Hal tersebut disampaikan Sekretaris Menneg BUMN M Said Didu di sela-sela workshop BUMN di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (29/11/2008).
"Kenapa karena kalau dia untung berarti dia mencuri, jadi anda jangan pernah bermimpi PLN bisa untung," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini jumlah kerugian PLN merupakan kerugian terbesar yang dialami BUMN, yakni sebesar Rp 80-90 triliun per tahun.
Said menambahkan kini ada sekitar 142 BUMN, dari 142 BUMN itu yang memiliki perolehan laba terbaik hanya 25 BUMN. Dibanding 5 tahun lalu, baik dari sisi aset, penjualan, laba dan belanja sudah meningkat signifikan.
Namun meski sudah mencapai perolehan yang signifikan, BUMN masih diganjal oleh 6 undang-undang yang mengakibatkan BUMN tidak selincah perusahaan swasta.
6 undang-undang itu adalah UU No 40 tahun 2007 soal korporasi, UU No 8 tahun 1995 tentang pasar modal, paket undang-undang sektoral, paket undang-undang keuangan negara, UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN dan paket undang-undang pengawasan dan pemeriksaan.
"Problemnya adalah penyidik tidak bisa membedakan mana risiko bisnis dan mana yang merugikan negara, pokoknya kalau BUMN rugi itu dianggap merugikan negara, makanya tidak sedikit pejabat BUMN yang masuk penjara karena dianggap merugikan negara," ujarnya.
Padahal menurutnya kalau risiko bisnis harusnya berpikir lebih dalam, aset negara yang dipisahkan di BUMN sebagian besar adalah ekuitas. "Baru bisa dikatakan merugikan negara jika ekuitasnya itu tergerus jadi selama tidak tergerus itu tidak merugikan negara," ujarnya. (ddn/ddn)