"Semakin rendah dan samanya bea masuk antara barang jadi LHE dan komponennya yang hanya 5% dari sebelumnya 15% membuat orang lebih memilih impor dari pada membuat industrinya," jelas Ketua Umum Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo) John Manoppo saat dihubungi detikFinance, Selasa (16/9/2008).
Menurutnya kenyataan ini sungguh kontradiktif dengan ambisi pemerintah untuk mengembangkan industri LHE dalam negeri bahkan menjadi basis produksi LHE terbesar di ASEAN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Impor pada bulan Januari telah tembus 10,13 juta unit, lalu Februari 3,6 juta unit, Maret 4,8 juta unit, April mengalami kenaikan kembali diangka 10,5 juta unit, Mei 8,02 juta unit, Juni 9,3 juta unit dan Juli naik menjadi 10,4 juta unit.
"Februari Maret memang sempat turun, karena di China sedang fokus menyambut imlek," jelasnya.
Dikatakannya kalau impor ini terus berlanjut maka hingga akhir tahun diperkirakan akan ada 120 juta unit LHE impor dari China yang membanjiri pasar dalam negeri.
Sedangkan, lanjut John, kebutuhan pasar dalam negeri tahun ini diperkirakan berkisar 100 juta unit sampai 120 juta unit saja.
"Lalu produsen LHE dalam negeri mau menjual kemana, apalagi harga LHE impor lebih murah 30%," tanyanya.
Hingga kini kurang lebih terdapat 14 produsen LHE dalam negeri, dengan total kapasitas produksi mencapai 195 juta unit per tahun. Hingga Juli para produsen tersebut hanya mampu memproduksi sebanyak 30 juta unit.
Rendahnya produksi ini, menurut John disebabkan oleh beberapa hal diantaranya hampir sebagian produsen LHE yang ada merupakan pemain baru, sehingga kapasitas produksinya belum maksimal.
"Faktor gagalnya tender lampu LHE oleh PLN sebanyak 51 juta unit tahun ini, membuat produsen berpikir ulang untuk menambah produksi," jelasnya. (hen/ddn)