Pemimpin Baru Indonesia Harus Punya Cetak Biru Energi

Pemimpin Baru Indonesia Harus Punya Cetak Biru Energi

- detikFinance
Minggu, 12 Apr 2009 13:11 WIB
Jakarta - Siapa pun pemimpin yang memenangkan pemilu 2009 dinilai harus memiliki cetak biru (blue print) sektor energi. Pemerintah harus berinisiatif dalam pembangunan infrastruktur energi dan pengusahaan kegiatan energi sehingga tidak hanya bergantung pada investor.

"Harus ada cetak birunya yang konkret, spesifik, terukur, dan jelas tahapan-tahapannya. Pencapaian targetnya mestinya juga dimasukkan ke dalam suatu peraturan formal yang mngikat, idealnya ya di Undang-undang  Energi itu sebenarnya," ujar  Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute, Pria Agung Rakhmanto saat dihubungi detikFinance, Minggu (12/4/2009).

Menurut Pri Agung, pemerintah juga harus mengambil inisatif dalam pembangunan infrastruktur-infrastruktur energi dan pengusahaan kegiatan energi sehingga tidak hanya bergantung kepada investor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selain itu pemenuhan kebutuhan domestik mutlak dinomorsatukan, jangan ekspor oriented. Kontrak-kontrak yang merugikan juga harus dinegosiasi," ungkap Pri Agung.
 
Pri Agung menilai sejak tahun 2002 kinerja pemerintah di sektor energi sudah jalan ditempat dan bahkan cenderung menurun. Krisis listrik yang sudah terjadi sejak tahun 2000 teridentifikasi tak kunjung diatasi sehingga pemadaman bergilir menjadi hal biasa dan dijadikan solusinya. Begitupun dengan produksi minyak yang sudah turun sejak 1997 juga tak ada solusi konkretnya.

"Seperti birokrasi yang bertele-tele juga tetap saja ada. Subsidi energi juga masih mmbebani 20-25% dari pengeluaran APBN." ujar Pri.

Diversifikasi energi, imbuh Pri Agung, juga stagnan. Hal ini terbukti BBM masih mendominasi 60 persen lebih penggunaan energi final. Penerimaan negara yang utama dari migas juga belum optimal karena cost recovery yang tinggi. Dalam hal pengelolaan energi primer juga tidak berdaya karena orientasi masih tetap export-oriented.

"Kebijakan-kebijakan yang diambil tidak konsisten, berganti-ganti tanpa arah yang jels sehingga justru lebih sering merugikan masyarakat, misal konversi minyak tanah dan elpiji  yang memperparah kelangkaan minyak tanah dan elpiji itu sendiri." ujarnya

Dari sisi infrastruktur energi seperti pipa distribusi gas, LNG receiver, dan kilang BBM ,juga masih saja tidak mencukupi karena hanya mengandalkan investor.

"Lumpur Lapindo juga tak tuntas hingga kini. Intinya terlalu banyak persoalan yang sepertinya dibiarkan tanpa solusi konkret. Yang diperlukan itu sebenarnya ya implementasi yang nyata dari kebijakan-kebijakan energi yang sudah ada sebelumnya. Jadi ya kerja keras yg sungguh-sungguhlah, jangan hanya seremonial-seremonial dan pembaharuan dokumen-dokumen kebijakan energi saja yang dilakukan. Karena dari dulu kebijakan energi itu intinya ya tetap saja intensifikasi, konservasi, dan diversifikasi," papar Pri Agung.

Pri Agung menambahkan agar implementasi konkret tersebut dapat direalisasikan, maka Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro perlu diganti.

"Salah satu solusi mendesak yang dibutuhkan adalah mengganti Menteri ESDM, ya itu yang mestinya dilakukan pertama kali, tidak perlu ragu," tegas Pri Agung.

(epi/dro)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads