Pertamina Berhenti Impor Avtur Akhir April 2009

Pertamina Berhenti Impor Avtur Akhir April 2009

- detikFinance
Rabu, 08 Apr 2009 15:41 WIB
Jakarta - PT Pertamina (Persero) berhenti mengimpor avtur mulai bulan ini, April 2009. Kebutuhan avtur dalam negeri bisa dipenuhi dari melimpahnya stok minyak tanah yang tak lagi terpakai akibat program konversi ke elpiji.

Demikian disampaikan Direktur Pemasaran dan Niaga Achmad Faisal kepada wartawan di Kantor Pusat Pertamina, Jalan Medan Merdeka Timur No 10, Jakarta, Rabu (8/3/2009).
 
"Yang cukup membanggakan dengan adanya konversi, minyak tanah bisa diubah menjadi avtur sehingga impor kosong mulai April," kata Faisal.

Kebutuhan avtur nasional mencapai 2,5 juta KL per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut biasanya Pertamina mengimpor 400-600 ribu barel per bulan dari Petronas dan Singapura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan kemampuan kilang merubah minyak tanah ke avtur, diharapkan ke depan tidak ada impor avtur," katanya.

Ia bahkan menambahkan, Pertamina bisa menjadi eksportir avtur jika semua minyak tanah bisa diubah ke avtur.

"kalau bisa diubah, mungkin akan menjadi eksportir avtur tapi kalau tidak bisa sebagian diekspor sebagai minyak tanah," katanya.

Sejauh ini, program konversi sudah berjalan di sejumlah wilayah. Khusus untuk wilayah Jawa Bagian Barat, wilayah ini ditargetkan sudah bebas minyak tanah pada akhir bulan ini.
 
"Target kami akhir April, Jawa Bagian barat betul-betul bebas minyak tanah," jelas Ahmad Faisal.
 
Menurut Faisal, dengan selesainya program konversi minyak tanah di Jawa bagian barat seperti Jakarta, Banten dan Jawa Barat maka akan memberikan penghematan yang di atas Rp 9 triliun.

"Selama ini kan Jawa Bagian Barat telah mengkonsumsi 3,2 juta KL minyak tanah, ini akan kasih penghematan di atas Rp 9 triliun," jelasnya.

Target pembersihan Jawa Bagian Barat dari minyak tanag ini mundur dari target sebelumnya yang jatuh pada akhir 2008.
 
Namun untuk masyarakat  yang masih ingin menggunakan minyak tanah bisa membelinya dengan harga keekonomian.

"Harganya sekitar Rp 7.500 per liter," ungkap Faisal.
(epi/lih)

Hide Ads