Tiga masalah itu antara lain soal pertumbuhan listrik yang masih rendah, ketergantungan PLN dengan subsidi dan persaingan PLN untuk mendapatkan energi primer.
Hal ini dikatakan Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar dalam sambutannya di seminar hari listrik nasional ke-63 di kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (15/10/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan pertumbuhan listrik rata-rata 6% sampai 7% per tahun, tapi pertumbuhan ini tidak mencerminkan sesungguhnya karena masih ada pemadaman dan daftar tunggu listrik. Menurutnya pertumbuhan listrik seharusnya 9% sampai 10% dengan ditopang oleh pertumbuhan kapasitas 1% sampai 2%.
"Rasio keterlayanan penduduk 56%. Berapapun yang disediakan PLN akan diserap masyarakat," ujarnya.
Selain itu, elastisitas pertumbuhan listrik terhadap ekononomi masih rendah, seharusnya perlu dicapai hingga 14:1. Artinya pertumbuhan listrik harus mencapai 14 kali lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Masalah kedua yang dihadapi PLN adalah soal pendapatan PLN yang selalu minus sehingga selalu disubsidi pemerintah.
"Tarif listrik tidak pernah naik sejak 2003. PLN masih disubsidi Rp 88,2 trilyun, hanya meng-cover operasional saja, tidak untuk investasi. Tahun 2008 biaya bahan bakar Rp 112 triliun," imbuhnya.
Masalah yang terakhir adalah soal ketersediaan energi primer PLN yang harus kalah bersaing dengan kepentingan ekspor energi keluar negeri seperti pasokan batu bara.
"Negara lain haus akan energi, sehingga energi primer Indonesia turut tersedot. Harga impor lebih tinggi dari dalam negeri. PLN harus bersaing mencari energi di dalam lingkungan sendiri. Perlu ada kebutuhan tambahan sumber energi alternatif," jelasnya. (hen/ir)