Kartu Pra-Kerja menjadi satu dari tiga kartu 'sakti' yang dicanangkan oleh capres petahana ini. Salah satu yang dijanjikan dari kartu ini adalah nantinya pemegang kartu yang notabene pengangguran akan digaji oleh pemerintah.
Penting kah rencana kebijakan tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi yang lebih urgent dilakukan oleh pemerintah semestinya mendorong penyediaan lapangan kerja formal sebanyak-banyaknya, khususnya untuk bisa menyerap penganggur muda yang persentasenya paling tinggi ini," kata Faisal saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Dengan kartu Pra-Kerja, capres petahana ini menjanjikan akan memberikan pelatihan sesuai kebutuhan industri. Setelah dilatih, akan lebih mudah masuk ke dunia industri. Kartu itu disebut akan mempermudah mendapatkan pekerjaan.
Tidak hanya itu, pemegang kartu Pra-Kerja juga bisa digaji meski belum mendapat pekerjaan. Menurut Faisal, hal ini justru tidak efektif dalam menekan angka pengangguran lulusan SMK dan setingkatnya.
Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK sebesar 11,24% per Agustus 2018. Angka in jauh di atas rata-rata nasional yang sebesar 5,34% per Agustus 2018.
Oleh karena itu, kata Faisal, lebih efektif jika pemerintah membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk menyerap lulusan SMK yang masih menganggur.
"Hanya dengan memberikan bantuan uang (kartu) tidak akan efektif jika penyediaan lapangan kerjanya juga terbatas," ungkap dia.
Sebelumnya, dalam kunjungannya ke Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat membahas keuntungan memiliki Kartu Pra-Kerja.
Jokowi mengatakan kartu tersebut sangat baik untuk muda-mudi yang baru lulus SMA. Jiga sudah diberi pelatihan namun belum dapat kerja, para muda-mudi ini bakal digaji.
"Kan sudah dilatih sesuai bidang masing-masing. Namun, jika masih belum dapat kerja, kita akan berikan gaji, tapi besarannya berapa, itu masih dirahasiakan," kata Jokowi. (hek/dna)