns/hns)